Thursday, February 5, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 16 [FINAL]

Final Chapter
Yang Terakhir


Pagi hari, di hari sabtu. Mata gua terbuka perlahan-lahan. Menyadari bahwa hari sudah pagi karena matahari sudah langsung memanasi wajah gua. Gua tiduran tengkurap dengan selimut hanya menutupi sampai pinggang saja. Sepupu gua yang luar biasa itu pastinya sudah bangun. Dia selalu bangun pagi. Disiplin. Beda sama gua yang masih keranjingan sindrom awal kuliah—bangun siang.
    Seperti biasa, gua mengulet-ulet dulu di kasur untuk memastikan bahwa gua sudah seutuhnya bernyawa. Lalu setelah merasa segar akhirnya gua turun dari tempat tidur. Berjalan keluar dari kamar Jhosua menuju ketempat dimanapun Jhosua berada. Ternyata dia sedang menyeduh teh di dapur. Hahaha.... pantat yang keras dan terbentuk indah itu jelas terlihat dari posisi gua. Penisnya yang sepertinya setengah sadar tampak mengintip dari balik paha Jhosua.

   “Eh udah bangun lo.” Kata Jhosua ketika menyadari kehadiran gua.

   “Hehehe... iya.” Gua menjawab dengan cengengesan.

   “Semalem tangan lo ya, kemana-mana. Kaki lo juga kemana-mana.” Kata Jhosua sambil membawa teh hasil buatanya ke meja makan yang terbuat dari kaca itu.

   “Yang bener lo?”

   “Iya, tangan lo meluk-meluk gua. Kaki lo juga. Kaya gua ini bantal guling aja.” Kata Jhosua sambil tersenyum kecil.

   “Yaaa... maklum... biasanya meluk bantal guling. Lagian badan lo kan rada-rada mirip sama bantal guling.” Gua ikutan menyeduh teh seperti yang dilakukan Jhosua. “Terus pas gua begitu elo ngapain?”

   “Hehehe... ya gua bales meluk kaya lo aja. Jadi kita tiduran peluk-peluk kan. Lucu deh. Coba kalo kalo difoto. Hahahah...”

   “Hahaha...” gua ikutan tertawa. Sepupu gua ini memang senang membuat segala sesuatu jadi lucu. “Iya-iya, coba kalo difoto. Terus dipigurain. Abis itu gantung didinding.”

   “Iya, fotonya yang segede-gede gaban. Keren tuh.”

   “Hahaha... gila lo.” Gua membawa teh buatan gua ke meja dan duduk diseberang Jhosua. “Elo nggak ada acara hari ini?”

   “Ada sih, gua mau party sama temen-temen. Tapi masih entaran sore. Elo?”

   “Gua mau seharian dirumah. Nyelesaiin tugas-tugas gua, Jhos. Udah mau Garis Mati soalnya.”

   “Deadline kaleeee....”

   “Yaaa... begitulah maksud gua.”

    Obrolan-obrolan ringan tersebut masih terus berlangsung sampai sekitar pukul 9 pagi. Setelah puas ngobrol kita berdua memutuskan untuk mandi bersama. Tidak ada kegiatan seksual selama proses ini. Sejauh yang dilakukan hanya saling menggosok punggung saja.

***

   “Ga, muka lo kenapa tuh? Mejikuhibiniu begitu?” kata Devon teman kelas gua.

   “Lebay lo. Emangnya gua pelangi.”

   “Iya tapi kenapa tuh muka lo bonyok-bonyok begitu. Ini juga, elo kenapa juga Raf, biru-biru begitu.”

Hari senin gua kembali masuk kampus. Pagi itu tampak kelas penuh, tidak seperti biasanya. Jelas. Karena ini adalah hari-hari terakhir kuliah. Biasanya mahasiswa pada kembali bermunculan. Entah untuk mengumpulkan tugas, atau sekedar memenuhi absen-absen atau mendapat kisi-kisi. Pokoknya pagi ini kelas tampak penuh.
    Gua dan Rafael duduk bersebelahan. Suatu kemajuan bagi diri gua. Karena bisa saja hal ini berujung pada semakin membaiknya hubungan gua sama Rafael. Namun sejak awal bertemu sampai kegiatan belajar dimulai dia belum berbicara apapun.
Rafael hanya tersenyum saja waktu ditanya. Si Devon kembali mengarah ke gua.

   “Eh juru bicaranya Rafael, kenapa tuh si Rafael. Kalian berdua kok kompakan sih bonyoknya. Biru-birunya sama banyaknya.”

   “Gua tuh sama dia abis latihan Taek Kwondo, pas Sparing kita berdua terlalu nafsu jadinya beneran. Tapi seru kok. Jadi kaya Fight Club gitu. Gua Brad Pitt nya si Rafael Edward Nortonnya.”

   “Yeee... gua serius nih. Elo lagi gak ada masalah kan?”

   “Enggak ada.”

   “Lagian elo berdua gimana sih, kok Sparing taek kwondonya beneran.” Si Chella, salah satu cewek cantik di kelas yang menyimpan perasaan terhadap Rafael ikut gabung. “Kasian tau si Rafael mukannya jadi nggak bagus. Elo juga. Muka kalian udah ganteng, jangan dirusak-rusak lah. Abis deh objek pemandangan gua kalo kaya gini terus.”

   “Entar gua kasih foto gua aja sama Rafael. Kan yang difoto muka gua mulus-mulus. Plus tanda tangan dah.” Kata gua.

   “Najong.”

    Dosen Pengantar Ilmu Komunikasi gua sedang memberikan kisi-kisi mengenai apa-apa saja yang akan keluar pada saat Ujian Akhir Semester nanti. Para mahasiswa mendengarnya dengan kusyuk dan mencatat setiap kata yang keluar dari mulut dosen tersebut. Lalu setelah kelas usai para siswa langsung berebutan mendekati dosen untuk mendapatkan file-file pelajaran dari labtop sang dosen. Dan dalam sekejap puluhan USB sudah berserakan dimeja dosen. Dosennya panik. Hahaha...
    Kelas berikutnya berlangsung setelah kelas pertama tanpa ada jeda. Kembali gua duduk bersebelahan dengan Rafael dan kembali dia tidak mengucapkan sepatah kata apapun. Hebat banget sih nih cowok, betah banget diem dari jam 8 pagi sampai sekarang mau jam 11 siang. Atau jangan-jangan gua yang kurang peka ya? Atau dari tadi dia berbicara melalui nafasnya... bahasa isyarat mungkin. Atau dia sedang bertelepati... Rafael kan orangnya rada-rada aneh, hehehe...
    Pelajaran pada kelas kedua sama saja dengan yang pertama. Sang dosen hanya mengulang-ngulang pelajaran. Namun yang diulang adalah yang kira-kira (sebenarnya yang pastinya) akan keluar pada saat UAS nanti. Yang hadir juga sama banyaknya dengan kelas yang pertama. Dan pada akhir kelas USB pun kembali bertebaran di meja dosen. Mesti nunggu lama nih biar gua bisa ngambil USB gua lagi dengan tambahan dari dari meja dosen. Secara slot USBnya Cuma ada 4 sementara USBnya ada lebih dari 20. Akhirnya gua terpaksa duduk menunggu, disebelah Rafael si manusia stupa tanpa berinteraksi layaknya manusia. Ada baiknya gua belajar telepati, mungkin saja Rafael sedang melakukannya saat ini.
    Lima Belas Menit Kemudian...

   “Ga, kita perlu bicara pas keluar dari kelas ini.” Rafael akhirnya berbicara. Dia akhirnya melakukan interaksi pertamanya tarhadap manusia pada jam 12.14 siang ini. Luar biasa.

   “Mau ngomong apaan, Raf?” gua menanggapi seramah dan sebaik mungkin.

   “.....”

    Dia kembali menjadi Stupa.

***

Keluar dari kelas gua mengikuti Rafael kemanapun dia melangkah. Dia ternyata membawa gua ketempat dimana kita terakhir berduaan... tepatnya berkelahi. Lantai 10 seperti biasa tanpa penghuni. Rafael terus berjalan menuju ke salah satu ujung lantai 10 dimana jendela-jendeal besar yang bersih membawa cahaya masuk kedalam.
    Dia berhenti, gua berhenti. Kita berdua lalu diam.

   “Gua mau minta maaf soal kemaren. Soal kita berantem kemaren, ga.” Rafael mengawali pembicaraan.

   “Oh... ya udah. Sama. Gua juga mau minta maaf buat yang kemaren.” Kata gua.

   “Gua tau, belakangan ini diantara kita sudah mulai kurang kecocokannya. Gua merasa semakin jauh sama elo. Padahal kita berdua selalu berdekatan. Tapi... entah kenapa gua masih merasa jauh sama elo.”

    Gua masih saja diam mendengarkan. Bingung mau memberikan respon apa.

    Rafael juga diam. Tampak melihat pemandangan diluar jendela. Jakarta dilihat dari lantai 10 gedung ini ternyata sangat indah. Gedung-gedung menjulang tinggi bak menusuk langit dan jalan-jalan dengan pepohonan disela-selanya. Mobil-mobil melaju cepat dan hiruk-pikuk manusia yang terlihat bagaikan semut dari lantai ini.
    Cukup lama Rafael menatap keluar sampai akhirnya ia kembali menyorotkan mata tajamnya ke wajah gua. Menatap gua tanpa arti seakan sudah terlalu jemu.

   “Gua rasa... kita harus berpisah.” Kata-kata itu keluar dengan begitu datar.

    Kembali gua harus bingung memberikan respon apa. Gua hanya bisa mematung diam dengan mata gua yang tak henti-hentinya menatap dirinya. Seolah mata gua lah yang berusaha memberikan respon, bukan mulut gua. Seluruh tubuh gua seakan diam. Ruang-ruang psikologis gua dipenuhi oleh kekosongan sampai tidak bisa memberikan respon yang baik terhadap situasi ini. Hasilnya, gua hanya diam bagaikan manekin toko baju dengan mata menatap sang costumer.
    Peluru kedua diluncurkan.

   “Semester besok gua akan kuliah malam. Dan gua harap elo jangan ikutan kuliah malam. Dan gua juga tau bahwa UAS nanti kita Cuma akan sekali berada dalam satu ruangan.”

    Kini gua merasa Rafael benar-benar ingin meninggalkan gua. Menjauh dari gua dan melupakan gua. Membuat diri gua kini diliputi oleh rasa bingung, kalut dan gejala akan menangis.

   “Setelah ini... gua mohon untuk tidak berada didekat gua. Jangan duduk didekat gua. Anggap gua seperti pertama kali elo melihat gua. Biarkan gua menyendiri.”

    Lalu Rafael diam. Kini gua mengumpulkan segenap kekuatan gua. Berusaha melepaskan diri dari keadaan mematung gua. Mengarahkan seluruh kemampuan gua menuju mulut dan berusaha berkata.

   “Kenapa elo lakukan semua ini Raf?”

   “Karena gua nggak sanggup menghadapi semua ini. Gua nggak sanggup sama elo. Gua berusaha melupakan elo.”

   “Kenapa begitu?”

   “Elo enggak tau. Setiap malam gua gak bisa tidur gara-gara mikirin elo. Gua kepikiran sama elo terus. Wajah dan segala yang lo miliki telah merasuki seluruh hidup gua. Menjajah setiap detil diri gua dan merampasnya. Menjadikan gua... kecanduan.”

    Gua kembali harus mematung.

   “Elo itu... sesuatu yang membuat gua menggila. Lalu disaat gua benar-benar membutuhkan elo... elo menghilang. Disaat gua ingin sekali bersama elo, elo malah pergi ninggalin gua. Membuat diri gua tersiksa.

   “Dan sekarang, gua pengen keluar dari belenggu elo, Ga. Gua pengen lepas dari siksaan psikologis yang elo berikan pada gua, tanpa elo sadari. Karena entah kenapa... bagi gua... elo seperti obat. Obat yang membuat penggunanya mengalami ketergantungan. Elo datangi gua saat gua menyendiri, memberikan sesuatu kebahagiaan yang nggak pernah gua rasain sebelumnya. Begitu senangnya gua sama elo sampai elo mendadak berubah dan sering menghilang. Ketika gua benar-benar membutuhkan elo, elo malah sulit didapatkan. Menjauh dan meninggalkan gua. Seakan elo berubah menjadi sesuatu yang mahal yang gak gua sanggup dapatkan. Sampai akhirnya merusak diri gua.

   “Dan sekarang... gua memutuskan untuk lepas dari ketergantungan yang telah elo buat sama gua. Gua ingin merehabilitasi diri gua.”

    Diam... hening yang tidak menyenangkan... menyedihkan. Selama beberapa saat.

