Thursday, January 13, 2011

Series : Virtuoso - Chapter 1

Virtuoso
Chapter 1


Pagi itu terlihat cerah ketika aku menurunkan kaki ku dari mobil ayahku. Hari ini adalah hari pertama aku bersekolah di Voso. Ayahku Gale akan langsung menuju kantornya setelah mengantarku ke sekolah. Uuummm, sebenarnya sih aku bisa ke sekolah sendiri, karena toh jaraknya juga hanya satu kali naik subway dan stasiunnya pun berdekatan dengan apartermen keluargaku dan juga sekolah ku. Namun karena ini hari pertamaku bersekolah sebagai seorang siswa Voso, ayahku bersikeras untuk mengantarkanku.

“Aku ingin mengantar si tampan ini ke Vosonya untuk pertama kali.” Kata ayahku pada saat sarapan.

Secara teknis sih aku sudah ke Voso ini dua kali. Pertama-tama untuk tour, walaupun sebenarnya bagiku dan kedua ayahku ini hanyalah formalitas saja, karena sejak dulu mereka menginginkanku masuk ke sekolah ini. Yang kedua adalah ketika pendaftaran dimana aku sebagai calon siswa diwajibkan untuk datang. Jadi hari ini adalah kedatanganku yang ketiga secara teknis, namun kedatanganku pertama secara akademis.
Di negaraku Voso setara dengan SMA, namun sekolah ku ini khusus untuk pria saja. Memang sih ada sekolah umum yang murid-muridnya campuran, kalo sebutan untuk itu adalah Skool. Namun di kota ini dimana 90% penduduknya adalah pria sangat jarang ditemukan Skool.
Voso tempatku belajar adalah International Centurion Voso, yang merupakan Voso terkemuka di negeri ini. Untuk masuk ke Voso ini kamu harus menjadi 2 hal; menjadi siswa terbaik/berprestasi atau menjadi siswa yang kaya raya. Beruntungnya karena aku masuk dalam kedua kategori tersebut, yaaaa walaupun tidak dalam level super. Otakku cerdas, namun tidak secerdas Albert Einstein dan keluargaku sebenarnya sih tidak kaya, namun mampu. Jika ada 3 level kaya yang bisa dijabarkan. Antara kaya, kaya raya dan terkaya, keluargaku sudah pasti berada di level 3.
Ada banyak anak cowok yang berdatangan, dan sebagian besar mereka diantar oleh orang tua mereka, atau membawa mobil sendiri. Melihat seorang cowok keren yang mengendarai mobil super mewah berwarna hitam membuatku sedikit masam. Karena pada suatu ketika aku pernah meminta, secara kasual, kepada ayahku sebuah mobil. Dan dengan senyuman termanisnya aku sudah tau jawabannya.

“Nanti saja kalo kamu sudah masuk Advanse baru kamu kita kasih mobil.” Kata ayahku Matthew.

***

Aku harus mengakui kalo saat ini aku bagaikan berjalan di surga para gay. Di koridor ini ada banyak cowok-cowok ganteng berkeliaran. Dan aku berani jamin kalo 95% dari mereka pastinya berbadan seksi. Ya, gaya hidup high class kota ini, bahwa menjadi tampan itu keren, namun menjadi tampan dan berbadan seksi itu luar biasa.
Aku masuk ke kelas ku. Kelas 1A, bersyukur karena ini adalah kelas unggulan dimana siswanya hasil penyaringan selama masa test awal. Namun unggulan disini bukan berarti semuanya pintar, dari kursinya sih sepertinya penghuni kelas ini hanya akan ada 25 orang, dan pasti beberapa persen yang masuk kelas ini adalah anak-anak unggulan... dari segi materi. Hahaha... bagaimana aku tahu? Karena ayahku, yang merupakan mantan siswa sini, juga pernah masuk kelas unggulan.
Aku langsung memilih kursi bagian belakang, karena tidak suka berada didepan. Ada sebuah kursi kosong di urutan kedua dari belakang dan urutan kedua dari samping kiri. Langsung saja aku menyambarnya sebelum ada siswa lain yang menempatinya. Aku duduk dan bersantai sejenak, memperhatikan kelas baru ku ini. Suasananya nyaman, lantai berkarpet, kursi yang empuk dan meja persegi yang bersih. Sisi kiriku dinding bercat putih bersih tanpa noda, sisi kanan adalah dinding berjendela. Didepan ada meja guru dan sebuah Papan Elektrik. Pemerintah sudah mengganti seluruh papan tulis dari yang spidol menjadi elektrik.

“Hai, udah ada yang nempatin blom?” seorang cowok berwajah manis dan berkaca mata tiba-tiba mengalihkan perhatianku.

“Emmm, mungkin belom, belum ada tas disitu.” Aku menjawab selogis mungkin.

