Thursday, January 15, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 13

Badai Pasti Berlalu


Mata gua terbuka pada pagi hari. Suasana sangat tenang pagi itu dan dinginnya AC langsung merasuk diriku yang sudah sadar dan telanjang. Gua lantas menarik kembali selimut gua sampai ke leher dan meringkuk di kasur. Meraih-raih remote AC dan mematikannya. Rasanya sedikit lebih nyaman, sangkin nyamannya gua sampai kembali tertidur.
    Gua merasakan sakit ketika gua kembali tersadar. Dan sakit itu dipantat gua. Memang akibat kegiatan kemarin pantat gua jadi sakit sekarang. Namun ini benar-benar terasa seperti sedang ditusuk-tusuk. Dan ketika gua melihat kebelakang, Jhosua sedang menyodomi gua yang kebetulan sedang tiduran tengkurap. Yak ampuuuun...!
    Tanpa say “Hai..!” atau “Udah bangun lo.” Dia terus menyodok gua seakan gua boneka. Dan rasa sakit dipantat gua semakin terasa. Namun begitu juga nafsu, karena sodokan Jhosua sanggup membuat nafsu gua naik. Memang benar-benar pagi hari, ketika bangun tidur segala masalah dan rasa sakit hati yang terjadi dikemarin hari bisa sirna untuk sementara. Seperti sekarang, yang gua rasakan adalah nafsu birahi. Dan sekarang hanya gua berdua saja dengan Jhosua. dan dia sedang menusuk gua dari belakang. Yang gua rasakan sekarang adalah nikmat. Namun gua nggak mau menunjukan karena itu bisa aja membuat dirinya semakin menganggap rendah gua. Gua diam saja mengikuti permainannya.
    Sepuluh menit berlalu, Jhosua membalikan badan gua sehingga dalam kondisi terlentang. Ia lantas mengangkat kaki gua tegang didekat pundaknya. Tidak memandang gua. dia menutup mata dengan mulut sedikit menganga. Sepertinya dia menikmati betul pagi ini.
    Kegiatan pagi ini tidak berlangsung lama. Cukup 30 menit bagi Jhosua untuk menyodok gua dan dia pun tidak mengeluarkan spermanya. Nabung dulu mungkin. Tapi baguslah. Pukul setengah delapan pagi dia sudah meninggalkan kamar gua. Tanpa bicara. Seakan sekarang ini gua hidup dengan asing. Atau mungkin hidup dengan majikan, dimana kita hanya berbicara dengan mereka jika perlu saja.

***

Gua nggak mau banyak jalan sekarang. Dari apartermen gua bela-belaiin naik metromini dan bela-belain berdiri. Lalu pada saat dikelas, gua harus menahan sakit dipantat ketika duduk di kursi. Blum lagi Rafael yang tampak jutek kali ini. Rafael-Rafaeeel... elo tuh nggak pantes jutek sob. Yang ada muka lo malah minta dicipok ama orang. Si Nita, temen kelas gua yang duduk didekat Rafael tampak terang-terangan meratiin Rafael yang sedang jutek saat itu. Dia terlihat menggigit bibir bawahnya. Kasian deh lo... berharap bisa berciuman sama Rafael, sementara gua udah merasakan setiap detil tubuhnya.
    Dosen Fotografi gua yang dulu pernah mengatakan dia sangat menyukai angka 69 menjelaskan dengan menarik pelajaran saat itu. Formula yang bagus karena gua juga menyukai fotografi. Jadinya kelas ini sedikit membuat gua bisa melupakan sakit hati dan sakit fisik gua.