   “Gua enggak tau kalo gua udah bikin elo seperti ini. Gua minta maaf. Tapi gua nggak bermaksud menyiksa elo, Raf. Gua juga sayang sama elo. Elo tuh sahabat gua.”

   “Tapi bagi gua... elo berbahaya. Gua nggak mau mengalaminya.”

   “Kenapa...”

   “Tolong ngertiin gua, Ga.”

    Kembali lagi saling diam. Mencoba meresapi situasi ini. Mencoba mempersiapkan diri akan esok, dimana kita telah berubah menjadi dua orang asing.

   “Tapi... apakah kita masih bersahabat?” tanya gua.

   “Elo akan selalu menjadi sahabat gua. Elo selalu mendapat tempat yang paling spesial buat gua.” Kata Rafael, akhirnya nada-nada ketenangan dan kelembutan keluar dari mulutnya. Kata-kata itu tulus keluar dari hatinya.

    Rafael kemudian menatap gua dalam-dalam. Lalu perlahan-lahan ia mendekatkan dirinya. Semakin dekat dan dekat. Lalu ketika sangat dekat dia berhenti. Matanya menutup dan bibir tipisnya nyaris menyentuh bibir gua. Lalu diapun menjauh. Dan terus menjauh. Seakan dia tidak mau kembali terjerat dalam candu yang gua berikan.

   “Selamat tinggal, Ga...”

    Dan dipun pergi meninggalkan gua. Berjalan menuju lift dan menekan tombol. Sementara gua masih saja diam ditempat, mematung. Air mata gua menetes perlahan-lahan. Sahabat gua meninggalkan gua. Seseorang yang sangat gua sayangin kini telah melangkah jauh dari gua. Menunggu lift perpisahan dan terangkut menjauh dari gua.
    Terdengar suara lift tiba dan bunyi lembut geseran pintu lift. Gua masih belum berbalik dan menatap Rafael ketika ia masuk kedalam lift. Bunyi yang samapun kembali terdengar. Lift tertutup dan kini bergerak kebawah. Semakin jauh kebawah... semakin jauh mengasingkan kita berdua. Dan siang itu... gua telah kehilangan salah satu sahabat terbaik gua.

***

   “Eh gila, tugas hari rabu jangan lupa dibawa ya. Kalo enggak nama elo nggak gua catet loh.” Kata Dina, mahasiswa yang satu kelompok sama gua.

    Gua sedang duduk-duduk bersama-sama teman gua disalah satu tempat makan. Rafael tidak ada disana. Suasana disana ceria, teman-teman gua ketawa-ketiwi dengan obrolan mereka. Dan gua hanya ikut-ikut saja supaya tidak dibilang beda sendiri. Padahal pikiran gua dipenuhi oleh kejadian dua jam yang lalu.

   “Loh, kenapa hari rabu?” tanya gua, hanya sekedar formalitas aja.

   “Besok kan libur, tauuuuukkk... Tahun Baru Imlek.”

   “Oh ya gua lupa.”

   “Makannya, kadar otak sama kadar ganteng tuh diseimbangin.” Kata Lena, teman gua yang lain.

   “Gimana caranya?”

   “Ya dipikir.”

   “Dasar cewek aneeeeh...” kata gua.

   “Elu lebih aneh. Hahaha...”

    Dan kemerihan yang paradoks tersebut terus berlangsung sampai malam menjelang.

***

Gua membuka pintu apartermen sepupu gua dan masuk kedalam ketika jam menujukan tepat pukul 8 malam.

   “Akhirnya datang juga.” Jhosua yang sudah hanya bercelana dalam saja menyambut gua. Tumben-tumbenan.

   “Lama banget lo Ga pulangnya.” Dan ini yang bikin terkejut. Kiddo juga menyambut gua. Dia juga hanya bercelana dalam saja. Sekilas kedua orang yang datang bersamaan itu tampak luar biasa seksi dan menggairahkan. Jhosua yang sedikit lebih tinggi dari Kiddo berjalan berdampingan dengan salah satu temen terbaik gua. Dua-duanya sudah gua rasakan dan kini dua-duanya jalan bersamaan dengan hanya mengenakan celana dalam saja. Kedua-duanya berwarna putih. Kedua-dua berbada seksi atletis. Dan kedua-dua tampan.

   “Ada apa nih?” tanya gua bingung.

   “Udaaaaah, diem aja. Kan besok libur. Kita hepi-hepi aja disini.” Kata Jhosua, dia melepaskan tas selempang gua lalu menarik kaos gua keatas.

   “Iya, lagian kita udah pesan makanan kok. Dan lainnya udah siap.” Saut Kiddo sambil melepaskan gesper dan celanan jeans gua.
    Lalu kita bertiga berjalan bersama-sama menuju meja makan. Dimana makanan sudah tersedia. Pastinya ini pesanan dari restoran bawah. Kebetulan sih. Gua juga laper. Tadi sore mah Cuma santai sore. Maka puding cokelat aja satu potong. Mana kenyang. Kita bertiga pun menyantap makanan bersama-sama.
    Gua sempat bertanya bagaimana ceritanya. Ternyata mereka sempat bertemu di lobi. Tepatnya masuk kedalam gedung bersamaan. Lalu saling berbincang dan topiknya berlanjut mengenai tabungan. Rupanya berkat perbincangan yang diselipi promosi oleh Kiddo, Jhosua akhirnya tertarik buat membuka tabungan di bank tempat Kiddo bekerja. Dan untuk lebih mengerti lagi Jhosua mengajak Kiddo untuk berbincang lebih jauh lagi diaparte-mennya. Dan karena Kiddo sudah tau mengenai tradisi gua dan Jhosua kalo tiba diapartermen, diapun tanpa sungkan menanggalkan pakaiannya. Jhosua pun tidak masalah. Dan beginilah akhirnya... tiga orang bercelana dalam makan bersama dimeja makan.
    Setelah makan malam berlalu kita bertiga menghabiskan waktu ngobrol bersama. Ketawa-ketawa bersama dan seru-seruan bersama. Lalu entah kenapa. Mendadak perbincangan menjurus kearah seks yang berakhir pada acara nonton bokep bersama.
    Kita bertiga duduk di sofa. Gua dan Jhosua duduk disofa yang sama dan Kiddo duduk disofa seberang. Film yang ditayangkana dalah bokep straight. Awal-awal tampak biasa saja. Belum ada tonjolan yang berarti. Lalu pada menit-menit berikutnya dapat gua lihat tonjolan mulai bermunculan dibalik celana dalam kita bertiga. Lalu mendekati pertengahan film kita bertiga sudah bermain-main dengan penis masing-masing.

   “Jhos... boleh nggak?” tanya gua ketika melihat penis Jhosua yang sudah tegak dan keras.

    Jhosua mengangguk. Dan kepala gua pun meluncur kebawah. Kiddo sejenak tampak terkejut karena Jhosua bersedia gua hisap. Namun dia hanya bisa diam. Lima menit kemudian.

   “Ga, gua mau dong dihisep.” Kata Kiddo.

    Gua mencabut mulut gua dari penis besar dan panjangnya Jhosua. “Elo pindah gih kesini. Biar bisa gantian gua hisap.”

    Kiddo pun beranjak dan duduk disebelah Jhosua. Mereka berdua duduk dekat sekali sampai-sampai kedua lengan kekar mereka saling menempel. Gua pun beralih ke penis Kiddo. Selang-seling bergantian gua menghisap penis mereka berdua.
    Setengah jam berlalu saat posisi berubah. Gua menghisap penis Jhosua dan Kiddo menghisap penis gua. Desahan nafas Jhosua sudah lama terdengar. Karena hanya dialah yang tidak menghisap penis.

***

    Lewat pukul sebelas malam. Sudah satu jam waktu habis hanya untuk pemanasan saja. Dan kini waktunya babak utama. Dikamar Jhosua kita bertiga bercinta. Saling menyodok dan disodok. Bagaikan disurga kita bertiga tenggelam dalam syahwat yang birahi kenjatanan. Jhosua menyodok pantat gua dan gua menyodok pantat Kiddo. Lalu berganti posisi dimana Kiddo menyodok pantat gua dan gua menyepong penis Jhosua. Kiddo dan Jhosua tidak berciuman.
    Kembali lagi berganti dimana Jhosua kembali bersedia gua sodok dan penis Kiddo mendapat servis dari mulut gua. Jhosua tidur tengkurap dan gua menyodok pantatnya. Lalu Kiddo berdiri didepan gua dan gua menghisap penisnya. Jhosua ternyata masih cukup sakit ketika gua menyodoknya. Namun ada rasa nikmat didalam desahannya.
    Kembali posisi berubah dimana, Jhosua tidur terlentang dan gua berada diatasnya menunggunginya. Jhosua menyangga tubuh gua sementara penisnya menyodok-nyodok pantat gua. Kiddo masih saja berdiri dan mendapatkan servis sepongan dari gua. Dapat gua dengan Jhosua dan Kiddo saling mendesah.
    Kembali posisi berubah. Kita bertiga berlutu bersama. Jhosua mnyodok pantat gua dan gua menyodok pantat Jhosua. Jhosua tidak mau menyodok Kiddo karena masih memegang omongannya kemarin dan Kiddo juga tampak tidak mau disodok penis Jhosua karena penis Jhosua lebih besar dan lebih panjang dari punya gua.
    Kali ini gua secara suka rela menjadi mainan seks mereka. Tanpa penolakan gua bersedia disodok pantat gua. Gua bersedia menghisap penis mereka. Karena gua menyayangi mereka berdua. Kiddo menciumi gua senafsu yang ia bisa. Begitu juga dengan Jhosua. Penis-penis mereka secara bergantian menyodok pantat gua dan memasuki mulut gua. Desahan-desahan birahi senantiasa gua dengar dari mulut mereka berdua. Kiddo tiduran dan mengatur pantat naik turunnya pantat gua dengan penis didalamnya. Dan mulut gua terus bekerja menghisap penis Jhosua. Malam ini benar-benar luar biasa.
    AC dikamar Jhosua dimatikan sehingga membuat suasana menjadi panas namun seksi. Keringat-keringat dari kita bertiga mengucur deras dan membasahi tubuh kita. Kita bertiga jadi terlihat semakin seksi dan hot.
    Lalu ketika lewat pukul dua belas malam kita bertiga sepakat untuk menuju puncak dari permainan luar biasa ini. Gua tiduran terlentang dan Jhosua menyodok pantat gua. Sementara gua dan Kiddo beronani bersama-sama. Butuh waktu sekitar dua menit sampai akhirnya sperma kita berdua keluar dan membasahi tubuh gua. Kita berdua tampak mengejang hebat seakan terkena ayan karena sangkit dasyatnya sensasi orgasme yang kita berdua rasakan. Sesekali pantat gua menjepit-jepit penis Jhosua karena efek dari orgasme tersebut. Lalu setelah semuanya selesai kita kita tinggal menunggu Jhosua.
    Jhosua menarik penisnya dari pantat gua dan mencabut kondomnya. Gua dengan suka rela mengocok-ngocok penis Jhosua sampai spermanya keluar. Seperti kemarin dia juga mendesah hebat. Dan tembakan spermanya begitu banyak sampai terkena muka gua. Kental dan putihnya sperma Jhosua yang begitu banyak membanjiri badan gua. Jhosua tampak mengatur nafas setelah orgasme hebat tersebut. Kiddo dengan inisiatif sendiri mencari handuk dan langsung membersihkan badan dan wajah gua dan banjir sperma.
    Jhosua kemudian mencium gua. Cukup lama dan penuh kelembutan. Lalu ia berbaring disebelah gua. Dan Kiddo berbaring disisi yang lain. Kita bertiga diam menikmati malam ini dan menikmati bernafas dengan bebas dan santai setelah pengalaman luar biasa tadi.

***

Pagi hari. Mata gua terbuka perlahan. Menikmati sejuknya udara kamar yang sudah kembali berpenyejuk. Melihat dua orang pria tampan tidur telanjang di kiri dan kanan gua. Maka gua tersenyum.
    Lalu kemudian Jhosua terbangun. Yang dipandang pertama kali adalah gua. Wajahnya yang lugu ketika bangun membuat dirinya terlihat sangat manis. Gua menyapanya dengan senyuman... dan berikutnya dia membalasnya dengan senyuman. Gua tahu... kebahagian dimulai pagi ini.
    Pagi ini pastinya akan sangat menyenangkan. Libur sehari ini akan dihabiskan bersama-sama dengan bersenang-senang. Bermain bersama, ngobrol bersama dan seru-seruan bersama. Menghilangkan stress dan masalah-masalah untuk sementara dan tenggelam dalam suasana senang dan bahagia. Dan rasanya... semuanya tak akan pernah berakhir...



