Thursday, January 29, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 15

Pukul 11 Malam


Sepupu gua yang tampan dan bertubuh atletis itu berdiri didekat tempat tidur gua. Dia hanya mengenakan celana dalam putih dan selain itu tidak ada lagi yang ia kenakan. Dari mata gua dapat melihat jelas tonjolan besar didaerah penisnya itu. Dan gua pastikan penisnya Jhosua masih tidur karena kalau sudah mulai bangun tonjolannya bisa lebih besar lagi dari itu.

   “Gua mau minta maaf untuk semua yang udah gua lakukan sama elo selama ini.” Jhosua kembali berbicara. Earphone sudah gua lepaskan sejak ia datang dan kini gua duduk bersendar ditempat tidur gua. “Memang seharusnya gua nggak melakukan itu sama elo.”

    Gua masih diam saja dan terus menatap sepupu gua yang kalau dalam setuasi lain bisa langsung membuat gua menurunkan celananya dan menghisap penisnya. Setiap detik dia selalu tampil seksi. Kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun.

   “Memang pada awalnya gua bener-bener kaget dan nggak bisa menerima kenyataan kalo elo... seorang biseks.” Kata Jhosua. “Saat gua pertama kali melihat elo dalam kondisi waktu itu, yang gua rasa adalah kekecewaan, marah dan merasa dibohongi.
   “Gua kecewa karena elo buka seorang sepupu... seorang pria yang selama ini gua pikirkan. Elo bukan pria normal. Namun yang membuat gua jauh lebih kecewa adalah... elo nggak bilang dari awal soal keadaan elo. Elo nggak cerita sama gua tentang diri elo semuanya.
   “Dan jikapun elo lakukan itu, gua memang akan sulit merimanya. Namun suatu saat gua pasti menerima keadaan elo. Sayangnya elo nggak begitu. Elo udah ngebohongin gua.”
   “Jujur, pada saat gua melihat elo dengan Kiddo waktu itu. Hal pertama yang ingin gua lakukan adalah menendang elo berdua keluar jendela. Gua sangat emosi saat itu.”

    Gua masih saja diam. Perasaan bersalah gua mendadak muncul. Yang dikatakan Jhosua benar, seharusnya gua memberitahu dia sejak awal mengenai keadaan gua. Seharusnya gua terbuka sama dia. Karena dia sudah begitu mempercayai gua, namun guanya yang belum mempercayai dia. Karena seharusnya, Jhosua lah orang yang paling gua percaya. Sekarang hati gua seakan remuk, kata-kata jujur dan apa adanya dari Jhosua tadi seakan meresap kedalam relung-relung hati gua dan meremukannya. Bukan karena perkataannya, namun karena diri gua sendiri.

   “Gua akhirnya melampiaskan segala kemarahan gua sama elo dengan berbagai cara seperti yang gua lakukan dan yang elo alami sebelum-sebelumnya. Karena waktu itu pandangan gua terhadap diri lo benar-benar berubah. Elo menjadi begitu rendah dimata gua, sehingga gua menyamakan diri elo sebagai budak.”

    Jhosua tampak diam dan menghela nafas. Seakan apa yang dia ucapakan dari tadi telah menghabiskan seluruh energinya. Dan gua masih belum memberikan respon apa-apa selain diam dan terus menatap wajahnya. Wajahnya! Bukan tonjolan penisnya!

   “Namun... semakin lama gua semakin sadar dan semakin bisa belajar. Bahwa mungkin elo telah memilih jalan hidup lo seperti ini. Bahwa gua harus bisa menerima keadaan elo sekarang. Bahwa elo pun begini bukan karena kemauan elo.

   “Gua juga semakin sadar apa yang gua lakukan kemarin-kemarin nggak bisa elo maafin. Gua udah terlalu kejam dan jahat sama elo. Gua udah menyamakan elo dengan binatang atau puh manusia paling rendah dimuka bumi ini. Merasa suci dan benar sendiri. Padahal itulah yang membuat martabat gua sebagai seorang manusia jatuh ketempat yang paling nista.

   “Maka dari itu gua mau minta maaf atas semua kesalahan gua sama elo.”

    Sepupu gua itu kemudian berjalan naik ketempat tidur gua. Bisa gua rasakan dirinya semakin dekat sama gua. Wajahnya semakin dekat dan terus mendekat, semakin dekat sampai gua bisa melihat mata cokelatnya, dan bibir bersihnya.
    Jhosua mencium gua.
    Bibirnya yang tidak pernah bersentuhan dengan rokok mengecup bibir gua. Lembut dan penuh perasaan. Seakan Jhosua mencium seseorang yang sangat ia sayangi. Lalu ia menghentikannya.