Cowok itu meletakan tas punggung hitamnya dan duduk berhadapan denganku.

“Aku Brian,” dia memperkenalkan diri.

“Evan.”

Dan kita berjabat tangan. Wow genggamannya kuat sekali, beda sama mukanya yang tampak cute dan manis.

“Kamu pintar atau sangat kaya?” pertanyaanya yang luar biasa blak-blakan itu mendadak muncul darinya. Ooowh, mungkin karena ini kelas unggulan kali ya. Aku jadinya bingung menjawab, malas memerkan diri.

“Emmm, pintar sih enggak juga, kaya apa lagi.” Jawabku.

“Hahaha...” Brian tertawa renyah. “Aku juga nggak kaya kok.”

Dan kita berdua hanya tersenyum yang membuat aku merasa kalo Brian akan berteman baik denganku.
Kelas semakin penuh dan begitu seorang pria gagah berumur 30an masuk, kelas sudah seutuhnya penuh. Pria itu gagah, tampak macho dan menarik. Aku tahu pasti ada banyak siswa sini yang suka sama dia, aku merasakan sex appeal pada dirinya. Ia memperkenalkan diri sebagai wali kelas dan juga guru ilmu sosial.
Awalnya aku suka sekali sama guru ini, namun kesukaanku sirna begitu mengetahui kalo dia itu sudah menikah... dengan wanita... dan mempunyai 2 anak. Jadi penasaran bagaimana seorang pria normal bisa mengajar di salah satu sekolah elit gay disini.

***

Aku bangun pagi-pagi sekali. Jam 5 pagi seluruh siswa harus sudah bangun dan merapihkan tempat tidurnya. Kemudian sesuai dengan gilirannya aku bersama teman-teman satu barak ku bergerombol menuju kamar mandi.
Aku hanya membawa sehelai handuk, sikat gigi, odol, shampo dan sabun mandi. Dan kami hanya diberi waktu 15 menit untuk berkegiatan di kamar mandi. Aku menanggalkan boxer putihku dan bertelanjang bersama puluhan siswa tentara lainnya. Jangan harap kamu melihat pria berbadan ceking atau berlemak lebih. Karena salah satu syarat masuk ke akademi kepolisian adalah harus berbadan sehat dan atletis. Akan ada tes fisik khusus untuk itu.
Ketika aku yang hanya mengenakan celana boxer putih saja duduk didekat ruang periksa. Dan begitu aku masuk sudah ada dua orang pria berpakaian medis yang akan memeriksa aku. Ada tonjolan jelas dicelana mereka dan mereka tampak tidak malu akan itu, mungkin karena sudah terbiasa. Sang dokter sedang membersihkan tangannya dengan cairan-cairan khusus sementara si suster cowok yang sudah melakukannya lebih dulu kini sedang mempersiapkan peralatan baru untuk pemeriksaan aku.

“Lepaskan celanamu.” Perintah sang dokter.

Dengan menurut aku melepaskan celanaku sehingga aku telanjang. Kemudian aku berbaring telanjang di ranjang. Sang dokter memeriksa badanku untuk mengecek kesehatan dan kesempurnaan fisiku. Karena aku memiliki kondisi fisik yang baik maka akupun lolos. Kemudian sang dokter menyuruhku berbalik badan dan menungging. Ia dan ia mulai memeriksa pantatku. Aku tidak tahu apakah ini sesuai prosedur atau hanya untuk kepuasan dokter aja, aku merasakan sesuatu masuk kedalam lobang anusku. Pantas saja aku disuruh buang air besar sebelum pemeriksaan ini.
Setelah selesai aku kembali berbalik badan sementara sang dokter melepaskan sarung tangannya dan kini memeriksa penisku. Ia meremas-remas penisku sambil tersenyum menatap wajahku.

“Kamu ganteng sekali ya, sempurna sekali.” Katanya dengan tangannya tetap bermain-main dengan penisku.

Aku bersikap biasa saja karena aku tidak ada ketertarikan sama sekali dengan dokter ini dan susternya. Namun berikutnya aku mendapati sang dokter mulai mengocok penisku sementara sang suster cowok meraba-raba badanku secara sensual. Katanya sih mereka sedang melakukan proses pengeluaran sperma. Dan karena ini merupakan prosedur ya aku menikmatinya saja.
Butuh 20 menit bagi mereka untuk mengeluarkan sperma ku yang sudah tidak ku keluarkan selama seminggu terakhir ini.

“saya mau keluar, dok.” Kataku memperingatkan.