Bersambung Ke Season 2

Thursday, January 29, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 15

Pukul 11 Malam


Sepupu gua yang tampan dan bertubuh atletis itu berdiri didekat tempat tidur gua. Dia hanya mengenakan celana dalam putih dan selain itu tidak ada lagi yang ia kenakan. Dari mata gua dapat melihat jelas tonjolan besar didaerah penisnya itu. Dan gua pastikan penisnya Jhosua masih tidur karena kalau sudah mulai bangun tonjolannya bisa lebih besar lagi dari itu.

   “Gua mau minta maaf untuk semua yang udah gua lakukan sama elo selama ini.” Jhosua kembali berbicara. Earphone sudah gua lepaskan sejak ia datang dan kini gua duduk bersendar ditempat tidur gua. “Memang seharusnya gua nggak melakukan itu sama elo.”

    Gua masih diam saja dan terus menatap sepupu gua yang kalau dalam setuasi lain bisa langsung membuat gua menurunkan celananya dan menghisap penisnya. Setiap detik dia selalu tampil seksi. Kapanpun, dimanapun, dalam kondisi apapun.

   “Memang pada awalnya gua bener-bener kaget dan nggak bisa menerima kenyataan kalo elo... seorang biseks.” Kata Jhosua. “Saat gua pertama kali melihat elo dalam kondisi waktu itu, yang gua rasa adalah kekecewaan, marah dan merasa dibohongi.
   “Gua kecewa karena elo buka seorang sepupu... seorang pria yang selama ini gua pikirkan. Elo bukan pria normal. Namun yang membuat gua jauh lebih kecewa adalah... elo nggak bilang dari awal soal keadaan elo. Elo nggak cerita sama gua tentang diri elo semuanya.
   “Dan jikapun elo lakukan itu, gua memang akan sulit merimanya. Namun suatu saat gua pasti menerima keadaan elo. Sayangnya elo nggak begitu. Elo udah ngebohongin gua.”
   “Jujur, pada saat gua melihat elo dengan Kiddo waktu itu. Hal pertama yang ingin gua lakukan adalah menendang elo berdua keluar jendela. Gua sangat emosi saat itu.”

    Gua masih saja diam. Perasaan bersalah gua mendadak muncul. Yang dikatakan Jhosua benar, seharusnya gua memberitahu dia sejak awal mengenai keadaan gua. Seharusnya gua terbuka sama dia. Karena dia sudah begitu mempercayai gua, namun guanya yang belum mempercayai dia. Karena seharusnya, Jhosua lah orang yang paling gua percaya. Sekarang hati gua seakan remuk, kata-kata jujur dan apa adanya dari Jhosua tadi seakan meresap kedalam relung-relung hati gua dan meremukannya. Bukan karena perkataannya, namun karena diri gua sendiri.

   “Gua akhirnya melampiaskan segala kemarahan gua sama elo dengan berbagai cara seperti yang gua lakukan dan yang elo alami sebelum-sebelumnya. Karena waktu itu pandangan gua terhadap diri lo benar-benar berubah. Elo menjadi begitu rendah dimata gua, sehingga gua menyamakan diri elo sebagai budak.”

    Jhosua tampak diam dan menghela nafas. Seakan apa yang dia ucapakan dari tadi telah menghabiskan seluruh energinya. Dan gua masih belum memberikan respon apa-apa selain diam dan terus menatap wajahnya. Wajahnya! Bukan tonjolan penisnya!

   “Namun... semakin lama gua semakin sadar dan semakin bisa belajar. Bahwa mungkin elo telah memilih jalan hidup lo seperti ini. Bahwa gua harus bisa menerima keadaan elo sekarang. Bahwa elo pun begini bukan karena kemauan elo.

   “Gua juga semakin sadar apa yang gua lakukan kemarin-kemarin nggak bisa elo maafin. Gua udah terlalu kejam dan jahat sama elo. Gua udah menyamakan elo dengan binatang atau puh manusia paling rendah dimuka bumi ini. Merasa suci dan benar sendiri. Padahal itulah yang membuat martabat gua sebagai seorang manusia jatuh ketempat yang paling nista.

   “Maka dari itu gua mau minta maaf atas semua kesalahan gua sama elo.”

    Sepupu gua itu kemudian berjalan naik ketempat tidur gua. Bisa gua rasakan dirinya semakin dekat sama gua. Wajahnya semakin dekat dan terus mendekat, semakin dekat sampai gua bisa melihat mata cokelatnya, dan bibir bersihnya.
    Jhosua mencium gua.
    Bibirnya yang tidak pernah bersentuhan dengan rokok mengecup bibir gua. Lembut dan penuh perasaan. Seakan Jhosua mencium seseorang yang sangat ia sayangi. Lalu ia menghentikannya.

   “Gua akan menebus semua kesalahan gua.” Dia berkata dengan senyuman paling manisnya.

    Dan yang membuat gua terkejut, takjub, kaget dan seakan semua ini adalah keajaiban. Yang membuat gua, entah apa yang harus gua bilang lagi selain, kagum, kaget, terharu, simpati dan lain-lain terhadap sepupu gua ini. Jhosua menurunkan celana dalam gua. Memperlihatkan penis gua yang sudah dalam kondisi bangun. Mata gua masih saja menatap kejadian yang tak terduga itu. Benar-benar tidak pernah gua bayangkan sebelumnya.
    Mulut Jhosua yang merah itu perlahan-lahan mendekati penis gua yang mendadak menjadi keras dan tegak. Gua menahan nafas dengan mata melebar. Lalu akhirnya mulut Jhosua menyentuh penis gua. Terus dan terus membiarkan batang kejantanan gua itu masuk kemulutnya. Lalu mulai menghisapnya.
    Hisapan Jhosua tampak lugu karena tidak ada gaya atau kemampuan blow job pun yang ia lakukan. Seperti seseorang yang baru belajar menghisap penis. Namun bagi gua itu sudah membawa gua terbang ke awan-awan. Membuat gua merasakan sensasi lain yang luar biasa. Dan Jhosua terus menghisap.
    Cukup lama dia memberikan servis mulutnya ke penis gua sampai akhirnya dia menarik mulutnya dari penis gua. Kembali tersenyum dan menatap gua dengan pandangan ramah dan kasih sayangnya lalu berkata, “Mari kita bercinta.”
    Gua juga tersenyum dan akhirnya ikut hanyut dalam siraman nafsu birahi yang terjadi malam ini. Pukul 11 malam dan hawa panas birahi antara dua lelaki semakin membuat kamar gua menjadi penuh dengan nafsu seksual yang tinggi.
    Gua memutar tubuh Jhosua dan menindihnya. Dapat gua rasakan penis gua saling bertindihan dengan penis Jhosua. Sepupu gua itu tampak dia dan pasrah namun bersedia. Lalu gua menciumnya. Begitu nafsu dan begitu luar. Segala apa yang gua dambakan dan impikan selama ini gua keluarkan sekarang. Jhosua tampak memberikan respon dengan membalas sama nafsu dan liarnya dengan gua. Mungkin dia sedang memainkan fantasi seksualnya yang lain yang belum pernah ia coba selama ini. Bercinta dengan pria.
    Lidah gua dan dia saling bermain. Gua merasakan kedua tangan Jhosua meremas-remas pantat pejal gua dengan sekuat tenaga. Yaa... nafsu birahi telah membakar kita berdua. Gua lalu mencupang leher-lehernya. Yang membuat nafsu gua semakin tidak karuan.
    Setelah puas dileher gua turun kedadanya, dimana dua buah puting dari dada yang bidang dan berisi telah siap untuk gua hisap. Walaupun gua sudah terbakar nafsu namun gua masih ingin terus memompanya, agar Jhosua semakin dibakar api seksual dan membuatnya semakin menggila.
    Terus turun menuju hidangan utama. Penis Jhosua sudah tegak sehingga celana dalamnya tidak sanggup lagi menutupinya. Gua menarik dengan kasar celana dalam itu sampai terdengar bunyi seperti robekan, namun gua tidak mempedulikannya, kelezatan tubuh Jhosua sudah membuat gua tidak sabar lagi. Lalu gua berhenti dan terpana.
    Sebuah batangan penis yang tegak dengan ujung yang lebih besar seperti kepala jamur. Berwarna merah dan keras. Bola-bola testis yang besar dan diselimuti bulu-bulu kelamin yang membuatnya tampak semakin menggairahnya.

   “Hisap lah, Ga.” Kata Jhosua.

    Gua langsung menghisapnya. Sekuat tenaga dan semampu gua menghisapnya. Yang langsung membuat Jhosua mendesah keras karena nikmat. Bibir, lidah dan kemampuan gua bekerja maksimal sekarang. Tangan kanan gua meremas-remas testisnya yang besar-besar itu dan tangan kiri gua meraba-raba dada Jhosua. Penis Jhosua gua hisap seperti menghisap susu dalam botol, gua jilat seperti menjilat es krim cokelat yang lezat. Benar-benar nikmat.
    Kita berdua terus merasakan nafsu dalam ketelanjangan kita. Sudah lima belas menit gua menikmati nikmatnya batangan daging kejantanan Jhosua itu dan terpaksa gua hentikan kerena permintaan Jhosua. Gua dan dia sama-sama berlutut ditempat tidur dan saling berciuman. Kedua-keduanya saling aktif dan nafsu. Gua meremas-remas penis Jhosua dan begitupun sebaliknya.

   “Tunggu sebentar, gua mau ngambil kondom.” Kata Jhosua.

    Jhosua masih sempat mencium gua lagi sebelum akhirnya pergi ke kamarnya melalui kamar mandi. Akhirnya... akhirnya penis Jhosua akan kembali menusuk gua. Kali ini bukan karena paksaan, bukan karena status gua sebagai budak. Tetapi karena sama-sama mau. Karena gua sebagai seseorang yang disayangi. Dan gua siap menerimanya kesakitannya dan juga kenikmataannya. Gua benar-benar siap.
    Jhosua kembali dengan membawa sekotak kondom fiesta dan mengeluarkan salah satunya. Naik ketempat tidur dan kembali mencium dan memeluk gua dengan penuh nafsu. Namun sesuatu terjadi... kembali diluar dugaan. Jhosua memasangkan kondom itu dipenis gua. Oh ya ampuuun...

   “Elo... elo siap jhos?” tanya gua masih tidak percaya.

   “Gua siap.”

    Gua liat kedua matanya menunjukan kesiapan namun juga rasa gugup. Gua letakan telapan tangan gua didadanya. Detak jantung terasa waktu itu.

   “Kalo elo belum siap, enggak usah juga gak apa-apa. Jhos.” Kata gua.

    Jhosua, entah kenapa senang sekali mencium gua. Dia mencium gua dulu sebelum berkata. “Malam ini gua milik elo sekarang. Malam ini gua menyerahkan diri gua sama elo jhos. Gua siap buat segalanya.”
    Kemudian Jhosua berbalik dan bersiap dalam posisi merangkak. Pantatnya yang montok dan berisi itu sudah menghadap kewajah gua. Gua bangkit dan berlutut didepan pantat Jhosua. Menempelkan penis gua kelubang pantatnya. Sebelumnya gua meludahinya agar licin, lalu gua siap memasukannya. Perlahan-lahan, kepala penis gua yang memiliki bentuk bagaikan kepala jamur seperti yang dimiliki Jhosua mulai memasuki lobang perjaka Jhosua. Kedua tangan Jhosua tampak meremas sprei tempat tidur gua.

   “Terus masukin ga.” Kata Jhosua yang bercampur usaha menahan sakit.

    Penis gua terus masuk kedalam dan terus masuk sampai akhirnya semuanya lenyap didalam pantat Jhosua. Lalu perlahan-lahan gua melakukan garakan maju mundur. Semakin lama semakin cepat sampai akhirnya gua melakukan dalam kecepatan normal.
    Penis gua terus menyodok pantat Jhosua sementara kedua tangan gua memeluk dada Jhosua dan bibir gua mengecup punggungnya. Jhosua mendesah-desah, entah itu karena sakit atau dia mulai merasakan kenikmatannya.
    Sepuluh menit berlalu dan gua mencabut penis gua dari pantat Jhosua. Jhosua berbalik dan tidur dalam posisi terlentang. “Sodok lagi ga!”
    Gua melebarkan kedua kaki Jhosua, mengangkatnya sampai diantara kepala gua. Memasukan kembali penis gua kedalammnya. Kali ini gua bisa melihat wajah Jhosua. Ia menutup mata namun mulutnya sedikit terbuka dan dia tampak mengatur nafas. dan ketika penis gua masuk seutuhnya mendadak tangan Jhosua memegang tangan gua. Seperti sepasang kekasih sedang bercinta, seperti itulah gua dan Jhosua sekarang ini. Gua dan Jhosua mendesah nikmat bersamaan. Lalu gua menunduk dan mencium dia. Jhosua terus membalasnya. Dia dibakar nafsu, gua dibakar nafsu. Kita berdua semakin liar bercinta.

