Thursday, February 5, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 16 [FINAL]

Final Chapter
Yang Terakhir


Pagi hari, di hari sabtu. Mata gua terbuka perlahan-lahan. Menyadari bahwa hari sudah pagi karena matahari sudah langsung memanasi wajah gua. Gua tiduran tengkurap dengan selimut hanya menutupi sampai pinggang saja. Sepupu gua yang luar biasa itu pastinya sudah bangun. Dia selalu bangun pagi. Disiplin. Beda sama gua yang masih keranjingan sindrom awal kuliah—bangun siang.
    Seperti biasa, gua mengulet-ulet dulu di kasur untuk memastikan bahwa gua sudah seutuhnya bernyawa. Lalu setelah merasa segar akhirnya gua turun dari tempat tidur. Berjalan keluar dari kamar Jhosua menuju ketempat dimanapun Jhosua berada. Ternyata dia sedang menyeduh teh di dapur. Hahaha.... pantat yang keras dan terbentuk indah itu jelas terlihat dari posisi gua. Penisnya yang sepertinya setengah sadar tampak mengintip dari balik paha Jhosua.

   “Eh udah bangun lo.” Kata Jhosua ketika menyadari kehadiran gua.

   “Hehehe... iya.” Gua menjawab dengan cengengesan.

   “Semalem tangan lo ya, kemana-mana. Kaki lo juga kemana-mana.” Kata Jhosua sambil membawa teh hasil buatanya ke meja makan yang terbuat dari kaca itu.

   “Yang bener lo?”

   “Iya, tangan lo meluk-meluk gua. Kaki lo juga. Kaya gua ini bantal guling aja.” Kata Jhosua sambil tersenyum kecil.

   “Yaaa... maklum... biasanya meluk bantal guling. Lagian badan lo kan rada-rada mirip sama bantal guling.” Gua ikutan menyeduh teh seperti yang dilakukan Jhosua. “Terus pas gua begitu elo ngapain?”

   “Hehehe... ya gua bales meluk kaya lo aja. Jadi kita tiduran peluk-peluk kan. Lucu deh. Coba kalo kalo difoto. Hahahah...”

   “Hahaha...” gua ikutan tertawa. Sepupu gua ini memang senang membuat segala sesuatu jadi lucu. “Iya-iya, coba kalo difoto. Terus dipigurain. Abis itu gantung didinding.”

   “Iya, fotonya yang segede-gede gaban. Keren tuh.”

   “Hahaha... gila lo.” Gua membawa teh buatan gua ke meja dan duduk diseberang Jhosua. “Elo nggak ada acara hari ini?”

   “Ada sih, gua mau party sama temen-temen. Tapi masih entaran sore. Elo?”

   “Gua mau seharian dirumah. Nyelesaiin tugas-tugas gua, Jhos. Udah mau Garis Mati soalnya.”

   “Deadline kaleeee....”

   “Yaaa... begitulah maksud gua.”

    Obrolan-obrolan ringan tersebut masih terus berlangsung sampai sekitar pukul 9 pagi. Setelah puas ngobrol kita berdua memutuskan untuk mandi bersama. Tidak ada kegiatan seksual selama proses ini. Sejauh yang dilakukan hanya saling menggosok punggung saja.

***

   “Ga, muka lo kenapa tuh? Mejikuhibiniu begitu?” kata Devon teman kelas gua.

   “Lebay lo. Emangnya gua pelangi.”

   “Iya tapi kenapa tuh muka lo bonyok-bonyok begitu. Ini juga, elo kenapa juga Raf, biru-biru begitu.”

Hari senin gua kembali masuk kampus. Pagi itu tampak kelas penuh, tidak seperti biasanya. Jelas. Karena ini adalah hari-hari terakhir kuliah. Biasanya mahasiswa pada kembali bermunculan. Entah untuk mengumpulkan tugas, atau sekedar memenuhi absen-absen atau mendapat kisi-kisi. Pokoknya pagi ini kelas tampak penuh.
    Gua dan Rafael duduk bersebelahan. Suatu kemajuan bagi diri gua. Karena bisa saja hal ini berujung pada semakin membaiknya hubungan gua sama Rafael. Namun sejak awal bertemu sampai kegiatan belajar dimulai dia belum berbicara apapun.
Rafael hanya tersenyum saja waktu ditanya. Si Devon kembali mengarah ke gua.