   “Gua akan menebus semua kesalahan gua.” Dia berkata dengan senyuman paling manisnya.

    Dan yang membuat gua terkejut, takjub, kaget dan seakan semua ini adalah keajaiban. Yang membuat gua, entah apa yang harus gua bilang lagi selain, kagum, kaget, terharu, simpati dan lain-lain terhadap sepupu gua ini. Jhosua menurunkan celana dalam gua. Memperlihatkan penis gua yang sudah dalam kondisi bangun. Mata gua masih saja menatap kejadian yang tak terduga itu. Benar-benar tidak pernah gua bayangkan sebelumnya.
    Mulut Jhosua yang merah itu perlahan-lahan mendekati penis gua yang mendadak menjadi keras dan tegak. Gua menahan nafas dengan mata melebar. Lalu akhirnya mulut Jhosua menyentuh penis gua. Terus dan terus membiarkan batang kejantanan gua itu masuk kemulutnya. Lalu mulai menghisapnya.
    Hisapan Jhosua tampak lugu karena tidak ada gaya atau kemampuan blow job pun yang ia lakukan. Seperti seseorang yang baru belajar menghisap penis. Namun bagi gua itu sudah membawa gua terbang ke awan-awan. Membuat gua merasakan sensasi lain yang luar biasa. Dan Jhosua terus menghisap.
    Cukup lama dia memberikan servis mulutnya ke penis gua sampai akhirnya dia menarik mulutnya dari penis gua. Kembali tersenyum dan menatap gua dengan pandangan ramah dan kasih sayangnya lalu berkata, “Mari kita bercinta.”
    Gua juga tersenyum dan akhirnya ikut hanyut dalam siraman nafsu birahi yang terjadi malam ini. Pukul 11 malam dan hawa panas birahi antara dua lelaki semakin membuat kamar gua menjadi penuh dengan nafsu seksual yang tinggi.
    Gua memutar tubuh Jhosua dan menindihnya. Dapat gua rasakan penis gua saling bertindihan dengan penis Jhosua. Sepupu gua itu tampak dia dan pasrah namun bersedia. Lalu gua menciumnya. Begitu nafsu dan begitu luar. Segala apa yang gua dambakan dan impikan selama ini gua keluarkan sekarang. Jhosua tampak memberikan respon dengan membalas sama nafsu dan liarnya dengan gua. Mungkin dia sedang memainkan fantasi seksualnya yang lain yang belum pernah ia coba selama ini. Bercinta dengan pria.
    Lidah gua dan dia saling bermain. Gua merasakan kedua tangan Jhosua meremas-remas pantat pejal gua dengan sekuat tenaga. Yaa... nafsu birahi telah membakar kita berdua. Gua lalu mencupang leher-lehernya. Yang membuat nafsu gua semakin tidak karuan.
    Setelah puas dileher gua turun kedadanya, dimana dua buah puting dari dada yang bidang dan berisi telah siap untuk gua hisap. Walaupun gua sudah terbakar nafsu namun gua masih ingin terus memompanya, agar Jhosua semakin dibakar api seksual dan membuatnya semakin menggila.
    Terus turun menuju hidangan utama. Penis Jhosua sudah tegak sehingga celana dalamnya tidak sanggup lagi menutupinya. Gua menarik dengan kasar celana dalam itu sampai terdengar bunyi seperti robekan, namun gua tidak mempedulikannya, kelezatan tubuh Jhosua sudah membuat gua tidak sabar lagi. Lalu gua berhenti dan terpana.
    Sebuah batangan penis yang tegak dengan ujung yang lebih besar seperti kepala jamur. Berwarna merah dan keras. Bola-bola testis yang besar dan diselimuti bulu-bulu kelamin yang membuatnya tampak semakin menggairahnya.

   “Hisap lah, Ga.” Kata Jhosua.

    Gua langsung menghisapnya. Sekuat tenaga dan semampu gua menghisapnya. Yang langsung membuat Jhosua mendesah keras karena nikmat. Bibir, lidah dan kemampuan gua bekerja maksimal sekarang. Tangan kanan gua meremas-remas testisnya yang besar-besar itu dan tangan kiri gua meraba-raba dada Jhosua. Penis Jhosua gua hisap seperti menghisap susu dalam botol, gua jilat seperti menjilat es krim cokelat yang lezat. Benar-benar nikmat.
    Kita berdua terus merasakan nafsu dalam ketelanjangan kita. Sudah lima belas menit gua menikmati nikmatnya batangan daging kejantanan Jhosua itu dan terpaksa gua hentikan kerena permintaan Jhosua. Gua dan dia sama-sama berlutut ditempat tidur dan saling berciuman. Kedua-keduanya saling aktif dan nafsu. Gua meremas-remas penis Jhosua dan begitupun sebaliknya.