***

Gua memilih makan siang berdua dengan Rafael. Dia membawa mobilnya jauh. Gua dan dia sepakat untuk membolos mata kuliah berikutnya. Dari kampus gua membeli nasi bungkus kemudian melaju menuju ke suatu tempat.
    Satu jam berlalu. Gua dan dia sedang menikmati nasi bungkus didalam mobil dengan kedua pintu depan terbuka. Tidak berbicara semenjak tiba. Saat ini kita berada disebuah perbukitan yang amat sepi dipinggiran jakarta. Kenapa dibilang amat sepi karena letaknya jauh dari pemukiman, jauh dari aktivitas manusia. Rafael selesai makan lebih dahulu. Ia mengambil aqua botol dan minum. Lalu pergi keluar dan menikmati udara. Benar-benar menyenangkan... seharusnya. Gua juga selesai makan lalu minum. Karena tidak ingin banyak bergerak jadinya gua Cuma duduk aja di jok mobil sambil melepaskan kaos gua. Karena anginnya lagi enak banget buat ngademin badan gua yang gerah sehabis makan.
    Rafael kemudian ikut-ikut melepas kaos sambil kembali kemobil. Ia melihat gua yang sedang bersantai di jok dengan kedua tangan gua menopang kepala. Posisi yang kata Rafael sanggup membangkitkan gairah siapa aja yang melihat. Ia melirik kebawah, dimana terdapat celah antara celana jeans gua dan perut, sehingga tangan bisa menyusup masuk dengan mudah. Lalu Rafael mendekati gua, kemudian menjilat puting gua. gua hanya diam saja membiarkan dirinya bergerilya atas tubuh gua. lalu kemudian tangannya, benar, menyusup masuk kedalam celana gua. lalu menyusup lagi masuk kedalam celana dalam gua. meremas-remas penis gua yang masih tertidur namun langsung bangun.
    Gua tidak merasakan ketakutan ketangkap basah oleh orang atau apa karena tempat itu memang sepi. Jadinya pintu terbuka pun gua gak takut. Mulut Rafael lantas pindah dan mencium bibir gua. aduuuh malas banget... baru makan nih. Tunggu turun dulu kek. Makannya gua menolaknya. Menghidarkan mulut gua dari bibirnya.

   “Elo kenapa sih?” Rafael berkata kesal. “Udah bosen ya lo ama gua? udah punya cowok lain ya?”

   “Bukannya gitu sob. Gua... baru makan. Males begituan.”

   “Ah tai lo. Banyak gaya. Elo taukan, udah lebih dari seminggu gua nggak ngerasaan peler lo. Udah kebelet gua nih. Bela-belain nggak onani supaya pas main ama lu bisa puas. Sekarang, gua ajak elo nggak mau.”

   “Bukannya gitu... gua tuh Cuma males aja begitu kalo abis makan.”

   “AH... KESEL GUA SAMA LO. MUAK GUA!” Rafael marah-marah. “Pulang aja.”

   “Fa... ayolah. Jangan marah dong. masa gitu marah sih. Gua mau kok, Cuma lagi malas aja.”

   “Diem aja lo, nggak usah banyak omong. Tutup pintunya.” Perintah Rafael masih marah.

    Gua menurut... sepertinya kata “Menurut” jadi sangat penting bagi gua akhir-akhir ini. Lalu ketika gua menutup pintu Rafael langsung tancap gas. Pulang.

***

Rafael menurunkan gua di apartermen dan pergi langsung kemudian. Hubungan gua dan dia semakin tidak baik. Gua berjalan perlahan-lahan dan dengan langkah senormal mungkin namun yang langkah gua seperti orang habis dientot dengan ngangkah terus. Si Beno aja, satpam di lobi sampe ketewa-ketawa liat cara jalan gua.

   “Kenapa lo ngetawain gua, nyet.” Kata gua seraya berjalan mendekati dia.

   “Cara jalan lo, ga. Lucu. Kaya orang keseringan ngangkang. Abis ngentot ama siapa aja lo. Wuakakak.” Kata Beno disela-sela tawanya.

    Beno, Satpam yang baru dua bulan kerja di apartermen ini. Umurnya sekitar dua puluh tiga tahun. Sebagaimana seorang satpam, Beno memiliki postur tubuh 180 Cm dan tegap. Dadanya bidang, perutnya juga six pack (Tau darimana lo?). Karena dia juga anggota fitnes disini. Mukanya sangat Indonesia sekali. Ganteng namun sangat Indonesia. Seperti tokoh-tokoh pada zaman kerajaan. Kulitnya cokelat namun bersih. Wajahnya tidak berjerawat dan mulus.

   “Nggak fitnes lo ga. Akhir-akhir ini elo jarang fitnes deh. Kenapa sih lo?” tanya beno. “Semalem gua nggak ngeliat elo fitnes. Cewek-cewek cantik bertebaran kamaren.

   “Nggak enak badan gua. Sekarang juga gua kayanya nggak fitnes juga.” Kata gua.

   “Ooooh... ya udah. Jangan lama-lama dong libur. Udah lama nih nggak sparing.” Kata beno.

   “Oke bos.”

    Dan gua pun kembali melanjutkan perjalanan gua.

   “Iga!” Seru seseorang dari belakang.