   “Eh juru bicaranya Rafael, kenapa tuh si Rafael. Kalian berdua kok kompakan sih bonyoknya. Biru-birunya sama banyaknya.”

   “Gua tuh sama dia abis latihan Taek Kwondo, pas Sparing kita berdua terlalu nafsu jadinya beneran. Tapi seru kok. Jadi kaya Fight Club gitu. Gua Brad Pitt nya si Rafael Edward Nortonnya.”

   “Yeee... gua serius nih. Elo lagi gak ada masalah kan?”

   “Enggak ada.”

   “Lagian elo berdua gimana sih, kok Sparing taek kwondonya beneran.” Si Chella, salah satu cewek cantik di kelas yang menyimpan perasaan terhadap Rafael ikut gabung. “Kasian tau si Rafael mukannya jadi nggak bagus. Elo juga. Muka kalian udah ganteng, jangan dirusak-rusak lah. Abis deh objek pemandangan gua kalo kaya gini terus.”

   “Entar gua kasih foto gua aja sama Rafael. Kan yang difoto muka gua mulus-mulus. Plus tanda tangan dah.” Kata gua.

   “Najong.”

    Dosen Pengantar Ilmu Komunikasi gua sedang memberikan kisi-kisi mengenai apa-apa saja yang akan keluar pada saat Ujian Akhir Semester nanti. Para mahasiswa mendengarnya dengan kusyuk dan mencatat setiap kata yang keluar dari mulut dosen tersebut. Lalu setelah kelas usai para siswa langsung berebutan mendekati dosen untuk mendapatkan file-file pelajaran dari labtop sang dosen. Dan dalam sekejap puluhan USB sudah berserakan dimeja dosen. Dosennya panik. Hahaha...
    Kelas berikutnya berlangsung setelah kelas pertama tanpa ada jeda. Kembali gua duduk bersebelahan dengan Rafael dan kembali dia tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Hebat banget sih nih cowok, betah banget diem dari jam 8 pagi sampai sekarang mau jam 11 siang. Atau jangan-jangan gua yang kurang peka ya? Atau dari tadi dia berbicara melalui nafasnya... bahasa isyarat mungkin. Atau dia sedang bertelepati... Rafael kan orangnya rada-rada aneh, hehehe...
    Pelajaran pada kelas kedua sama saja dengan yang pertama. Sang dosen hanya mengulang-ngulang pelajaran. Namun yang diulang adalah yang kira-kira (sebenarnya yang pastinya) akan keluar pada saat UAS nanti. Yang hadir juga sama banyaknya dengan kelas yang pertama. Dan pada akhir kelas USB pun kembali bertebaran di meja dosen. Mesti nunggu lama nih biar gua bisa ngambil USB gua lagi dengan tambahan dari dari meja dosen. Secara slot USBnya Cuma ada 4 sementara USBnya ada lebih dari 20. Akhirnya gua terpaksa duduk menunggu, disebelah Rafael si manusia stupa tanpa berinteraksi layaknya manusia. Ada baiknya gua belajar telepati, mungkin saja Rafael sedang melakukannya saat ini.
    Lima Belas Menit Kemudian...

   “Ga, kita perlu bicara pas keluar dari kelas ini.” Rafael akhirnya berbicara. Dia akhirnya melakukan interaksi pertamanya tarhadap manusia pada jam 12.14 siang ini. Luar biasa.

   “Mau ngomong apaan, Raf?” gua menanggapi seramah dan sebaik mungkin.

   “.....”

    Dia kembali menjadi Stupa.

***

Keluar dari kelas gua mengikuti Rafael kemanapun dia melangkah. Dia ternyata membawa gua ketempat dimana kita terakhir berduaan... tepatnya berkelahi. Lantai 10 seperti biasa tanpa penghuni. Rafael terus berjalan menuju ke salah satu ujung lantai 10 dimana jendela-jendeal besar yang bersih membawa cahaya masuk kedalam.
    Dia berhenti, gua berhenti. Kita berdua lalu diam.

   “Gua mau minta maaf soal kemaren. Soal kita berantem kemaren, ga.” Rafael mengawali pembicaraan.

   “Oh... ya udah. Sama. Gua juga mau minta maaf buat yang kemaren.” Kata gua.