    Tangan kiri Jhosua mencengkram kepala gua dan tangan yang lain memeluk tubuh gua.

   “Jangan berhenti... jangan berhenti ga. Gua suka... gua menyukainya!” kata Jhosua disela-sela ciuman. Dan gua terus menyodoknya. Terus menciumnya dan terus memeluknya.

    Sudah setengah jam berlalu sampai akhirnya gua memutuskan tiba saatnya bagi Jhosua untuk menusuk gua. Gua lagi-lagi menciumnya dan penis gua serta penis Jhosua saling bergesekan. Menimbulkan sensasi yang bisa saja berujung pada orgasme.

   “Ayo jhos, elo sodok gua sekarang. Sodok gua sekarang juga.” Kata gua.

    Seperti anak lugu dan patuh Jhosua mengangguk dan memasang kondomnya dipenisnya. Lalu memasukan secepat mungkin penisnya kepantat gua. Gua sempat menjerit namun langsung sirna lenyap dalam kenikmatan. Gua semakin menggila. Desahan gua semakin tidak karuan. Rasanya benar-benar nikmat sekali seakan tubuh gua mau pecah karena kenikmatan itu. Gua pandang lagi lekat-lekat pria luar biasa yang sedang menusuk gua itu. Wajahnya yang tampan dan macho, dadanya yang bidang, otot-otot seksi ditangannya, perutnya yang menonjolkan enam tonjolan otot dan penisnya yang besar, panjang keras dan sedang menusuk gua. Gua masih tidak percaya. Dahulu yang bagi gua bercinta dengan Jhosua seperti mimpi disiang bolong, sekarang gua sudah merasakan Jhosua seutuhnya. Gua sudah merasakan setiap inci tubuhnya. Setiap detilnya dan organ kejantanan kebangaannya sudah gua nikmati semua. Pantat perjakanya yang belum pernah ditusuk apapun sudah gua sodok untuk pertama kalinya.

   “Iga... gua akuin. Semua ini rasanya nikmat sekali. Luar biasa!” kata Jhosua bercampur dengan desahannya.

   “Cium bibir gua, jhos!” kata gua.

    Jhosua langsung merunduk dan mencium gua. Tidak hanya itu, dia juga menjilat wajah gua lalu mencupang leher gua. Meraba-raba dada bidang gua dan paha gua. Ia juga mengocoki penis gua dan sodokannya semakin menggila.

   “Ayo kita bermain diluar.” Ajak Jhosua.

    Gua dan Jhosua sambil berciuman berjalan keluar kamar. Menuju ke balkon dimana pemadangan malam dan angin malam berhembus lembut. Salah satu tempat seks yang gua suka. Bercinta diluar ruangan. Jhosua duduk dikursi dan pantat gua naik turun. Lalu kembali berpindah menuju dapur, dimana gua menunging menunjukan pantat gua dan Jhosua kembali menusuknya. Seperti anjing gua mengangkat salah satu kaki gua. Desahan-desahan kenikmatan terus terdengar.
    Sofa ruang tv menjadi perhentian wisata seksual kita berikutnya. Kali ini kembali gua menyodok Jhosua karena sepertinya dia semakin menyukainya. Liar dan liar gua menyodok Jhosua. Tampak cowok seksi itu menikmati betul sodokan gua. Matanya terpejam dan nafasnya keluar masuk dengan cepat. Peluh dan keringat telah membasahi tubuh kami sehingga tubuh kita berdua menjadi licin dan lembab. Namun itu malah semakin meningkatkan rangsangan seksual kita berdua.

   “Terus... terus ga... Teruuuss... aaaaah.... nikmat banget... haaaah....” desah Jhosua karena telah hanyut dalam birahi. Dan gua terus menyodoknya. Membiarkan penis gua menerobos lubang perjaka itu dan memberikan Jhosua kenikmatan bercinta yang tiada tara.

    Sepuluh menit berlalu dan gua sudah dipangku Jhosua dengan penis Jhosua menusuk pantat gua. Tak henti-hentinya gua dan dia berciuman saat itu seakan berciuman adalah hal paling menyenangkan yang bisa bibir kita berdua lakukan.
    Lalu dengan kekuatannya, akibat dari rajinnya ia fitnes. Jhosua mengangkat tubuh gua. Berjalan dengan penis masih menyatu dengan pantat gua dan kita berdua masih berciuman menuju ke kamar Jhosua.
    Begitu tiba ditempat tidur Jhosua menidurkan gua dan penisnya kembali menusuk-nusuk pantat gua. Dan selama lima belas menis kegiatan itu terus berlangsung.
    Sudah lebih dari satu jam dan sekarang gua sedang menghisap penis Jhosua dengan semangat 45. Badan Jhosua dari tadi senantiasa menggelinjang tidak karuan. Desahan nafasnya semakin tidak karuan. Pinggulnya bergoyang-goyang karena efek dari hisapan maut gua. Kedua tangannya mencengkram sprei yang sudah berantakan oleh aksi beringas kita berdua.
    Badan Jhosua begerak dan mendekati penis gua. Kita sekarang melakukan posisi 69. Jhosua kini mulai berusaha memberikan variasi-variasi dalam menghisap, setelah melihat gaya blow job gua yang luar biasa. Jari telunjuk tangan kanan gua menyodok-nyodok lubang pantat Jhosua dan tangan yang lain meremas-remasnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jhosua.

   “Ayo kita ke kamar mandi.” Kata Jhosua. Lalu sambil berciuman dan mengocok penis lawan kita berdua berjalan menuju kamar mandi. Sedari tadi kita berdua tidak bisa lepas satu sama lain. Selalu saling bersentuhan dan berciuman.

    Di kamar mandi gairah seksual semakin menjadi manakala air juga ikut menambah panasnya suasana. Saling berciuman, saling mengcupang, saling memeluk, saling mengocok dan meremas pantat, itu semua terjadi dibawah siraman air mancur. Lalu kemudian pancuran dimatikan. Kita berdua kembali bersodomi ria dilantai kamar mandi.
    Dua jam sudah berlalu saat gua dan dia memutuskan untuk mengeluarkan isi kita bersama-sama. Maka kita berdua berlutut bersama-sama dan saling mengocok penis masing-masing sambil berciuman. Bermain lidah satu sama lain. Tangan yang lain meraba-raba tubuh lawannya dan mata turtutup menikmati semua keindahan itu dalam-dalam.
    Lalu mendadak gua merasakan sesuatu. Seperti sebuah aliran deras. Tubuh gua mengejang hebat, gua menghentikan ciuman gua dan mendesah hebat bahkan nyaris berteriak. Penis gua memuntahkan sperma yang begitu banyak perut Jhosua. Jhosua kini sedang mencupang leher gua dan masih mengocok penisnya. Sperma gua masih saja keluar dengan banyaknya. Gua terus mendesah-desah menikmati setiap detik kebahagiaan tiada tara itu. Setelah keluar semuanya gua diam, seperti orang yang lemas kehabisan tenaga. Sementara Jhosua masih semangat dengan penis besarnya.
    Dua menit berlalu ketika ciuman kita terganggu dengan Jhosua yang siap berorgasme. Ia mendesah luar biasa keras dan tembakan sperma yang kencang mengenai perut gua. Sperma yang luar biasa banyak mucrat secepat kilat dari penis Jhosua. Putih, kental, dan banyak. Terus keluar dan keluar dibarengi dengan getaran hebat pada tubuh Jhosua. Dan dia masih saja mendesah hebat.

   “Aaaaaaaaaahhhhh....!!!”

    Ketika semua berakhir kita berdua kembali berciuman. Lalu saling menatap penuh arti. Tersenyum. Kemudian kita membersihkan diri. Mandi bersama dibawah pancuran shower dan handukan bersama. Gua selesai duluan untuk merapihkan tempat tidur Jhosua dan Jhosua kini sedang membersihkan muncratan sperma dilantai. Malam ini gua dan dia bakalan tidur satu ranjang.

***

   “So, gimana? Tadi.” Tanya gua.

    Gua dan sepupu gua itu sudah tidur-tiduran di tempat tidurnya dengan berselimutkan selimut cokelat dan telanjang.

   “Menyenangkan... lumayan buat variasi.” Kata Jhosua.

   “Tapi elo nggak bakalan jadi kaya gua kan?” tanya gua, memastikan agar sepupu gua ini jangan sampai ikut-ikutan bengkok.

   “Ya enggak lah. Gua gak bakalan mau main sama cowok lain. Kecuali sama elo.” Kata Jhosua.

   “Kenapa sama gua elo mau?”

    Jhosua tampak diam sebentar.

   “Gua susah ngejelasinnya... pokoknya sama elo gua mau-mau aja. Tapi ama cowok lain gua gak mau.” Jhosua menjelaskan. “Elo tuh orang yang paling gua sayang sekarang. Gua udah bisa nerima elo apa adanya. Dan, secara Cuma elo sodara gua yang paling deket sama gua. Dan Cuma elo sahabat gua yang paling deket sama gua. Baik buruknya elo udah gua tau. Baik buruknya gua elo udah tau. Gua sayang banget sama elo, Ga. Gua bakalan ngejagain elo selamanya.”

    Gua menatapnya cowok paling sempurna dalam hidup gua itu dalam-dalam. Memberikan senyum termanis yang gua bisa sebagai tanda ucapan terima kasih.

   “Elo tau nggak, dibeberapa negara cowok dan cowok saling berciuman untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.” Kata gua.

   “Hahaha... Aya-aya waeee.” Jhosua tertawa seraya mendekatkan kepalanya.

    Lalu kita berdua berciuman. Lembut dan penuh kasih sayang. Dan malam ini berlalu dengan senyuman dan kebahagiaan.

Thursday, January 22, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 14

Gua dan Rafael... Gua dan Jhosua


Tugas kuliah kini mulai terasa melelahkan. Dikarenakan gua sering menunda-nunda tugas yang terdahulu kini tugas itu kian menumpuk. Alhasil ya gua sendiri yang kelabakan. Dari sore sampai malam tangan gua nggak ada berhenti-berhentinya ngetik di labtop. Blom lagi dengan sabar mencari-cari bahan tugas di internet. Blom lagi saat Jhosua pulang gua harus kerja mulut selama kurang lebih 45 menit. Semua ini rasanya membuat gua seakan mau pecah. Otak gua, tubuh gua, semangat gua. semuanya terasa telah bekerja selama ratusan hari dan rasanya harus terus bekerja lagi.
    Ketika pukul 2 pagi, saat dua dari sekian banyak tugas gua selesai gua langsung memutuskan tidur. Tanpa ingat lagi bahwa gua harus mencuci muka dan gosok gigi. Langsung saja gua berpindah dari meja kerja gua ke kasur gua dan terlelap dalam seketika.

***

Pagi hari, sekitar pukul 10 pagi mata gua terbuka. Sepupu gua yang sekarang ini serasa seperti alien pastinya sudah berangkat dari jam 7 pagi. Apartermen tampak tenang dan nyaman. Begitu gua membuka pintu kamar gua, gua melihat sekeliling. Apartermen ini memang selalu rapih. Pintu balkon terbuka dan membawa sinar dan udara luar yang segar kedalam.
    Masih sambil mengumpulkan nyawa gua berjalan menuju ruang TV yang pastinya juga sudah terang karena sinar matahari masuk dari jendela-jendela besar dari lantai sampai langit-langit itu. Membanting diri di sofa dan langsung menyalakan televisi. Nonton berita. Tidak banyak kerjaan yang gua lakukan selain bengong nonton atau mengaruk-garuk peler gua yang hanya tertutup celana dalam.
    Setengah jam berlalu dan sepertinya semua nyawa gua sudah terkumpul. Mata gua sudah bisa terbuka lebar dan rasanya gua sudah siap menjalani hidup hari ini. Maka tujuan pertama gua adalah... mandi.
Air yang mengucur dari pancuran rasanya langsung menyegarkan badan gua. Entah kenapa acara mandi pagi ini begitu nikmat. Lalu begitu gua selesai dan handukan rasanya menyegarkan segali. Lalu gua berpakaian. Rasanya celana jeans warna biru gelap dengan banyak belel-belel dipadukan dengan kaos cokelat rasanya keren juga. Belum lagi ditambah sepatu kets yang pastinya bikin gua makin pede kaluar. Semua ini rasanya cocok ditubuh gua. Lalu gua merapihkan tugas-tugas gua dan memasukannya kedalam tas selempang cokelat gua beserta laptob gua. Gua siap kuliah hari ini.