    Gua menoleh dan melihat Kiddo berjalan mendekati gua. Si Pegawai Bank itu baru aja pulang. Namun dia tidak sendiri. Ada seseorang yang bersamanya, seorang wanita!

   “Waaah... kemana aja lo, sob. Nggak muncul-muncul nih.” Kata gua ketika dekat.

   “Laaah... elu kali yang menghilang. Nggak fitnes lagi lo ya?” kata Kiddo.

   “Lagi libur.” Jawab gua sekenanya.

    Kiddo mendadak sadar bahwa dia sedang bersama seseorang. Ia memperkenalkannya kepada gua. “Eh, gua mau kenalin nih. Namanya Dinda. Cantik kan.”

   “Iga.”

   “Dinda.”

    Gua dan sang cewek berjabat tangan dan saling mengucap nama. Emang ya, nasib jadi orang ganteng dan mapan. Ceweknya pasti yang High end kualitasnya. Dinda, langsing, rambut hitam panjang dan lurus dengan poni rata dibatas matanya. Senyumnya manis, wajah putihnya benar-benar membuat cewek ini seperti pada Anna Hatheway dalam film The Devil Wears Prada.

   “Cewek gua nih.” Kata Kiddo bangga sambil mengangkat-angkat alisnya. “Cantik kaaan.”

   “Iya-iya cantik.” Kata gua dengan jujur.

   “Ya udah ya. gua mau keapartermen dulu.” Kata Kiddo dan gua tangkap si Dinda tersenyum menatap Kiddo sambil menggigit bibir bawahnya. Ya-ya-ya... gua tau mereka mau ngapain.

   “Oke.” Kata gua.

    Kita pun berpisah jalan. Kiddo kearah kiri dan gua ke kanan. Gua naik lift dan masuk keaparterment. Langsung melepas seluruh pakaian dan merebahkan diri dikamar.

***

Ponsel gua berbunyi, membangunkan gua pada pukul 8 malam. Ternyata ada sms masuk. Kenapa pula gua pasang kenceng2 deringnya. Sms dari Jhosua: cpt kebwh. Ke sauna nmr 3. Gk pke lma!”
    Aduuuh tugas lagi... males banget sih. Tapi gua harus nurut. Demi keselamatan hidup gua. Maka akhirnya dengan berat hati gua bangkit dari tempat tidur, berpakaian dan menuju tempat fitnes.

   “Ga, lo katanya nggak fitnes.” Tanya benno yang tampak baru selesai mandi.

   “Gua emang gak fitnes kok. Gua mau ketemu sama si Jhosua.” kata gua. “Duluan ya.”

    Beno menangguk dan kemudian melanjutkan perjalanan gua menuju tempat sauna dimana Jhosua berada. Pintu sauna dikunci. Gua mengetuknya. Tak lama kemudian terdengar suara ganjalan pintu terbuka dan gua masuk. Disana Jhosua sudah bersauna ria. Celana dalamnya dilepas dan diletakan disebelahnya. Penisnya sudah mulai menegang.

   “Nih kunci loker gua. lo buka dulu gih sana. Abis itu balik lagi kesini.” Kata Jhosua seraya menyerahkan kunci loker bertalinya.

    Gua menerimanya lalu kembali keluar. Pergi menuju ke loker Jhosua yang kebetulan dekat dengan loker beno si satpam.

   “Mau ngapaian lo ga?” tanyanya seraya melepas handuk. Menunjutkan celana dalam cokelatnya serasi dengan warna kulitnya yang cokelat. Badannya bagus. Sekasta dengan gua.

   “Mau sauna. Diajak si Jhosua.” kata gua seraya mulai menanggalkan pakaian gua.

   “Elo kenapa nggak fitnes aja dulu lo.”

   “Males sebenernya. Cuma karena sepupu gua aja yang ngajak makannya gua mau. Lo tahu kan sepupu gua udah terlalu baik sama gua.” kata gua seraya melepaskan celana pendek gua. menyisakan celana dalam saja.

   “Ooooh... mau balas budi nih ceritanya.”

   “Ya begitu lah.” Kata gua. “Duluan ya!”

   “Oke,”

    Hanya dengan bercelana dalam saja gua berjalan melewati cowok-cowok lain menuju ke tempat suana. Itu sudah lumrah kok disini. Malah jalan telanjang aja bagi gua bukan masalah lagi. Simpel aja sih, mereka semua cowok dan batangan semua. Dan jika ada yang gay, pastinya itu bonus bagi para gay menjadi member disini.