   “Gua tau, belakangan ini diantara kita sudah mulai kurang kecocokannya. Gua merasa semakin jauh sama elo. Padahal kita berdua selalu berdekatan. Tapi... entah kenapa gua masih merasa jauh sama elo.”

    Gua masih saja diam mendengarkan. Bingung mau memberikan respon apa.

    Rafael juga diam. Tampak melihat pemandangan diluar jendela. Jakarta dilihat dari lantai 10 gedung ini ternyata sangat indah. Gedung-gedung menjulang tinggi bak menusuk langit dan jalan-jalan dengan pepohonan disela-selanya. Mobil-mobil melaju cepat dan hiruk-pikuk manusia yang terlihat bagaikan semut dari lantai ini.
    Cukup lama Rafael menatap keluar sampai akhirnya ia kembali menyorotkan mata tajamnya ke wajah gua. Menatap gua tanpa arti seakan sudah terlalu jemu.

   “Gua rasa... kita harus berpisah.” Kata-kata itu keluar dengan begitu datar.

    Kembali gua harus bingung memberikan respon apa. Gua hanya bisa mematung diam dengan mata gua yang tak henti-hentinya menatap dirinya. Seolah mata gua lah yang berusaha memberikan respon, bukan mulut gua. Seluruh tubuh gua seakan diam. Ruang-ruang psikologis gua dipenuhi oleh kekosongan sampai tidak bisa memberikan respon yang baik terhadap situasi ini. Hasilnya, gua hanya diam bagaikan manekin toko baju dengan mata menatap sang costumer.
    Peluru kedua diluncurkan.

   “Semester besok gua akan kuliah malam. Dan gua harap elo jangan ikutan kuliah malam. Dan gua juga tau bahwa UAS nanti kita Cuma akan sekali berada dalam satu ruangan.”

    Kini gua merasa Rafael benar-benar ingin meninggalkan gua. Menjauh dari gua dan melupakan gua. Membuat diri gua kini diliputi oleh rasa bingung, kalut dan gejala akan menangis.

   “Setelah ini... gua mohon untuk tidak berada didekat gua. Jangan duduk didekat gua. Anggap gua seperti pertama kali elo melihat gua. Biarkan gua menyendiri.”

    Lalu Rafael diam. Kini gua mengumpulkan segenap kekuatan gua. Berusaha melepaskan diri dari keadaan mematung gua. Mengarahkan seluruh kemampuan gua menuju mulut dan berusaha berkata.

   “Kenapa elo lakukan semua ini Raf?”

   “Karena gua nggak sanggup menghadapi semua ini. Gua nggak sanggup sama elo. Gua berusaha melupakan elo.”

   “Kenapa begitu?”

   “Elo enggak tau. Setiap malam gua gak bisa tidur gara-gara mikirin elo. Gua kepikiran sama elo terus. Wajah dan segala yang lo miliki telah merasuki seluruh hidup gua. Menjajah setiap detil diri gua dan merampasnya. Menjadikan gua... kecanduan.”

    Gua kembali harus mematung.

   “Elo itu... sesuatu yang membuat gua menggila. Lalu disaat gua benar-benar membutuhkan elo... elo menghilang. Disaat gua ingin sekali bersama elo, elo malah pergi ninggalin gua. Membuat diri gua tersiksa.

   “Dan sekarang, gua pengen keluar dari belenggu elo, Ga. Gua pengen lepas dari siksaan psikologis yang elo berikan pada gua, tanpa elo sadari. Karena entah kenapa... bagi gua... elo seperti obat. Obat yang membuat penggunanya mengalami ketergantungan. Elo datangi gua saat gua menyendiri, memberikan sesuatu kebahagiaan yang nggak pernah gua rasain sebelumnya. Begitu senangnya gua sama elo sampai elo mendadak berubah dan sering menghilang. Ketika gua benar-benar membutuhkan elo, elo malah sulit didapatkan. Menjauh dan meninggalkan gua. Seakan elo berubah menjadi sesuatu yang mahal yang gak gua sanggup dapatkan. Sampai akhirnya merusak diri gua.

   “Dan sekarang... gua memutuskan untuk lepas dari ketergantungan yang telah elo buat sama gua. Gua ingin merehabilitasi diri gua.”

    Diam... hening yang tidak menyenangkan... menyedihkan. Selama beberapa saat.