   “Tunggu sebentar, gua mau ngambil kondom.” Kata Jhosua.

    Jhosua masih sempat mencium gua lagi sebelum akhirnya pergi ke kamarnya melalui kamar mandi. Akhirnya... akhirnya penis Jhosua akan kembali menusuk gua. Kali ini bukan karena paksaan, bukan karena status gua sebagai budak. Tetapi karena sama-sama mau. Karena gua sebagai seseorang yang disayangi. Dan gua siap menerimanya kesakitannya dan juga kenikmataannya. Gua benar-benar siap.
    Jhosua kembali dengan membawa sekotak kondom fiesta dan mengeluarkan salah satunya. Naik ketempat tidur dan kembali mencium dan memeluk gua dengan penuh nafsu. Namun sesuatu terjadi... kembali diluar dugaan. Jhosua memasangkan kondom itu dipenis gua. Oh ya ampuuun...

   “Elo... elo siap jhos?” tanya gua masih tidak percaya.

   “Gua siap.”

    Gua liat kedua matanya menunjukan kesiapan namun juga rasa gugup. Gua letakan telapan tangan gua didadanya. Detak jantung terasa waktu itu.

   “Kalo elo belum siap, enggak usah juga gak apa-apa. Jhos.” Kata gua.

    Jhosua, entah kenapa senang sekali mencium gua. Dia mencium gua dulu sebelum berkata. “Malam ini gua milik elo sekarang. Malam ini gua menyerahkan diri gua sama elo jhos. Gua siap buat segalanya.”
    Kemudian Jhosua berbalik dan bersiap dalam posisi merangkak. Pantatnya yang montok dan berisi itu sudah menghadap kewajah gua. Gua bangkit dan berlutut didepan pantat Jhosua. Menempelkan penis gua kelubang pantatnya. Sebelumnya gua meludahinya agar licin, lalu gua siap memasukannya. Perlahan-lahan, kepala penis gua yang memiliki bentuk bagaikan kepala jamur seperti yang dimiliki Jhosua mulai memasuki lobang perjaka Jhosua. Kedua tangan Jhosua tampak meremas sprei tempat tidur gua.

   “Terus masukin ga.” Kata Jhosua yang bercampur usaha menahan sakit.

    Penis gua terus masuk kedalam dan terus masuk sampai akhirnya semuanya lenyap didalam pantat Jhosua. Lalu perlahan-lahan gua melakukan garakan maju mundur. Semakin lama semakin cepat sampai akhirnya gua melakukan dalam kecepatan normal.
    Penis gua terus menyodok pantat Jhosua sementara kedua tangan gua memeluk dada Jhosua dan bibir gua mengecup punggungnya. Jhosua mendesah-desah, entah itu karena sakit atau dia mulai merasakan kenikmatannya.
    Sepuluh menit berlalu dan gua mencabut penis gua dari pantat Jhosua. Jhosua berbalik dan tidur dalam posisi terlentang. “Sodok lagi ga!”
    Gua melebarkan kedua kaki Jhosua, mengangkatnya sampai diantara kepala gua. Memasukan kembali penis gua kedalammnya. Kali ini gua bisa melihat wajah Jhosua. Ia menutup mata namun mulutnya sedikit terbuka dan dia tampak mengatur nafas. dan ketika penis gua masuk seutuhnya mendadak tangan Jhosua memegang tangan gua. Seperti sepasang kekasih sedang bercinta, seperti itulah gua dan Jhosua sekarang ini. Gua dan Jhosua mendesah nikmat bersamaan. Lalu gua menunduk dan mencium dia. Jhosua terus membalasnya. Dia dibakar nafsu, gua dibakar nafsu. Kita berdua semakin liar bercinta.

    Tangan kiri Jhosua mencengkram kepala gua dan tangan yang lain memeluk tubuh gua.

   “Jangan berhenti... jangan berhenti ga. Gua suka... gua menyukainya!” kata Jhosua disela-sela ciuman. Dan gua terus menyodoknya. Terus menciumnya dan terus memeluknya.

    Sudah setengah jam berlalu sampai akhirnya gua memutuskan tiba saatnya bagi Jhosua untuk menusuk gua. Gua lagi-lagi menciumnya dan penis gua serta penis Jhosua saling bergesekan. Menimbulkan sensasi yang bisa saja berujung pada orgasme.