   “Kunci pintunya.” Kata Jhosua ketika gua masuk. Gua mengunci pintu. “Isep peler gua.” perintahnya kemudian.

    Gua berjalan mendekatinya menatap pelernya yang masih dalam kondisi tidur. Lalu gua mulai menghisapnya. Jhosua kini lebih sering mendesah ketika gua menservis penisnya. Entah karena teknik gua yang hebat atau jangan-jangan Jhosua mulai bengkok? Namun yang gua tau sekarang dia kini sering mendesah. Sesekali gua menatap kewajahnya tampak matanya merem-melek dan mulut sedikit menganga. Batangan besar tersebut masih sama kerasnya seperti kemarin-kemarin dengan kepala yang lebih besar dari batangnya dan berwarna merah muda. Bola-bolanya yang besar-besar dan menggemaskan masih saja sama. Peler Jhosua masih sama menggiurkannya dari dulu sampai sekarang. Namun untuk situasi ini sepertinya tidak begitu berlaku bagi gua.
    Sepuluh menit berlalu ketika nafas Jhosua keluar masuk dengan cepat, lalu dia menarik gua dari penisnya. Kemudian memutar gua sehingga menungging didepannya. Jhosua berdiri dan gua menungging kearah tembok. Ia menurunkan celana dalam gua lalu menusuk pantat gua. dengan beringas dan penuh nafsu. Rasa sakit itu langsung kembali terasa. Namun gua hanya bisa diam tanpa bisa menolak. Jhosua tidak mengenakan kondom saat itu, sehingga rasanya jauh lebih sakit. Belum lagi ditambah panasnya ruangan sauna yang bagi gua merasa makin menyiksa. Mungkin bagi Jhosua merasa makin hot.
    Dia terus menyodok dan menyodok pantat gua tanpa ampun. Dan gua terus menahan sakit yang sepertinya sekarang sudah mulai berasa nikmat. Dan perlahan-lahan gua mendengar desahan nafas Jhosua kembali. Sepertinya dia mulai menyukainya.
    Menit demi menit berlalu dan kini Jhosua meniduri gua di kursi kayu panjang lalu memasukan penisnya lagi kedalam pantat gua. Dua memegang kedua kaki gua. Rasa sakit bercampur nikmat itu kembali gua rasakan. Dan itu berlangsung masih lama.
    Berbagai gaya sudah Jhosua mainkan dan bagi gua sama saja. Sakit namun nikmat. Setengah jam dia menyodoki pantat gua sampai mendadak dia berhenti. Gua rasakan tubuhnya mengejang... desahan nafas klimaksnya... dan... crot-crot-crot... semburan sperma hangat masuk kedalam pantat gua. seketika itu juga gua merasakan sesuatu terisi didalam pantat gua. Penis Jhosua masuk saja didalam untuk mengeluarkan sperma sampai ketetes terakhir. Gua hanya diam saja membisu dan merasakan.
    Jhosua menarik penisnya dari pantat gua. Ia kemudian membersihkan penisnya lalu mengenakan celana dalamnya. Sementara itu gua masih mematung telanjang, berusaha mengendalikan segala yang baru terjadi.

   “Pake celana dalam lo, ga.” Kata Jhosua. Ada yang berbeda dengan cara bicaranya. Kali ini dia berkata tanpa nada memerintah. Mungkin efek dari kelelahan kali.

    Gua menerima celana dalam gua yang diberikan oleh Jhosua dan mengenakannya. Setelah itu Jhosua membuka ganjalan pintu dan kita berdua keluar. Dua orang cowok ganteng, berbadan six pack, dada bidang sedang berjalan berdua hanya dengan mengenakan celana dalam. Bagi para gay ini pastinya pemandangan luar biasa. Apa lagi Jhosua yang tonjolan penisnya benar-benar terlihat dibalik celana dalam basahnya. Bahkan sampai terlihat warna penisnya karena celana dalamnya berwarna putih. Berbeda dengan gua yang tonjolannya tidak sejelas Jhosua namun warna penis gua terlihat. Gua dan dia terus berjalan menuju bilik untuk membersihkan diri. Lalu dengan bertelanjang ria gua dan dia pergi menuju locker yang sudah mulai sepi. Ada beberapa cowok disana dan beberapa bertelanjang juga. Pemandangan yang sudah biasa bagi gua. sebagian berbadan bagus dan sebagian labih berbadan biasa-biasa saja.
    Jhosua handukan pertama lalu dia memberikan handuknya kegua. Gua handukan. Setelah itu kita berpakaian, kali ini tanpa celana dalam dalam, karena sudah basah tadi. Lalu Jhosua berjalan didepan gua, meninggalkan tempat fitnes. Saat itu tempat fitnes mulai sepi. Hanya ada beberapa cowok yang sedang work out dan tampaknya mereka juga akan selesai tidak lama lagi.