Kemudian aku duduk tegak sementara sang suster mempersiapkan wadah untuk menampung spermaku. Begitu waktunya tiba, tembakan demi tembakan cairan putih melesat keluar dari lobang kencingku. Sebenarnya jika sedang dalam moment bercinta aku akan sangat menikmati detik-detik luar biasa ini. Namun karena ini diruang dokter maka aku menahan diri. Aku tidak mendesah, karena aku memang tidak biasa mendesah. Sperma putih kental yang ku keluarkan lumayan banyak dan tembakannya kencang sekali.
Setelah selesai aku mengelap penisku dengan tissue yang sudah disiapkan kemudian kembali mengenakan celana boxerku. Setengah jam berlalu ketika aku keluar dari ruangan itu dan merasa sedikit malu. Bagaimana tidak, harus bertelanjang didepan dua sangat gay yang tidak ku kenal. Ditambah aku harus membiarkan penisku dimainkan serta sperma ku dikeluarkan di depan kedua orang itu. Sangat tidak menyenangkan.
Ketika aku mandi 3 orang seniorku mendadak memasuki kamar mandi. Mereka hanya mengenakan celana dalam saja, aku langsung tau kalo mereka akan mencari seseorang junior untuk ‘kegiatan pagi’ mereka. Salah seorang temanku yang sedang membilas badan tidak jauh dariku dipanggil mereka, dan dengan menurut ia mendatangi mereka dan kemudian mereka berempat hilang. Kasian temanku itu, pagi-pagi sudah harus kerja rodi melayani tiga pria. Nasib junior memang begitu.
Dua temanku disebelah sedang asik saling menyabuni, dan seperti biasa bagian yang mereka sabuni paling lama adalah bagian penis dan pantat. Beberapa kali mereka bercumbu saat mandi, yang dimana sudah menjadi pemandangan ilegal biasa disini. Dan sekali aku melihat mereka melakukan seks kilat ditoilet. Aku mengetahuinya ketika aku sedang melakukan ‘urusan pagiku’ ditoilet sebelahnya. Saat itu aku mendengar desahan-desahan dari orang yang ku kenal. Dan begitu aku mengintip dari atas aku melihat mereka sedang bercinta.
Sebenarnya perbuatan mereka dilarang dilingkungan sekolah polisi seperti ini. Namun namanya juga cowok, kalo udah libido yang berkuasa semuanya masa bodo. Dan lagi pula kegiatan ilegal seperti itu sudah jadi rahasia umum. Contoh lainnya ya yang temanku alami pagi ini dengan tiga seniornya. Dan di tempat ini semua siswanya pasti pernah melakukan hubungan seks sesama pria. Entah itu mereka gay, biseks ataupun straight. Aku berani jamin itu.

***

Aku mengenakan seragamku dan bersiap untuk pelatihan. Hari ini adalah latihan menembak. Karena aku nantinya akan bertugas dilapangan dimana aku akan memecahkan kasus atau memburu penjahat... atau melakukan penyamaran maka aku harus berlatih dan belajar extra keras. Dan karena ini adalah sekolah polisi terbaik maka latihan kami adalah latihan militer yang langsung diajar oleh orang dari kemiliteran. Dan latihan ini sangat berat dan menguras tenaga.
Temanku yang tadi dipanggil baru saja kembali, ia tampak baru selesai mandi. Sepertinya ia ikut rombongan barak lain untuk mandi.

“Hei, cepatlah berpakaian, sebentar lagi kita latihan. Waktu kau tidak banyak!” kataku mengingatkan.

“Shit, aku harus melayani tiga cowok tadi.”

“Oh ya,” kataku tertarik, aku selalu tertarik mendengar cerita dari teman-temanku yang kebagian sial harus jadi budak seks untuk para seniorku. Jujur karena selama ini aku belum pernah kebagian kesialan itu. Padahal sudah 6 bulan aku belajar disini. “Apa yang mereka lakukan sama kamu?”

“Mereka secara bergantian menyodok aku, kemudian aku juga harus menghisap penis mereka secara bergantian. Mereka melumat-lumat bibirku dan mengeluarkan sperma mereka diwajahku. Dan akupun harus menghisap penis yang sudah belepotan sperma setelah itu. Dan setelah selesai, aku ditanggalkan begitu saja telanjang.”

“Wow, cukup berat juga ya.” Kataku. “Yeaaah, berharaplah suatu saat nanti kamu bisa bercinta penuh gairah dengan Pak Patrick.”

“Aaaaah, kapan ya dia manggil aku kaya para senior itu.” Temanku yang bernama Arvant tersenyum penuh harap. “Kalo dia yang memperkosa aku, aku rela. Dia begitu seksi dan gagah.”

“Yeah, selama berharap.” Kataku. “Cepatlah berpakaian, sebentar lagi kita harus sudah dilapangan.”

Arvant segera berpakaian secepat kilat namun tetap rapih. Kita sudah terbiasa disiplin dan melakukan segala sesuatu dengan cepat namun teliti. Dan lima menit kemudian kita sudah berbaris rapih dilapangan pada pagi hari yang panas.


Bersambung ke : Chapter 2

New Series : V I R S T U O S O



Published NOW!