   “Ayo jhos, elo sodok gua sekarang. Sodok gua sekarang juga.” Kata gua.

    Seperti anak lugu dan patuh Jhosua mengangguk dan memasang kondomnya dipenisnya. Lalu memasukan secepat mungkin penisnya kepantat gua. Gua sempat menjerit namun langsung sirna lenyap dalam kenikmatan. Gua semakin menggila. Desahan gua semakin tidak karuan. Rasanya benar-benar nikmat sekali seakan tubuh gua mau pecah karena kenikmatan itu. Gua pandang lagi lekat-lekat pria luar biasa yang sedang menusuk gua itu. Wajahnya yang tampan dan macho, dadanya yang bidang, otot-otot seksi ditangannya, perutnya yang menonjolkan enam tonjolan otot dan penisnya yang besar, panjang keras dan sedang menusuk gua. Gua masih tidak percaya. Dahulu yang bagi gua bercinta dengan Jhosua seperti mimpi disiang bolong, sekarang gua sudah merasakan Jhosua seutuhnya. Gua sudah merasakan setiap inci tubuhnya. Setiap detilnya dan organ kejantanan kebangaannya sudah gua nikmati semua. Pantat perjakanya yang belum pernah ditusuk apapun sudah gua sodok untuk pertama kalinya.

   “Iga... gua akuin. Semua ini rasanya nikmat sekali. Luar biasa!” kata Jhosua bercampur dengan desahannya.

   “Cium bibir gua, jhos!” kata gua.

    Jhosua langsung merunduk dan mencium gua. Tidak hanya itu, dia juga menjilat wajah gua lalu mencupang leher gua. Meraba-raba dada bidang gua dan paha gua. Ia juga mengocoki penis gua dan sodokannya semakin menggila.

   “Ayo kita bermain diluar.” Ajak Jhosua.

    Gua dan Jhosua sambil berciuman berjalan keluar kamar. Menuju ke balkon dimana pemadangan malam dan angin malam berhembus lembut. Salah satu tempat seks yang gua suka. Bercinta diluar ruangan. Jhosua duduk dikursi dan pantat gua naik turun. Lalu kembali berpindah menuju dapur, dimana gua menunging menunjukan pantat gua dan Jhosua kembali menusuknya. Seperti anjing gua mengangkat salah satu kaki gua. Desahan-desahan kenikmatan terus terdengar.
    Sofa ruang tv menjadi perhentian wisata seksual kita berikutnya. Kali ini kembali gua menyodok Jhosua karena sepertinya dia semakin menyukainya. Liar dan liar gua menyodok Jhosua. Tampak cowok seksi itu menikmati betul sodokan gua. Matanya terpejam dan nafasnya keluar masuk dengan cepat. Peluh dan keringat telah membasahi tubuh kami sehingga tubuh kita berdua menjadi licin dan lembab. Namun itu malah semakin meningkatkan rangsangan seksual kita berdua.

   “Terus... terus ga... Teruuuss... aaaaah.... nikmat banget... haaaah....” desah Jhosua karena telah hanyut dalam birahi. Dan gua terus menyodoknya. Membiarkan penis gua menerobos lubang perjaka itu dan memberikan Jhosua kenikmatan bercinta yang tiada tara.

    Sepuluh menit berlalu dan gua sudah dipangku Jhosua dengan penis Jhosua menusuk pantat gua. Tak henti-hentinya gua dan dia berciuman saat itu seakan berciuman adalah hal paling menyenangkan yang bisa bibir kita berdua lakukan.
    Lalu dengan kekuatannya, akibat dari rajinnya ia fitnes. Jhosua mengangkat tubuh gua. Berjalan dengan penis masih menyatu dengan pantat gua dan kita berdua masih berciuman menuju ke kamar Jhosua.
    Begitu tiba ditempat tidur Jhosua menidurkan gua dan penisnya kembali menusuk-nusuk pantat gua. Dan selama lima belas menis kegiatan itu terus berlangsung.
    Sudah lebih dari satu jam dan sekarang gua sedang menghisap penis Jhosua dengan semangat 45. Badan Jhosua dari tadi senantiasa menggelinjang tidak karuan. Desahan nafasnya semakin tidak karuan. Pinggulnya bergoyang-goyang karena efek dari hisapan maut gua. Kedua tangannya mencengkram sprei yang sudah berantakan oleh aksi beringas kita berdua.
    Badan Jhosua begerak dan mendekati penis gua. Kita sekarang melakukan posisi 69. Jhosua kini mulai berusaha memberikan variasi-variasi dalam menghisap, setelah melihat gaya blow job gua yang luar biasa. Jari telunjuk tangan kanan gua menyodok-nyodok lubang pantat Jhosua dan tangan yang lain meremas-remasnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jhosua.