   “Udah makan lo ga?” tanya Jhosua sambil terus berjalan.

    Oooops...! Jhosua bertanya pada gua! cukup terkejut gua karena sudah lama kalimat seperti itu tidak gua dengar dari mulutnya. Awal perubahan.

   “Belom makan.” Gua menjawab sesopan mungkin.

   “Oooh...” Kata Jhosua. “Ayo kita cari makan.”

    Gua tersenyum. Memang ini adalah perubahan.

***

Sabtu Sore...
    Jhosua tampak rapih malam ini. Jelas. Karena dia ada janji untuk ke sebuah pesta malam ini. Yang haruskan dia mengenakan setelah Jas malam ini. Malam ini dia mengenakan kemeja putih polos, dasi berwarna gelap dengan motif sederhana dan celana bahan hitam yang pas ditubuhnya. Ditambah ia mengenakan Jas hitam dan dilengkapi sebuah jam tangan mahal. Rambutnya disisir rapih dan membuat diirinya bertingkat-tingkat lebih ganteng dari biasanya. Gua memperhatikan dalam diam sementara sepupu gua itu mondar-mandir sambil berbicara lewat ponselnya.
    Jam 7 tepat akhirnya dia pergi. Namun sebelumnya sesuatu terjadi. Dia mengambil dompetnya dari saku belakang celana. Membukanya dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

   “Ini buat makan malam lo. Jangan lupa makan!” kata dia. “Gua pergi dulu.”

    Dan berikutnya Pria ganteng dan macho yang sedang tidak jelas hari ini berjalan menuju pintu apartermen dan pergi. Sedangkan gua masih diam di sofa menatap apa yang baru saja terjadi. Lalu berikutnya gua cengar-cengir sendiri.

***

Gua sedang makan malam di restoran yang ada dilantai bawah. Sedang asik-asiknya menikmati nasi putih, ayam goreng tanpa tulang, udang goreng tepung dan salad. Begitu damainnya malam ini karena kebetulan restoran sedang sepi pengunjung. Tiba-tiba Kiddo muncul dipintu masuk. Langsung saja gua mengakat tangan tinggi-tinggi supaya dia melihat. Dan dia melihatnya. Lalu Kiddo bergerak ke kiri dan mendatangi meja gua.

   “Buseeeet, enak banget makanan lo nih. Ayam, udang, burger, ini lagi pake salad segala.” Kata Kiddo seraya duduk dikursi dedepan gua.

   “Iya, si Jhosua nih yang ngasih.” Kata gua.

   “Dia udah nggak marah lagi sama elo?” tanya Kiddo begitu mendengar kata Jhosua.

   “Nggak tau juga sih.”

   “Elo diapain aja? Aman-aman aja kan lo?” tanya Kiddo sedikit serius.

   “Nggak diapa-apain... palingan Cuma dimarahin doang sama diem-dieman.” Jawab gua berbohong. Menyembunyikan fakta bahwa gua sudah dijadikan budaknya, sudah dijadikan pemuas nafsunya, dijual kepada orang, diperlakukan seperti budak seks paling hina. “Tapi semuanya baik-baik aja.” Gua menambahkan senyum kepastian.

   “Oooh... ya udah kalo gitu.” Kata Kiddo sedikit lega.

   “Terus, dia nanya-nanyain soal gua gak sama lo?”

   “Enggak. Kan gua udah bilang, dia tuh straight abis. Elo juga kan, straight. Karena gua bengkokin aja lo.”

    Kiddo nyengir-nyengir sendiri.

   “Gua nggak nyesel kok di bengkokin. Lumayan lah mencari warna baru dalam hidup gua.”

   “Oke, sekarang gantian gua yang nanya.” Kata gua lalu mengigit daging terakhir dada goreng gue. Lalu gua beralih ke udang goreng. Disantap pake nasi. Hmmm... maknyos! “Sejak kapan lo pacaran sama tuh cewek? Siapa namanya... Dinda?”