***

Oh tidaaak... ternyata Rafael masih aja marah sama gua. Dari pertama ketemu sampai mau bubaran kelas gua sama dia masih belum omongan. Dia malah duduk jauh dari gua. Sampe ada cewek yang bilang: “Tumben gak duduk bareng ama cowoknya.”
Tidak tau kah kau kalo sebenarnya gua memang cowoknya Rafael. Kalo sampe tau bisa mati jantungan lo. Hehehe... sebagai informasi aja, gua dan Rafael masuk dalam kategori cowok-cowok perusak iman. Ada banyak cowok ganteng di kampus gua dan sebagian dari mereka masuk dalam kategori Cowok Perusak Iman. Entah itu iman nya cewek atau cowok. Dan cewek-cewek juga punya kategori Cewek Perusak Iman. Salah satu kelas yang beruntung adalah kelas ini, karena dua cowok yang masuk kategori itu belajar dikelas ini. Dan mereka berdua berteman dekat lagi. Hahaha... moga-moga belom ada yang curiga.
    Udah gak keitung cewek-cewek yang miscall, SMS, nelpon gelap, nelpon terang gua sama Rafael. Sampai terkadang gua sama Rafael saling mencocokan nomor karena siapa tau kita berdua ditelpon cewek yang sama. Udah berapa cewek pula yang memberi tanda-tanda secara kasat mata sampai nembak terang-terangan gua Sama Rafael namun memang kita berdua gak ada yang doyan ya ditolak semua.
Namun gua akuin Rafael lebih diatas gua. Cewek-cewek dikampus pada klepek-klepek sama pesona Rafael yang terkenal sebagai Cowok Berwajah Dingin Keren Bertampang Cool. Karena Rafael yang pendiem maka melimpah ruahlah cewek-cewek yang penasaran sama dia. Blum lagi kalo lagi beaktivitas apapun sampai diam saja wajah Rafael emang gak bosen dipandang. Putih dengan bentuk yang tegas namun bercampur manis. Kebayangkan alasan kenapa banyak orang nggak bosen liat wajah dia. Dia berlesung pipi loh! hidungnya mancung lagi. Makanya dia lah salah satu cowok paling diincer satu kampus. Gak mungkin nggak ada cewek yang nggak diam sejenak menatap dia ketika dia lewat. Dan itu pula lah alasan mengapa Rafael kerap mendapat nilai bagus pada mata kuliah tertentu, yang dosennya perempuan. Dia tidak bego, rajin dan pintar juga. Namun pesonanya yang membuat dosen-dosen cewek pada klepek-klepek. Sehingga karena dibutakan oleh wajah hipnotical nya Rafael, mereka memberi nilai A pada setiap tugas dan ujian. Mereka sudah buta. Dan sudah dapat diduga, pada saat pengambilan KHS akan ada banyak nilai A yang menghiasi KHS-nya Jhosua.
    Cuma satu saja kelemahan dari seluruh kelebihan Rafael. Begitu pasifnya dia. Nyaris antisosial karena sedikit sekali temannya yang ada dikampus. Bisa dihitung dengan jari. Berbeda sama gua yang senantiasa beredar dimana-mana. Begitu pasifnya sehingga menimbulkan kesan bahwa dia adalah orang yang Eksklusif atau bahkan sombong. Padahal kenyataannya berbeda. Dia pernah cerita sama gua, mengenai betapa tidak menyenangkannya menjadi orang yang sulit bergaul. Banyak kesulitan yang ia dapet karena susahnya dia bersosialisasi. Jadi siapa bilang Rafael sosok cowok yang sempurna...
    Kembali ke gua dan kelas ini. Rafael duduk diam di seberang gua. Memperhatikan dengan serius (dan selalu begitu) pelajaran yang diterangkan Dosen gua yang kebetulan cewek.

***

Oke, ini udah nggak bisa dibiarin. Sampai pada saat ini, saat waktunya gua dan dia pulang karena udah nggak kelas lagi, Rafael masih saja tidak mau menunjukan komunikasinya dengan gua. Makanya gua yang pertama mengambil tindakan. Ketika selesai kelas gua mengajak Rafael menuju kelantai 10 gedung kampus gua. Lantai 10 merupakan Aula sehingga lantai tersebut jarang dipake. Begitu gua dan dia keluar dari lift, yang saat itu Cuma gua berdua doang yang isi, gua langsung menarik tangannya keluar.

   “Elo kenapa sih?”

   “Gua nggak kenapa-napa?” Rafael berkata datar, seakan tidak peduli.

   “Gua tau elo lagi ada masalah. Masalah elo sama gua?”

   “Iya, masalah gua sama lo.” Akhirnya Rafael tanggap. “Elo tau kenapa gua diemin lo dari tadi. Itu semua gara-gara lo. Gua udah emosi ngeliat tingkah laku lo belakangan ini. Elo udah bosen sama gua?”

   “Bosen gimana maksud lo?”

   “Iya, belakangan ini elo sering menghindar dari gua. Gua ajak buat begituan elo nolak mulu. Kemaren, lagi asik-asik ngumpul, elo jugabaru dateng, udah pergi lagi. Kemaren-kemarennya lagi elo kaya orang sakit gua ajak ngomong elo malah diem aja.”

    Gua menghela nafas sambil menatap cowok yang walaupun sedang marah ini tetap enak diliat. “Elo nggak tau apa yang sedang gua hadapin belakangan ini.”

   “Emang gua nggak tau. Elo nggak cerita.”

   “Gua gak bisa cerita, Rafa... ini terlalu personal.” Kata gua berusaha untuk tetap tenang, sementara Rafael tetap aja emosian.

   “Ooooh... jadi gua bukan orang penting lagi bagi lo. Ooooh gua tau sekarang... elo udah punya cowok baru kan. Pantesan aja gua dicuekin.” Kata Rafael.

   “Ssst... Rafa, elo bisa pelanan dikit nggak sih kalo ngomong.”

   “Nggak ada orang disini. Elo nggak usah mengalihkan pembicaraan. Elo udah punya cowok baru kan. Ngaku aja lo!”

    Gua akhirnya emosi juga, “Iya, gua udah punya cowok baru.”

    Rafael cukup terkejut dengan reaksi gua itu. Lalu ia berkata. “Lebih cakep dari gua?”

   “Iya.”

   “Pantesan.” Rafael tersenyum sinis sambil menatap gua dari atas kebawah. “Emang dasar murahan lo.”

    Anjrit, gak gua sangka pikiran temen gua ini sebegitu pendeknya. Gak gua sangka dia nggak sebegitu punya otaknya. Rendah banget pemikirannya. Dan kata-katanya udah nusuk hati gua. Dan... satu tonjokan melayang kewajahnya. Rafael terpental.
     Namun ia kembali berhasil bangun. Lalu membalas dengan tonjokan yang sama kewajah gua. Satu sama. Gua terus menonjoknya lagi, dan perkelahian antar lelaki jantanpun terjadi. Gua dan dia saling menonjok satu sama lain. Berusaha membuat lawatnya berdarah-darah ataupun biru-biru. Tangan Rafael merenggut baju gua sehingga bagian lengan kanan gua robek. Lalu gua memberi dia bogem mentah keperutnya. Rafael tersungkur kelantai. Gua diam menunggu dia bangkit lagi. Gua gak mau menyerang dia dalam kondisi seperti ini. Cowok sejati selalu menunggu lawannya siap untuk melawan. Rafael kembali bangkit dengan sempoyongan dia kembali berdiri dan mengatur keseimbangan.

   “Ayo tonjok gua!” kata gua yang tulang pipi gua sudah membiru dan berdarah.

   “Anjing lo!” kata Rafael dan ia kembali menyerang gua. Serangan tonjokan bertubi-tubinya akhirnya sanggup menjatuhkan gua. “Mampus lo, njing!”

    Sakit banget rasanya dan kini kening gua mulai membiru.

   “Gua benci ama lo, Ga! Gua benci!” Kata Rafael. Ia berjalan mendekati lift dan menekan tombol turun. Lalu ia menunggu lift datang tanpa sedikitpun melihat gua.

    Gua dengan segenap sisa kekuatan gua bangkit berdiri dan berusaha mengatur diri gua agar bisa seimbang berdiri. Lalu kemudian gua berdiri disebelah Rafael. Masing-masing dari kami sudah tidak berkeinginan untuk bertarung lagi. Motivasi dari kita berdua sekarang ini pastilah menunggu lift, masuk dan langsung berpisah saat keluar. Heran, udah musuhan masih aja nunggu lift bareng.
    Pintu lift terbuka dimana cewek-cewek yang sama seperti waktu kita berdua menunggu lift ditempat sama beberapa yang hari yang lalu kebetulan berada didalam lift tersebut. Rumpian mereka seketika berhenti ketika melihat dua manusia ganteng sedang dalam keadaan aneh. Bonyok-bonyok dimana-mana. Gua dan Rafael tanpa dosa dan tanpa peduli menjadi pusat perhatian keenam cewek-cewek rumpi itu melangkah masuk kedalam. Pintu lift bergerak menutup.

   “Yak ampuuuun... kalian berdua kenapa. Kok biru-biru sih mukanya?” Salah seorang cewek yang tidak mengenal kami langsung membuka pembicaraan. “Kamu juga nih, bajunya robek. Jadi... ehem... keliatan deh ototnya. Suka fitnes yeaaa...”

   “Aduh sayang deh wajahnya,” Kata cewek disebelah Rafael. “Ganteng-ganteng kok bonyok sih. Tapi masih ganteng kok, Cuma ada biru-biru aja.”

   “Kalian kenapa siiih? Abis berantem ya? Kenapa? Gara-gara apa? Pasti gara-gara cewek deh.” Cewek yang lain ikutan nimbrung.

   “Oh enggak, kita tadi abis latihan taek kwondo.” Gua menjawab asal-asalan.

   “Kok sampe biru-biru begitu sih. Aduh kasian deh kamu.” Cewek yang pertama berusaha menyentuh wajah gua dengan maksud melihat luka-luka gua. “Sakit nggak ini?”

   “Sakit... au-au!”

   “Sakit yaaa... Aduuuuh... aku jadi sedih deeeech.”

   “Abis ini langsung diobatin ya.”

   “Aku obatin ya!” cewek yang lain ikutan centil.

   “Ama aku aja, pake sapu tangan deh... ini yang cowok indo mau ya aku obatin.”

    Rafael hanya tersenyum saja.

   “Aduuuh... kamu senyumnya manis banget deh. Ada lengsung pipinya.”

    Pintu lift akhirnya terbuka dan sambil menunggu keenam cewek-cewek super heboh itu keluar kita berdua menunggu dibelakang. Lalu ketika cewek-cewek itu keluar gua dan Rafael keluar... dan berpisah jalan.

***

Gua tiba di apartermen sekita pukul empat sore. Begitu tiba, seperti biasa gua menanggalkan seluruh pakaian dan hanya menyisakan celana dalam. Berjalan dengan sedikit sempoyongan ke ruang tv dan dan langsung membanting diri di sofa super empuk dan nyaman favorit gua. Kepala gua rasanya sakit dan tubuh gua merasa sangat lelah. Tidak lemah tetapi hanya lelah yang luar biasa. Rasanya entah kenapa sofa yang gua tiduri ini terasa begitu nyaman melebihi tempat tidur manapun juga. Gua merasa pewe dan nyaman luar biasa sehingga gua begitu malas untuk berpindah tempat. Siaran tv yang sekarang gua saksikan terasa tidak jelas. Karena konsentrasi dan fokus gua hilang. Terkadang sadar-terkadang tidur... sadar lagi... tidur lagi... begitu seterusnya... sampai gua akhirnya tenggelam dalam kegelapan.

***

   “Ga... Iga...!” seseorang bersuara. Seakan menarik gua dari kegelapan. Membawa gua kembali ke alam nyata. Dan begitu gua membuka mata Jhosua sudah berada didepan gua. Duduk di sofa gua sambil menatap gua dengan prihatin. “Elo kenapa?”

   “Apa?” Salah satu tanggapan standar dari fase bangun tidur. Karena masih berusaha mengumpulkan nyawa.

   “Elo kanap? Berantem lo ya? Atau ada yang macem-macem sama lo? Lo bilang sama gua, biar gua bakar tuh orang. Bilang aja Ga, gak usah takut. Ada gua.” Jhosua semakin semangat berkata sama gua.

   “Enggak kenapa-napa.” Jawab gua.

   “Serius lo? Ini bukan gara-gara digebukin orang? Kalo iya bilang aja. Nggak usah takut. Biar gua samperin tuh orang. Kalo perlu tauran, ya tauran sekalian. Main bunuh-bunuhan ayo.” Jhosua semakin tersulut emosi.

   “Nggak kenapa-napa gua. Gua tadi abis kepentok sana-sini.”

    Sepupu gua itu diam sebentar sambil menatap gua. Tampak tidak percaya.