   “Ayo kita ke kamar mandi.” Kata Jhosua. Lalu sambil berciuman dan mengocok penis lawan kita berdua berjalan menuju kamar mandi. Sedari tadi kita berdua tidak bisa lepas satu sama lain. Selalu saling bersentuhan dan berciuman.

    Di kamar mandi gairah seksual semakin menjadi manakala air juga ikut menambah panasnya suasana. Saling berciuman, saling mengcupang, saling memeluk, saling mengocok dan meremas pantat, itu semua terjadi dibawah siraman air mancur. Lalu kemudian pancuran dimatikan. Kita berdua kembali bersodomi ria dilantai kamar mandi.
    Dua jam sudah berlalu saat gua dan dia memutuskan untuk mengeluarkan isi kita bersama-sama. Maka kita berdua berlutut bersama-sama dan saling mengocok penis masing-masing sambil berciuman. Bermain lidah satu sama lain. Tangan yang lain meraba-raba tubuh lawannya dan mata turtutup menikmati semua keindahan itu dalam-dalam.
    Lalu mendadak gua merasakan sesuatu. Seperti sebuah aliran deras. Tubuh gua mengejang hebat, gua menghentikan ciuman gua dan mendesah hebat bahkan nyaris berteriak. Penis gua memuntahkan sperma yang begitu banyak perut Jhosua. Jhosua kini sedang mencupang leher gua dan masih mengocok penisnya. Sperma gua masih saja keluar dengan banyaknya. Gua terus mendesah-desah menikmati setiap detik kebahagiaan tiada tara itu. Setelah keluar semuanya gua diam, seperti orang yang lemas kehabisan tenaga. Sementara Jhosua masih semangat dengan penis besarnya.
    Dua menit berlalu ketika ciuman kita terganggu dengan Jhosua yang siap berorgasme. Ia mendesah luar biasa keras dan tembakan sperma yang kencang mengenai perut gua. Sperma yang luar biasa banyak mucrat secepat kilat dari penis Jhosua. Putih, kental, dan banyak. Terus keluar dan keluar dibarengi dengan getaran hebat pada tubuh Jhosua. Dan dia masih saja mendesah hebat.

   “Aaaaaaaaaahhhhh....!!!”

    Ketika semua berakhir kita berdua kembali berciuman. Lalu saling menatap penuh arti. Tersenyum. Kemudian kita membersihkan diri. Mandi bersama dibawah pancuran shower dan handukan bersama. Gua selesai duluan untuk merapihkan tempat tidur Jhosua dan Jhosua kini sedang membersihkan muncratan sperma dilantai. Malam ini gua dan dia bakalan tidur satu ranjang.

***

   “So, gimana? Tadi.” Tanya gua.

    Gua dan sepupu gua itu sudah tidur-tiduran di tempat tidurnya dengan berselimutkan selimut cokelat dan telanjang.

   “Menyenangkan... lumayan buat variasi.” Kata Jhosua.

   “Tapi elo nggak bakalan jadi kaya gua kan?” tanya gua, memastikan agar sepupu gua ini jangan sampai ikut-ikutan bengkok.

   “Ya enggak lah. Gua gak bakalan mau main sama cowok lain. Kecuali sama elo.” Kata Jhosua.

   “Kenapa sama gua elo mau?”

    Jhosua tampak diam sebentar.

   “Gua susah ngejelasinnya... pokoknya sama elo gua mau-mau aja. Tapi ama cowok lain gua gak mau.” Jhosua menjelaskan. “Elo tuh orang yang paling gua sayang sekarang. Gua udah bisa nerima elo apa adanya. Dan, secara Cuma elo sodara gua yang paling deket sama gua. Dan Cuma elo sahabat gua yang paling deket sama gua. Baik buruknya elo udah gua tau. Baik buruknya gua elo udah tau. Gua sayang banget sama elo, Ga. Gua bakalan ngejagain elo selamanya.”

    Gua menatapnya cowok paling sempurna dalam hidup gua itu dalam-dalam. Memberikan senyum termanis yang gua bisa sebagai tanda ucapan terima kasih.

   “Elo tau nggak, dibeberapa negara cowok dan cowok saling berciuman untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.” Kata gua.

   “Hahaha... Aya-aya waeee.” Jhosua tertawa seraya mendekatkan kepalanya.

    Lalu kita berdua berciuman. Lembut dan penuh kasih sayang. Dan malam ini berlalu dengan senyuman dan kebahagiaan.

No comments:

Post a Comment