   “Baru jadian seminggu kok.” Jawab Kiddo sambil senyum selebar-lebarnya. Sepertinya topik ini yang dia tunggu dari tadi. “Gimana, cantik kan.”

   “Ya cantik lah.” Jawab gua sejujur-jujurnya. Emang bener, Dinda cantik banget. “Elo ama dia tuh udah serasi banget. Elo nya ganteng, pegawai bank, mapan. Dianya, cantik... kerja dimana?”

   “Sama... sama tempat kerja gua.”

   “Tuh kan, udah nggak pake Long Distance pula. Pasti banyak sirik sama elo berdua deh.” Gua mencocol udang goreng gue ke sambalnya dan melahapnya. “Tapi... kalo gua pengen... anu-anuan sama elo. Masih mau kan?” gua berkata dengan suara lebih pelan.

   “Ya masih lah. Elo kan temen gua Ga. Elo tau nggak?” kata Kiddo, “Dengan elo hidup jadi lebih seru. Dengan elo... seks jadi lebih menyenangkan. Cewek elo pasti juga bakalan bahagia punya cowok yang keahlian seksnya sudah masuk ke jenjang Profesor.”

   “Hahaha... cinta nggak diukur dengan seks kali.” Kata gua. Dan memang benar. “Kalo memang iya, seharusnya elo udah jatuh cinta sama gua.”

   “Nggak mungkin lah gua jatuh cinta. Perasaan gua sama elo Cuma sekedar seks aja. Nggak lebih.”

   “Ya gua juga sama.” Gua beralih topik, kembali ke topik soal pacar si Kiddo. “Udah ngapain aja elo sama Dinda?”

   “Belum apa-apa. Baru ciuman aja.” Jawab Kiddo, dia memang senang kalo pembicaraan kembali menyangkut soal dirinya. “Namanya juga baru seminggu, Ga. Belum berani lah gua ngubek-ubek dalemannya. Mau di setrika muka gua sama dia.”

   “Buseeet... KDRT dong tuh cewek.”

   “Hahaha... garing lo.”

   “Betewe yang nembak duluan siapa? Elo kan... nggak mungkin dia lah.”

   “Emang gua yang nembak. Abisnya gua sama dia sama-sama suka. Dan dia juga udah nebar tanda-tanda ke gua. Ya udah, karena udah yakin ya gua tembak dia.”

   “Dimana-dimana-dimana?” tanya gua penuh semangat.

   “Di mobil...”

   “Haaaaahk...! Nggak romantis banget.”

   “Hahaha... abis semuanya serba kebetulan sih.”

    Setengah jam telah berlalu seiring dengan selesainya gua makan malam. Pembicaran gua dan Kiddo masih saja seputar masalah yang ringan-ringan. Oh ya, sempat terselip pembicaraan mengenai Kiddo yang ditaksir oleh cowok teman kantornya. Dan cowok itu juga sempat berusaha mencium Kiddo namun dia berhasil menghindar. Untungnya Kiddo masih berbaik hati tidak membongkar identitas si cowok napsu itu. Kiddo hanya memberinya ancaman. Dan semenjak itu dia dan teman kantornya tidak lagi saling berkomunikasi.

***

Jhosua pulang dimalam hari. Sekitar pukul 2 pagi. Saat itu gua sedang tidur, maksudnya ketiduran diruang TV, dan terbangun saat kedatangan Jhosua. Pukul 2 pagi dan dia masih baik-baik aja. Baguslah. Tidak seperti dua bulan yang lalu ketika dia pulang pukul 4 pagi dengan mulut bau alkohol. Padahal dia bilang bukan peminum dan perokok. Gua sempoyongan membawanya ketempat tidurnya dan melepasi seluruh pakaiannya. Paginya Jhosua bilang bahwa itu pertama dan terakhir kalinya dia bersentuhan dengan minuman keras. Karena paginya Jhosua merasakan kepala yang pusing luar biasa.
    Gua buru-buru menutup mata ketika Jhosua datang mendekati ruang TV. TV masih menyala saat itu. Gua mengintip lewat garis mata gua. Tampak Jhosua berdiri didepan gua dan diam. Suasana waktu itu remang-remang sehingga intipan gua tidak ketahuan oleh Jhosua. Tak lama kemudian terdengar TV dimatikan dan Jhosua berjalan menjauh. Berikutnya, gua tidur dalam damai.

No comments:

Post a Comment