   “Kepentok?!” katanya. “Kepentok apaan lo sampe biru-biru begini.”

   “Macem-macem.”

   “Yang bener lo, Ga?” kata Jhosua belum yakin. Rupanya Jhosua begitu khawatir sama keadaan gua saat ini. Terbukti dari masih lengkapnya dia berpakaian. Dia bahkan masih bersepatu.

   “Iya bener.”

    Sepupu gua itu masih belum merima kenyataan bahwa gua mengalami kepentok sana sini. Yang sebenarnya muka gua kepentok sama tangan-tangan. Namun berikutnya dia tertawa sambil mengelus-elus kepala gua. “Ada-ada aja lo, Ga. Bisa aja elo kepentok berkali-kali.”

   “Emang waktu itu gua lagi kurang kerjaan. Lari-lari ditempat sempit. Yang begini jadinya.”

   “Ah ada-ada aja.” Jhosua berkata sambil tertawa kecil. “Ya udah, elo tiduran aja lagi. Ntar biar gua obatin luka-luka lo.”

    Jhosua lantas beranjak dari sofa gua dan menuju kamarnya. Kala itu gua melihat jam sudah menunjukan pukul 9 malam. Berarti sudah 5 jam gua tidur. Pantes gua berasa segeran. Namun rasa sakit jadi lebih terasa karena semakin lama rasa sakit akan semakin perih. Berbeda pada awal-awalnya. Rasa sakitnya tidak seperih sekarang.
    Jhosua kembali ke sofa sudah dalam keadaan hanya bercelana dalam saja. Dia kini membawa kapas dan betadine sekarang. Gua langsung duduk bersandar sementara Jhosua mulai mempersiapkan obat-obatan. Ia menuangkan cairan betadine ke kapas dan siap mengobati luka gua.
    Selama proses mengobati wajah gua, kita berdua banyak mengobrol. Melepas masa suram sepi pembicaraan formal dan cari selama seminggu lebih ini. Dalam sejenak gua dan dia kembali mencair. Entah kenapa, gua pun belum tahu alasannya. Namun yang pasti dia bilang kalo dia kangen banget sama gua. Gua juga. Kangen dalam artian kembali seperti dulu lagi. Seru-seruan dan gila-gilaan bareng. Nggak diem-dieman kaya begini. Dan anehnya selama pembicaraan itu gua dan dia nggak menyinggung masalah soal masa-masa kelam gua sebagai seorang budak nafsu. Namun gua kurang begitu mempermasalahkannya sekarang. Yang jelas sekarang gua lagi pengen melepas rasa kangen gua dengan Jhosua.
    Setelah selesai mengobati, gua dan Jhosua berpakaian lalu turun kebawah untuk makan malam. Ini adalah makan malam pertama gua bersama dia semenjak masa perang dingin beberapa hari kemarin. Dan benar saja, makan malam tampak seperti biasa, seakan diantara gua dan dia tidak pernah terjada sengketa apa-apa. Sangat measyikan dan menyenangkan. Memang ada beberapa teman-teman sesama penghuni apartermen yang menanyakan perihal mengenai wajah yang tampil beda ini. Dan gua hanya memberikan jawaban berupa senyuman atau jawaban seperti apa yang gua berikan kepada Jhosua sebelumnya.
    Keadaan sedikit kaku ketika mendadak Kiddo muncul. Awalnya gua dan Jhosua tampak diam namun karena begitu ramahnya perilaku Kiddo maka akhirnya kita berdua makan malam bertiga. Mula-mula pembicaraannya adalah mengenai hal-hal formal. Kiddo bertanya soal kerjaan Jhosua dan dimana dia bekerja, dan begitu sebaliknya. Namun entah kenapa lama kelamaan arah pembicaraan menjadi ngomonging soal gua. Ngomongan soal tingkah laku gua, soal kegilaan-kegilaan gua, soal kebiasaan-kebiasaan aneh gua. Dan mereka bahagia membicarakannya, tanpa merasa bersalah sama gua. Seakan membahas mengenai kejelekan-kejelekan gua sambil ketawa cekikikan merupakan sesuatu hal yang bisa membuat mereka berdua cepat akrab. Sialan. Jadi nyesel sendiri ngajak makan malam bertiga.

***

Pukul sebelas malam. Gua sedang mendengarkan musik melalui ipod gua di tempat tidur gua. Hanya dengan bercelana dalam saja, gua menikmati betapa nyamannya tempat tidur gua ini. Kedua tangan gua, gua letakan dibawah kepala gua. Menampilkan bulu-bulu ketiak gua yang tipis. Betapa nyamannya malam ini. Udah hubungan gua membaik, makan malam, Jhosua dan Kiddo jadi bisa kenalan dan mengakrabkan diri, walaupun membutuhkan topik yang cukup membuat gua bete, dan kini gua bisa tidur malam karena sabtu besok para dosen bakalan rapat. Tugas-tugas yang udah tingal 4 biji bisa gua tunda sampai sabtu siang. Pokoknya sekarang gua ingin menikmati nyamannya tiduran ditempat tidur, nyaris telanjang dan dengan alunan musik favorit gua.
    Mendadak pintu kamar gua terbuka dan Jhosua masuk. Dia berjalan mendekati tempat tidur gua dan berdiri didekatnya. Dia baru selesai mandi, karena sebelumnya gua yang mandi duluan. Wajahnya putih segar dan kulitnya bersih dan wangi sabun. Dia menatap gua dalam-dalam.

   “Ga, gua mau ngomongin sesuatu.”

Dan segala sesuatu yang nyaman secara perlahan menghilang.

Thursday, January 15, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 13

Badai Pasti Berlalu


Mata gua terbuka pada pagi hari. Suasana sangat tenang pagi itu dan dinginnya AC langsung merasuk diriku yang sudah sadar dan telanjang. Gua lantas menarik kembali selimut gua sampai ke leher dan meringkuk di kasur. Meraih-raih remote AC dan mematikannya. Rasanya sedikit lebih nyaman, sangkin nyamannya gua sampai kembali tertidur.
    Gua merasakan sakit ketika gua kembali tersadar. Dan sakit itu dipantat gua. Memang akibat kegiatan kemarin pantat gua jadi sakit sekarang. Namun ini benar-benar terasa seperti sedang ditusuk-tusuk. Dan ketika gua melihat kebelakang, Jhosua sedang menyodomi gua yang kebetulan sedang tiduran tengkurap. Yak ampuuuun...!
    Tanpa say “Hai..!” atau “Udah bangun lo.” Dia terus menyodok gua seakan gua boneka. Dan rasa sakit dipantat gua semakin terasa. Namun begitu juga nafsu, karena sodokan Jhosua sanggup membuat nafsu gua naik. Memang benar-benar pagi hari, ketika bangun tidur segala masalah dan rasa sakit hati yang terjadi dikemarin hari bisa sirna untuk sementara. Seperti sekarang, yang gua rasakan adalah nafsu birahi. Dan sekarang hanya gua berdua saja dengan Jhosua. dan dia sedang menusuk gua dari belakang. Yang gua rasakan sekarang adalah nikmat. Namun gua nggak mau menunjukan karena itu bisa aja membuat dirinya semakin menganggap rendah gua. Gua diam saja mengikuti permainannya.
    Sepuluh menit berlalu, Jhosua membalikan badan gua sehingga dalam kondisi terlentang. Ia lantas mengangkat kaki gua tegang didekat pundaknya. Tidak memandang gua. dia menutup mata dengan mulut sedikit menganga. Sepertinya dia menikmati betul pagi ini.
    Kegiatan pagi ini tidak berlangsung lama. Cukup 30 menit bagi Jhosua untuk menyodok gua dan dia pun tidak mengeluarkan spermanya. Nabung dulu mungkin. Tapi baguslah. Pukul setengah delapan pagi dia sudah meninggalkan kamar gua. Tanpa bicara. Seakan sekarang ini gua hidup dengan asing. Atau mungkin hidup dengan majikan, dimana kita hanya berbicara dengan mereka jika perlu saja.

***

Gua nggak mau banyak jalan sekarang. Dari apartermen gua bela-belaiin naik metromini dan bela-belain berdiri. Lalu pada saat dikelas, gua harus menahan sakit dipantat ketika duduk di kursi. Blum lagi Rafael yang tampak jutek kali ini. Rafael-Rafaeeel... elo tuh nggak pantes jutek sob. Yang ada muka lo malah minta dicipok ama orang. Si Nita, temen kelas gua yang duduk didekat Rafael tampak terang-terangan meratiin Rafael yang sedang jutek saat itu. Dia terlihat menggigit bibir bawahnya. Kasian deh lo... berharap bisa berciuman sama Rafael, sementara gua udah merasakan setiap detil tubuhnya.
    Dosen Fotografi gua yang dulu pernah mengatakan dia sangat menyukai angka 69 menjelaskan dengan menarik pelajaran saat itu. Formula yang bagus karena gua juga menyukai fotografi. Jadinya kelas ini sedikit membuat gua bisa melupakan sakit hati dan sakit fisik gua.

***

Gua memilih makan siang berdua dengan Rafael. Dia membawa mobilnya jauh. Gua dan dia sepakat untuk membolos mata kuliah berikutnya. Dari kampus gua membeli nasi bungkus kemudian melaju menuju ke suatu tempat.
    Satu jam berlalu. Gua dan dia sedang menikmati nasi bungkus didalam mobil dengan kedua pintu depan terbuka. Tidak berbicara semenjak tiba. Saat ini kita berada disebuah perbukitan yang amat sepi dipinggiran jakarta. Kenapa dibilang amat sepi karena letaknya jauh dari pemukiman, jauh dari aktivitas manusia. Rafael selesai makan lebih dahulu. Ia mengambil aqua botol dan minum. Lalu pergi keluar dan menikmati udara. Benar-benar menyenangkan... seharusnya. Gua juga selesai makan lalu minum. Karena tidak ingin banyak bergerak jadinya gua Cuma duduk aja di jok mobil sambil melepaskan kaos gua. Karena anginnya lagi enak banget buat ngademin badan gua yang gerah sehabis makan.
    Rafael kemudian ikut-ikut melepas kaos sambil kembali kemobil. Ia melihat gua yang sedang bersantai di jok dengan kedua tangan gua menopang kepala. Posisi yang kata Rafael sanggup membangkitkan gairah siapa aja yang melihat. Ia melirik kebawah, dimana terdapat celah antara celana jeans gua dan perut, sehingga tangan bisa menyusup masuk dengan mudah. Lalu Rafael mendekati gua, kemudian menjilat puting gua. gua hanya diam saja membiarkan dirinya bergerilya atas tubuh gua. lalu kemudian tangannya, benar, menyusup masuk kedalam celana gua. lalu menyusup lagi masuk kedalam celana dalam gua. meremas-remas penis gua yang masih tertidur namun langsung bangun.
    Gua tidak merasakan ketakutan ketangkap basah oleh orang atau apa karena tempat itu memang sepi. Jadinya pintu terbuka pun gua gak takut. Mulut Rafael lantas pindah dan mencium bibir gua. aduuuh malas banget... baru makan nih. Tunggu turun dulu kek. Makannya gua menolaknya. Menghidarkan mulut gua dari bibirnya.

   “Elo kenapa sih?” Rafael berkata kesal. “Udah bosen ya lo ama gua? udah punya cowok lain ya?”

   “Bukannya gitu sob. Gua... baru makan. Males begituan.”

   “Ah tai lo. Banyak gaya. Elo taukan, udah lebih dari seminggu gua nggak ngerasaan peler lo. Udah kebelet gua nih. Bela-belain nggak onani supaya pas main ama lu bisa puas. Sekarang, gua ajak elo nggak mau.”

   “Bukannya gitu... gua tuh Cuma males aja begitu kalo abis makan.”

   “AH... KESEL GUA SAMA LO. MUAK GUA!” Rafael marah-marah. “Pulang aja.”

   “Fa... ayolah. Jangan marah dong. masa gitu marah sih. Gua mau kok, Cuma lagi malas aja.”

   “Diem aja lo, nggak usah banyak omong. Tutup pintunya.” Perintah Rafael masih marah.

    Gua menurut... sepertinya kata “Menurut” jadi sangat penting bagi gua akhir-akhir ini. Lalu ketika gua menutup pintu Rafael langsung tancap gas. Pulang.

***

Rafael menurunkan gua di apartermen dan pergi langsung kemudian. Hubungan gua dan dia semakin tidak baik. Gua berjalan perlahan-lahan dan dengan langkah senormal mungkin namun yang langkah gua seperti orang habis dientot dengan ngangkah terus. Si Beno aja, satpam di lobi sampe ketewa-ketawa liat cara jalan gua.

   “Kenapa lo ngetawain gua, nyet.” Kata gua seraya berjalan mendekati dia.