   “Gua enggak tau kalo gua udah bikin elo seperti ini. Gua minta maaf. Tapi gua nggak bermaksud menyiksa elo, Raf. Gua juga sayang sama elo. Elo tuh sahabat gua.”

   “Tapi bagi gua... elo berbahaya. Gua nggak mau mengalaminya.”

   “Kenapa...”

   “Tolong ngertiin gua, Ga.”

    Kembali lagi saling diam. Mencoba meresapi situasi ini. Mencoba mempersiapkan diri akan esok, dimana kita telah berubah menjadi dua orang asing.

   “Tapi... apakah kita masih bersahabat?” tanya gua.

   “Elo akan selalu menjadi sahabat gua. Elo selalu mendapat tempat yang paling spesial buat gua.” Kata Rafael, akhirnya nada-nada ketenangan dan kelembutan keluar dari mulutnya. Kata-kata itu tulus keluar dari hatinya.

    Rafael kemudian menatap gua dalam-dalam. Lalu perlahan-lahan ia mendekatkan dirinya. Semakin dekat dan dekat. Lalu ketika sangat dekat dia berhenti. Matanya menutup dan bibir tipisnya nyaris menyentuh bibir gua. Lalu diapun menjauh. Dan terus menjauh. Seakan dia tidak mau kembali terjerat dalam candu yang gua berikan.

   “Selamat tinggal, Ga...”

    Dan dipun pergi meninggalkan gua. Berjalan menuju lift dan menekan tombol. Sementara gua masih saja diam ditempat, mematung. Air mata gua menetes perlahan-lahan. Sahabat gua meninggalkan gua. Seseorang yang sangat gua sayangin kini telah melangkah jauh dari gua. Menunggu lift perpisahan dan terangkut menjauh dari gua.
    Terdengar suara lift tiba dan bunyi lembut geseran pintu lift. Gua masih belum berbalik dan menatap Rafael ketika ia masuk kedalam lift. Bunyi yang samapun kembali terdengar. Lift tertutup dan kini bergerak kebawah. Semakin jauh kebawah... semakin jauh mengasingkan kita berdua. Dan siang itu... gua telah kehilangan salah satu sahabat terbaik gua.

***

   “Eh gila, tugas hari rabu jangan lupa dibawa ya. Kalo enggak nama elo nggak gua catet loh.” Kata Dina, mahasiswa yang satu kelompok sama gua.

    Gua sedang duduk-duduk bersama-sama teman gua disalah satu tempat makan. Rafael tidak ada disana. Suasana disana ceria, teman-teman gua ketawa-ketiwi dengan obrolan mereka. Dan gua hanya ikut-ikut saja supaya tidak dibilang beda sendiri. Padahal pikiran gua dipenuhi oleh kejadian dua jam yang lalu.

   “Loh, kenapa hari rabu?” tanya gua, hanya sekedar formalitas aja.

   “Besok kan libur, tauuuuukkk... Tahun Baru Imlek.”

   “Oh ya gua lupa.”

   “Makannya, kadar otak sama kadar ganteng tuh diseimbangin.” Kata Lena, teman gua yang lain.

   “Gimana caranya?”

   “Ya dipikir.”

   “Dasar cewek aneeeeh...” kata gua.

   “Elu lebih aneh. Hahaha...”

    Dan kemerihan yang paradoks tersebut terus berlangsung sampai malam menjelang.

***

Gua membuka pintu apartermen sepupu gua dan masuk kedalam ketika jam menujukan tepat pukul 8 malam.

   “Akhirnya datang juga.” Jhosua yang sudah hanya bercelana dalam saja menyambut gua. Tumben-tumbenan.

   “Lama banget lo Ga pulangnya.” Dan ini yang bikin terkejut. Kiddo juga menyambut gua. Dia juga hanya bercelana dalam saja. Sekilas kedua orang yang datang bersamaan itu tampak luar biasa seksi dan menggairahkan. Jhosua yang sedikit lebih tinggi dari Kiddo berjalan berdampingan dengan salah satu temen terbaik gua. Dua-duanya sudah gua rasakan dan kini dua-duanya jalan bersamaan dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Kedua-duanya berwarna putih. Kedua-dua berbada seksi atletis. Dan kedua-dua tampan.

   “Ada apa nih?” tanya gua bingung.

   “Udaaaaah, diem aja. Kan besok libur. Kita hepi-hepi aja disini.” Kata Jhosua, dia melepaskan tas selempang gua lalu menarik kaos gua keatas.

   “Iya, lagian kita udah pesan makanan kok. Dan lainnya udah siap.” Saut Kiddo sambil melepaskan gesper dan celanan jeans gua.
    Lalu kita bertiga berjalan bersama-sama menuju meja makan. Dimana makanan sudah tersedia. Pastinya ini pesanan dari restoran bawah. Kebetulan sih. Gua juga laper. Tadi sore mah Cuma santai sore. Maka puding cokelat aja satu potong. Mana kenyang. Kita bertiga pun menyantap makanan bersama-sama.
    Gua sempat bertanya bagaimana ceritanya. Ternyata mereka sempat bertemu di lobi. Tepatnya masuk kedalam gedung bersamaan. Lalu saling berbincang dan topiknya berlanjut mengenai tabungan. Rupanya berkat perbincangan yang diselipi promosi oleh Kiddo, Jhosua akhirnya tertarik buat membuka tabungan di bank tempat Kiddo bekerja. Dan untuk lebih mengerti lagi Jhosua mengajak Kiddo untuk berbincang lebih jauh lagi diaparte-mennya. Dan karena Kiddo sudah tau mengenai tradisi gua dan Jhosua kalo tiba diapartermen, diapun tanpa sungkan menanggalkan pakaiannya. Jhosua pun tidak masalah. Dan beginilah akhirnya... tiga orang bercelana dalam makan bersama dimeja makan.
    Setelah makan malam berlalu kita bertiga menghabiskan waktu ngobrol bersama. Ketawa-ketawa bersama dan seru-seruan bersama. Lalu entah kenapa. Mendadak perbincangan menjurus kearah seks yang berakhir pada acara nonton bokep bersama.
    Kita bertiga duduk di sofa. Gua dan Jhosua duduk disofa yang sama dan Kiddo duduk disofa seberang. Film yang ditayangkana dalah bokep straight. Awal-awal tampak biasa saja. Belum ada tonjolan yang berarti. Lalu pada menit-menit berikutnya dapat gua lihat tonjolan mulai bermunculan dibalik celana dalam kita bertiga. Lalu mendekati pertengahan film kita bertiga sudah bermain-main dengan penis masing-masing.

   “Jhos... boleh nggak?” tanya gua ketika melihat penis Jhosua yang sudah tegak dan keras.

    Jhosua mengangguk. Dan kepala gua pun meluncur kebawah. Kiddo sejenak tampak terkejut karena Jhosua bersedia gua hisap. Namun dia hanya bisa diam. Lima menit kemudian.

   “Ga, gua mau dong dihisep.” Kata Kiddo.

    Gua mencabut mulut gua dari penis besar dan panjangnya Jhosua. “Elo pindah gih kesini. Biar bisa gantian gua hisap.”

    Kiddo pun beranjak dan duduk disebelah Jhosua. Mereka berdua duduk dekat sekali sampai-sampai kedua lengan kekar mereka saling menempel. Gua pun beralih ke penis Kiddo. Selang-seling bergantian gua menghisap penis mereka berdua.
    Setengah jam berlalu saat posisi berubah. Gua menghisap penis Jhosua dan Kiddo menghisap penis gua. Desahan nafas Jhosua sudah lama terdengar. Karena hanya dialah yang tidak menghisap penis.