   “Cara jalan lo, ga. Lucu. Kaya orang keseringan ngangkang. Abis ngentot ama siapa aja lo. Wuakakak.” Kata Beno disela-sela tawanya.

    Beno, Satpam yang baru dua bulan kerja di apartermen ini. Umurnya sekitar dua puluh tiga tahun. Sebagaimana seorang satpam, Beno memiliki postur tubuh 180 Cm dan tegap. Dadanya bidang, perutnya juga six pack (Tau darimana lo?). Karena dia juga anggota fitnes disini. Mukanya sangat Indonesia sekali. Ganteng namun sangat Indonesia. Seperti tokoh-tokoh pada zaman kerajaan. Kulitnya cokelat namun bersih. Wajahnya tidak berjerawat dan mulus.

   “Nggak fitnes lo ga. Akhir-akhir ini elo jarang fitnes deh. Kenapa sih lo?” tanya beno. “Semalem gua nggak ngeliat elo fitnes. Cewek-cewek cantik bertebaran kamaren.

   “Nggak enak badan gua. Sekarang juga gua kayanya nggak fitnes juga.” Kata gua.

   “Ooooh... ya udah. Jangan lama-lama dong libur. Udah lama nih nggak sparing.” Kata beno.

   “Oke bos.”

    Dan gua pun kembali melanjutkan perjalanan gua.

   “Iga!” Seru seseorang dari belakang.

    Gua menoleh dan melihat Kiddo berjalan mendekati gua. Si Pegawai Bank itu baru aja pulang. Namun dia tidak sendiri. Ada seseorang yang bersamanya, seorang wanita!

   “Waaah... kemana aja lo, sob. Nggak muncul-muncul nih.” Kata gua ketika dekat.

   “Laaah... elu kali yang menghilang. Nggak fitnes lagi lo ya?” kata Kiddo.

   “Lagi libur.” Jawab gua sekenanya.

    Kiddo mendadak sadar bahwa dia sedang bersama seseorang. Ia memperkenalkannya kepada gua. “Eh, gua mau kenalin nih. Namanya Dinda. Cantik kan.”

   “Iga.”

   “Dinda.”

    Gua dan sang cewek berjabat tangan dan saling mengucap nama. Emang ya, nasib jadi orang ganteng dan mapan. Ceweknya pasti yang High end kualitasnya. Dinda, langsing, rambut hitam panjang dan lurus dengan poni rata dibatas matanya. Senyumnya manis, wajah putihnya benar-benar membuat cewek ini seperti pada Anna Hatheway dalam film The Devil Wears Prada.

   “Cewek gua nih.” Kata Kiddo bangga sambil mengangkat-angkat alisnya. “Cantik kaaan.”

   “Iya-iya cantik.” Kata gua dengan jujur.

   “Ya udah ya. gua mau keapartermen dulu.” Kata Kiddo dan gua tangkap si Dinda tersenyum menatap Kiddo sambil menggigit bibir bawahnya. Ya-ya-ya... gua tau mereka mau ngapain.

   “Oke.” Kata gua.

    Kita pun berpisah jalan. Kiddo kearah kiri dan gua ke kanan. Gua naik lift dan masuk keaparterment. Langsung melepas seluruh pakaian dan merebahkan diri dikamar.

***

Ponsel gua berbunyi, membangunkan gua pada pukul 8 malam. Ternyata ada sms masuk. Kenapa pula gua pasang kenceng2 deringnya. Sms dari Jhosua: cpt kebwh. Ke sauna nmr 3. Gk pke lma!”
    Aduuuh tugas lagi... males banget sih. Tapi gua harus nurut. Demi keselamatan hidup gua. Maka akhirnya dengan berat hati gua bangkit dari tempat tidur, berpakaian dan menuju tempat fitnes.

   “Ga, lo katanya nggak fitnes.” Tanya benno yang tampak baru selesai mandi.

   “Gua emang gak fitnes kok. Gua mau ketemu sama si Jhosua.” kata gua. “Duluan ya.”

    Beno menangguk dan kemudian melanjutkan perjalanan gua menuju tempat sauna dimana Jhosua berada. Pintu sauna dikunci. Gua mengetuknya. Tak lama kemudian terdengar suara ganjalan pintu terbuka dan gua masuk. Disana Jhosua sudah bersauna ria. Celana dalamnya dilepas dan diletakan disebelahnya. Penisnya sudah mulai menegang.

   “Nih kunci loker gua. lo buka dulu gih sana. Abis itu balik lagi kesini.” Kata Jhosua seraya menyerahkan kunci loker bertalinya.

    Gua menerimanya lalu kembali keluar. Pergi menuju ke loker Jhosua yang kebetulan dekat dengan loker beno si satpam.

   “Mau ngapaian lo ga?” tanyanya seraya melepas handuk. Menunjutkan celana dalam cokelatnya serasi dengan warna kulitnya yang cokelat. Badannya bagus. Sekasta dengan gua.

   “Mau sauna. Diajak si Jhosua.” kata gua seraya mulai menanggalkan pakaian gua.

   “Elo kenapa nggak fitnes aja dulu lo.”

   “Males sebenernya. Cuma karena sepupu gua aja yang ngajak makannya gua mau. Lo tahu kan sepupu gua udah terlalu baik sama gua.” kata gua seraya melepaskan celana pendek gua. menyisakan celana dalam saja.

   “Ooooh... mau balas budi nih ceritanya.”

   “Ya begitu lah.” Kata gua. “Duluan ya!”

   “Oke,”

    Hanya dengan bercelana dalam saja gua berjalan melewati cowok-cowok lain menuju ke tempat suana. Itu sudah lumrah kok disini. Malah jalan telanjang aja bagi gua bukan masalah lagi. Simpel aja sih, mereka semua cowok dan batangan semua. Dan jika ada yang gay, pastinya itu bonus bagi para gay menjadi member disini.

   “Kunci pintunya.” Kata Jhosua ketika gua masuk. Gua mengunci pintu. “Isep peler gua.” perintahnya kemudian.

    Gua berjalan mendekatinya menatap pelernya yang masih dalam kondisi tidur. Lalu gua mulai menghisapnya. Jhosua kini lebih sering mendesah ketika gua menservis penisnya. Entah karena teknik gua yang hebat atau jangan-jangan Jhosua mulai bengkok? Namun yang gua tau sekarang dia kini sering mendesah. Sesekali gua menatap kewajahnya tampak matanya merem-melek dan mulut sedikit menganga. Batangan besar tersebut masih sama kerasnya seperti kemarin-kemarin dengan kepala yang lebih besar dari batangnya dan berwarna merah muda. Bola-bolanya yang besar-besar dan menggemaskan masih saja sama. Peler Jhosua masih sama menggiurkannya dari dulu sampai sekarang. Namun untuk situasi ini sepertinya tidak begitu berlaku bagi gua.
    Sepuluh menit berlalu ketika nafas Jhosua keluar masuk dengan cepat, lalu dia menarik gua dari penisnya. Kemudian memutar gua sehingga menungging didepannya. Jhosua berdiri dan gua menungging kearah tembok. Ia menurunkan celana dalam gua lalu menusuk pantat gua. dengan beringas dan penuh nafsu. Rasa sakit itu langsung kembali terasa. Namun gua hanya bisa diam tanpa bisa menolak. Jhosua tidak mengenakan kondom saat itu, sehingga rasanya jauh lebih sakit. Belum lagi ditambah panasnya ruangan sauna yang bagi gua merasa makin menyiksa. Mungkin bagi Jhosua merasa makin hot.
    Dia terus menyodok dan menyodok pantat gua tanpa ampun. Dan gua terus menahan sakit yang sepertinya sekarang sudah mulai berasa nikmat. Dan perlahan-lahan gua mendengar desahan nafas Jhosua kembali. Sepertinya dia mulai menyukainya.
    Menit demi menit berlalu dan kini Jhosua meniduri gua di kursi kayu panjang lalu memasukan penisnya lagi kedalam pantat gua. Dua memegang kedua kaki gua. Rasa sakit bercampur nikmat itu kembali gua rasakan. Dan itu berlangsung masih lama.
    Berbagai gaya sudah Jhosua mainkan dan bagi gua sama saja. Sakit namun nikmat. Setengah jam dia menyodoki pantat gua sampai mendadak dia berhenti. Gua rasakan tubuhnya mengejang... desahan nafas klimaksnya... dan... crot-crot-crot... semburan sperma hangat masuk kedalam pantat gua. seketika itu juga gua merasakan sesuatu terisi didalam pantat gua. Penis Jhosua masuk saja didalam untuk mengeluarkan sperma sampai ketetes terakhir. Gua hanya diam saja membisu dan merasakan.
    Jhosua menarik penisnya dari pantat gua. Ia kemudian membersihkan penisnya lalu mengenakan celana dalamnya. Sementara itu gua masih mematung telanjang, berusaha mengendalikan segala yang baru terjadi.

   “Pake celana dalam lo, ga.” Kata Jhosua. Ada yang berbeda dengan cara bicaranya. Kali ini dia berkata tanpa nada memerintah. Mungkin efek dari kelelahan kali.

    Gua menerima celana dalam gua yang diberikan oleh Jhosua dan mengenakannya. Setelah itu Jhosua membuka ganjalan pintu dan kita berdua keluar. Dua orang cowok ganteng, berbadan six pack, dada bidang sedang berjalan berdua hanya dengan mengenakan celana dalam. Bagi para gay ini pastinya pemandangan luar biasa. Apa lagi Jhosua yang tonjolan penisnya benar-benar terlihat dibalik celana dalam basahnya. Bahkan sampai terlihat warna penisnya karena celana dalamnya berwarna putih. Berbeda dengan gua yang tonjolannya tidak sejelas Jhosua namun warna penis gua terlihat. Gua dan dia terus berjalan menuju bilik untuk membersihkan diri. Lalu dengan bertelanjang ria gua dan dia pergi menuju locker yang sudah mulai sepi. Ada beberapa cowok disana dan beberapa bertelanjang juga. Pemandangan yang sudah biasa bagi gua. sebagian berbadan bagus dan sebagian labih berbadan biasa-biasa saja.
    Jhosua handukan pertama lalu dia memberikan handuknya kegua. Gua handukan. Setelah itu kita berpakaian, kali ini tanpa celana dalam dalam, karena sudah basah tadi. Lalu Jhosua berjalan didepan gua, meninggalkan tempat fitnes. Saat itu tempat fitnes mulai sepi. Hanya ada beberapa cowok yang sedang work out dan tampaknya mereka juga akan selesai tidak lama lagi.

   “Udah makan lo ga?” tanya Jhosua sambil terus berjalan.

    Oooops...! Jhosua bertanya pada gua! cukup terkejut gua karena sudah lama kalimat seperti itu tidak gua dengar dari mulutnya. Awal perubahan.

   “Belom makan.” Gua menjawab sesopan mungkin.

   “Oooh...” Kata Jhosua. “Ayo kita cari makan.”

    Gua tersenyum. Memang ini adalah perubahan.

***

Sabtu Sore...
    Jhosua tampak rapih malam ini. Jelas. Karena dia ada janji untuk ke sebuah pesta malam ini. Yang haruskan dia mengenakan setelah Jas malam ini. Malam ini dia mengenakan kemeja putih polos, dasi berwarna gelap dengan motif sederhana dan celana bahan hitam yang pas ditubuhnya. Ditambah ia mengenakan Jas hitam dan dilengkapi sebuah jam tangan mahal. Rambutnya disisir rapih dan membuat diirinya bertingkat-tingkat lebih ganteng dari biasanya. Gua memperhatikan dalam diam sementara sepupu gua itu mondar-mandir sambil berbicara lewat ponselnya.
    Jam 7 tepat akhirnya dia pergi. Namun sebelumnya sesuatu terjadi. Dia mengambil dompetnya dari saku belakang celana. Membukanya dan mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan.

   “Ini buat makan malam lo. Jangan lupa makan!” kata dia. “Gua pergi dulu.”

    Dan berikutnya Pria ganteng dan macho yang sedang tidak jelas hari ini berjalan menuju pintu apartermen dan pergi. Sedangkan gua masih diam di sofa menatap apa yang baru saja terjadi. Lalu berikutnya gua cengar-cengir sendiri.

***

Gua sedang makan malam di restoran yang ada dilantai bawah. Sedang asik-asiknya menikmati nasi putih, ayam goreng tanpa tulang, udang goreng tepung dan salad. Begitu damainnya malam ini karena kebetulan restoran sedang sepi pengunjung. Tiba-tiba Kiddo muncul dipintu masuk. Langsung saja gua mengakat tangan tinggi-tinggi supaya dia melihat. Dan dia melihatnya. Lalu Kiddo bergerak ke kiri dan mendatangi meja gua.