***

    Lewat pukul sebelas malam. Sudah satu jam waktu habis hanya untuk pemanasan saja. Dan kini waktunya babak utama. Dikamar Jhosua kita bertiga bercinta. Saling menyodok dan disodok. Bagaikan disurga kita bertiga tenggelam dalam syahwat yang birahi kenjatanan. Jhosua menyodok pantat gua dan gua menyodok pantat Kiddo. Lalu berganti posisi dimana Kiddo menyodok pantat gua dan gua menyepong penis Jhosua. Kiddo dan Jhosua tidak berciuman.
    Kembali lagi berganti dimana Jhosua kembali bersedia gua sodok dan penis Kiddo mendapat servis dari mulut gua. Jhosua tidur tengkurap dan gua menyodok pantatnya. Lalu Kiddo berdiri didepan gua dan gua menghisap penisnya. Jhosua ternyata masih cukup sakit ketika gua menyodoknya. Namun ada rasa nikmat didalam desahannya.
    Kembali posisi berubah dimana, Jhosua tidur terlentang dan gua berada diatasnya menunggunginya. Jhosua menyangga tubuh gua sementara penisnya menyodok-nyodok pantat gua. Kiddo masih saja berdiri dan mendapatkan servis sepongan dari gua. Dapat gua dengan Jhosua dan Kiddo saling mendesah.
    Kembali posisi berubah. Kita bertiga berlutu bersama. Jhosua mnyodok pantat gua dan gua menyodok pantat Jhosua. Jhosua tidak mau menyodok Kiddo karena masih memegang omongannya kemarin dan Kiddo juga tampak tidak mau disodok penis Jhosua karena penis Jhosua lebih besar dan lebih panjang dari punya gua.
    Kali ini gua secara suka rela menjadi mainan seks mereka. Tanpa penolakan gua bersedia disodok pantat gua. Gua bersedia menghisap penis mereka. Karena gua menyayangi mereka berdua. Kiddo menciumi gua senafsu yang ia bisa. Begitu juga dengan Jhosua. Penis-penis mereka secara bergantian menyodok pantat gua dan memasuki mulut gua. Desahan-desahan birahi senantiasa gua dengar dari mulut mereka berdua. Kiddo tiduran dan mengatur pantat naik turunnya pantat gua dengan penis didalamnya. Dan mulut gua terus bekerja menghisap penis Jhosua. Malam ini benar-benar luar biasa.
    AC dikamar Jhosua dimatikan sehingga membuat suasana menjadi panas namun seksi. Keringat-keringat dari kita bertiga mengucur deras dan membasahi tubuh kita. Kita bertiga jadi terlihat semakin seksi dan hot.
    Lalu ketika lewat pukul dua belas malam kita bertiga sepakat untuk menuju puncak dari permainan luar biasa ini. Gua tiduran terlentang dan Jhosua menyodok pantat gua. Sementara gua dan Kiddo beronani bersama-sama. Butuh waktu sekitar dua menit sampai akhirnya sperma kita berdua keluar dan membasahi tubuh gua. Kita berdua tampak mengejang hebat seakan terkena ayan karena sangkit dasyatnya sensasi orgasme yang kita berdua rasakan. Sesekali pantat gua menjepit-jepit penis Jhosua karena efek dari orgasme tersebut. Lalu setelah semuanya selesai kita kita tinggal menunggu Jhosua.
    Jhosua menarik penisnya dari pantat gua dan mencabut kondomnya. Gua dengan suka rela mengocok-ngocok penis Jhosua sampai spermanya keluar. Seperti kemarin dia juga mendesah hebat. Dan tembakan spermanya begitu banyak sampai terkena muka gua. Kental dan putihnya sperma Jhosua yang begitu banyak membanjiri badan gua. Jhosua tampak mengatur nafas setelah orgasme hebat tersebut. Kiddo dengan inisiatif sendiri mencari handuk dan langsung membersihkan badan dan wajah gua dan banjir sperma.
    Jhosua kemudian mencium gua. Cukup lama dan penuh kelembutan. Lalu ia berbaring disebelah gua. Dan Kiddo berbaring disisi yang lain. Kita bertiga diam menikmati malam ini dan menikmati bernafas dengan bebas dan santai setelah pengalaman luar biasa tadi.

***

Pagi hari. Mata gua terbuka perlahan. Menikmati sejuknya udara kamar yang sudah kembali berpenyejuk. Melihat dua orang pria tampan tidur telanjang di kiri dan kanan gua. Maka gua tersenyum.
    Lalu kemudian Jhosua terbangun. Yang dipandang pertama kali adalah gua. Wajahnya yang lugu ketika bangun membuat dirinya terlihat sangat manis. Gua menyapanya dengan senyuman... dan berikutnya dia membalasnya dengan senyuman. Gua tahu... kebahagian dimulai pagi ini.
    Pagi ini pastinya akan sangat menyenangkan. Libur sehari ini akan dihabiskan bersama-sama dengan bersenang-senang. Bermain bersama, ngobrol bersama dan seru-seruan bersama. Menghilangkan stress dan masalah-masalah untuk sementara dan tenggelam dalam suasana senang dan bahagia. Dan rasanya... semuanya tak akan pernah berakhir...



Bersambung Ke Season 2