   “Buseeeet, enak banget makanan lo nih. Ayam, udang, burger, ini lagi pake salad segala.” Kata Kiddo seraya duduk dikursi dedepan gua.

   “Iya, si Jhosua nih yang ngasih.” Kata gua.

   “Dia udah nggak marah lagi sama elo?” tanya Kiddo begitu mendengar kata Jhosua.

   “Nggak tau juga sih.”

   “Elo diapain aja? Aman-aman aja kan lo?” tanya Kiddo sedikit serius.

   “Nggak diapa-apain... palingan Cuma dimarahin doang sama diem-dieman.” Jawab gua berbohong. Menyembunyikan fakta bahwa gua sudah dijadikan budaknya, sudah dijadikan pemuas nafsunya, dijual kepada orang, diperlakukan seperti budak seks paling hina. “Tapi semuanya baik-baik aja.” Gua menambahkan senyum kepastian.

   “Oooh... ya udah kalo gitu.” Kata Kiddo sedikit lega.

   “Terus, dia nanya-nanyain soal gua gak sama lo?”

   “Enggak. Kan gua udah bilang, dia tuh straight abis. Elo juga kan, straight. Karena gua bengkokin aja lo.”

    Kiddo nyengir-nyengir sendiri.

   “Gua nggak nyesel kok di bengkokin. Lumayan lah mencari warna baru dalam hidup gua.”

   “Oke, sekarang gantian gua yang nanya.” Kata gua lalu mengigit daging terakhir dada goreng gue. Lalu gua beralih ke udang goreng. Disantap pake nasi. Hmmm... maknyos! “Sejak kapan lo pacaran sama tuh cewek? Siapa namanya... Dinda?”

   “Baru jadian seminggu kok.” Jawab Kiddo sambil senyum selebar-lebarnya. Sepertinya topik ini yang dia tunggu dari tadi. “Gimana, cantik kan.”

   “Ya cantik lah.” Jawab gua sejujur-jujurnya. Emang bener, Dinda cantik banget. “Elo ama dia tuh udah serasi banget. Elo nya ganteng, pegawai bank, mapan. Dianya, cantik... kerja dimana?”

   “Sama... sama tempat kerja gua.”

   “Tuh kan, udah nggak pake Long Distance pula. Pasti banyak sirik sama elo berdua deh.” Gua mencocol udang goreng gue ke sambalnya dan melahapnya. “Tapi... kalo gua pengen... anu-anuan sama elo. Masih mau kan?” gua berkata dengan suara lebih pelan.

   “Ya masih lah. Elo kan temen gua Ga. Elo tau nggak?” kata Kiddo, “Dengan elo hidup jadi lebih seru. Dengan elo... seks jadi lebih menyenangkan. Cewek elo pasti juga bakalan bahagia punya cowok yang keahlian seksnya sudah masuk ke jenjang Profesor.”

   “Hahaha... cinta nggak diukur dengan seks kali.” Kata gua. Dan memang benar. “Kalo memang iya, seharusnya elo udah jatuh cinta sama gua.”

   “Nggak mungkin lah gua jatuh cinta. Perasaan gua sama elo Cuma sekedar seks aja. Nggak lebih.”

   “Ya gua juga sama.” Gua beralih topik, kembali ke topik soal pacar si Kiddo. “Udah ngapain aja elo sama Dinda?”

   “Belum apa-apa. Baru ciuman aja.” Jawab Kiddo, dia memang senang kalo pembicaraan kembali menyangkut soal dirinya. “Namanya juga baru seminggu, Ga. Belum berani lah gua ngubek-ubek dalemannya. Mau di setrika muka gua sama dia.”

   “Buseeet... KDRT dong tuh cewek.”

   “Hahaha... garing lo.”

   “Betewe yang nembak duluan siapa? Elo kan... nggak mungkin dia lah.”

   “Emang gua yang nembak. Abisnya gua sama dia sama-sama suka. Dan dia juga udah nebar tanda-tanda ke gua. Ya udah, karena udah yakin ya gua tembak dia.”

   “Dimana-dimana-dimana?” tanya gua penuh semangat.

   “Di mobil...”

   “Haaaaahk...! Nggak romantis banget.”

   “Hahaha... abis semuanya serba kebetulan sih.”

    Setengah jam telah berlalu seiring dengan selesainya gua makan malam. Pembicaran gua dan Kiddo masih saja seputar masalah yang ringan-ringan. Oh ya, sempat terselip pembicaraan mengenai Kiddo yang ditaksir oleh cowok teman kantornya. Dan cowok itu juga sempat berusaha mencium Kiddo namun dia berhasil menghindar. Untungnya Kiddo masih berbaik hati tidak membongkar identitas si cowok napsu itu. Kiddo hanya memberinya ancaman. Dan semenjak itu dia dan teman kantornya tidak lagi saling berkomunikasi.

***

Jhosua pulang dimalam hari. Sekitar pukul 2 pagi. Saat itu gua sedang tidur, maksudnya ketiduran diruang TV, dan terbangun saat kedatangan Jhosua. Pukul 2 pagi dan dia masih baik-baik aja. Baguslah. Tidak seperti dua bulan yang lalu ketika dia pulang pukul 4 pagi dengan mulut bau alkohol. Padahal dia bilang bukan peminum dan perokok. Gua sempoyongan membawanya ketempat tidurnya dan melepasi seluruh pakaiannya. Paginya Jhosua bilang bahwa itu pertama dan terakhir kalinya dia bersentuhan dengan minuman keras. Karena paginya Jhosua merasakan kepala yang pusing luar biasa.
    Gua buru-buru menutup mata ketika Jhosua datang mendekati ruang TV. TV masih menyala saat itu. Gua mengintip lewat garis mata gua. Tampak Jhosua berdiri didepan gua dan diam. Suasana waktu itu remang-remang sehingga intipan gua tidak ketahuan oleh Jhosua. Tak lama kemudian terdengar TV dimatikan dan Jhosua berjalan menjauh. Berikutnya, gua tidur dalam damai.

Thursday, January 8, 2009

Series : Living With My Cousin - Chapter 12

I’m A Slave 4 Them


Hari Jumat...

    Pagi hari cukup menyenangkan karena Jhosua nggak nyuruh gua kerja pagi-pagi. Ketika gua bangun pada pukul 9 pagi Jhosua sudah pergi ke kantornya. Gua streching badan dulu di kasur gua. Bergerak-gerak merentangkan badan, berguling sana sini sampai akhirnya memutuskan untuk bangun.
    Matahari begitu terik pagi ini. Ketika gua membuka pintu dan berjalan menuju balkon yang sudah terbuka matahari langsung memanasi badan semi-bugil gua. Untung si ‘iga junior’ terlindung didalam celana dalam gua, jadi nggak kepanasan. LCD diruang TV masih menyala, dimana sekarang sedang menayangkan FTV pagi di RCTI. Gua mematikan TV lalu menyiapkan segala keperluan gua. Gua ambil tas gua, lalu kaos, celana jeans, celana dalam baru dan handuk. Lalu gua keluar dari apartemen menuju ketempat fitnes. Fitnes selama dua jam, lalu mandi disana dan pergi ke kampus kemudian.

***

Pukul 5 Sore ketika gua sedang kumpul-kumpul bareng temen-temen gua di kampus. Gua duduk bersebelahan dengan Rafael yang udah nggak marah lagi. Cowok ganteng berdarah indo itu ternyata udah gak marah lagi sama gua. Cepet amat ya redanya. Emang pada dasarnya cowok nggak bisa marahan lama-lama. Emangnya cewek yang kalo marahan bisa ampe bertahun-tahun, betah amat ya. Lagi asik-asiknya ketawa-ketiwi mendadak ponsel gua berbunyi dan dari bunyinya yang singkat gua tau itu SMS. Gua membuka ponsel gua dan membaca pesan yang masuk: “Cptan pulng, ada yg hrs lo lyanin. Gk pke lm!”
    Yak ampuuun... gua baru ngumpul setengah jam sama temen-temen gua, udah disuruh pulang. Disuruh ngisep peler lagi. Kejam banget.

   “Guys, gua balik duluan ya.” kata gua sambil memasukan ponsel gua kekantong celana.

   “Buset, baru bentar juga lo nongol udah mau pergi aja lagi. Sibuk amat sih lo bro.” Kata salah satu temen gua.

   “Iya nih. Ada kerjaan penting.” Kata gua sekenanya.

    Gua lantas berdiri dan berpamitan. Sempat gua liat tatapan gua Rafael yang kesal sama gua. Emang sih hari ini gua sama dia nggak punya waktu untuk berduaan. Bahkan selama seminggu ini aja gua belum pernah bercinta sama dia. Gua juga kangen sih sama pelernya yang bener-bener lezat dalam kondisi apapun. Tapi apa boleh buat, Jhosua memanggil maka gua harus dateng.
    Gua tiba di apartemen dan ternyata Jhosua udah pulang. Cuma anehnya dia nggak berkancut namun masih full pakaian. Kemeja krem biru gelapnya, celana bahan hitamnya, jam tangan ditangan, gesper, dasi yang hanya dilonggarkan. Seperti baru pulang dari kantor, dan seperti mau ada tamu dateng. Dia sedang berjalan menuju keruang TV sambil memegang segelas air dingin ketika gua tiba di apartemen.

   “Jangan lepas pakaian lo, mau ada yang dateng bentar lagi.” Kata Jhosua tanpa melihat gua. dia terus aja jalan.

    Gua menurut saja dan langsung melangkah menuju kamar gua. Belakangan ini gua berusaha tidak berada berdua saja dengan sepupu gua itu tanpa ada maksud dan tujuan yang jelas. Seperti nonton TV bareng, makan bareng, di balkon bareng. Sebisa mungkin gua hindari kegiatan itu karena rasanya tidak menyenangkan, dan untuk mencegah kejadian yang pastinya membuat mulut gua lelah luar biasa. Gua masuk ke kamar dan menyalakan labtop gua. langsung online di internet dan ngeforum.
    Diluar gua dengar tidak ada perkembangan. Palingan gua mendengar suara dikamar mandi, Jhosua kayanya kencing lalu pergi balik nonton. Ada yang aneh nih. Nggak biasanya. Tumben-tumbenan Jhosua nggak nyuruh gua kerja. Ada apa ini? Apakah dia udah kenyang ngentot sama orang laen di kantor, atau dia mimpi basah yang menghabiskan seluruh pasokan spermanya. Kenapa ya?
    Jawabannya gua dapatkan dua jam kemudian. Pukul tujuh malam ketika terdengar suara pintu dibuka dan suara-suara. Jhosua tampak menyambut seseorang... oh bukan, lebih dari satu orang. Mereka tertawa-tawa dan Jhosua terdengar mempersilahkan masuk tamu-tamunya. Suara-suara tersebut masih terus terdengar sampai akhirnya mengecil dan hilang. Gua masih saja diam didepan labtop gua mengira-ngira apa yang bakalan terjadi.
    Beberapa menit kemudian pintu kamar gua dibuka. Jhosua muncul lalu menatap gua.

   “Keluar lo. Elo mau gua kenalin sama temen-temen gua. Cepetan!” katanya lalu kembali keluar.

    Gua mematikan labtop gua dan pergi keluar. Menuju keruangan dekat balkon. Disana sudah duduk dua pria yang, sumpah! ganteng-ganteng, walaupun gak seganteng Jhosua namun gua akui ganteng. Mereka berpenampilan seperti Jhosua, tampaknya juga baru pulang ngantor. Yang satu berkulit putih, dengan garis-garis wajah tegas, hidungnya mancung dan berambut hitam cepak. Satunya lagi berkulit kecoklat terang dengan bentuk wajah perpaduan antara manis dan macho. Model rambutnya cokelat sesuai mode cowok keren zaman sekarang namun sangat cowok didirinya. Kedua tampak seperti pria-pria gagah. Mereka berdua duduk disebuah sofa untuk dua orang sambil menatap gua dengan wajah penuh pengamatan. Pintu balkon dibiarkan terbuka padahal tidak ada angin yang masuk.

   “Oke sob, seperti yang gua janjikan. Ini Sepupu gua... namanya Aiga.” Kata Jhosua yang duduk disofa lainnya. “Ga, ini temen-temen gua. Nama Sonny dan Allan.” Oh jadi yang kulit putih namanya Sonny dan yang bermodel rambut keren itu namanya Allan.

    Gua menyunggingkan senyum dan mereka membalas.

   “Dan yang seperti gua janjikan sama elo.” Kata Jhosua melanjutkan. “Dia bersedia menjadi mainan elo sekarang. Gimana menurut elo orangnya?”

   “Berondong ya.” Kata Sonny. “Tapi keren, gua suka yang model kaya gini.”

    Oh My God...!

   “keren nih,” Allan juga setuju. “Emang elo tepat janji jhos. Nggak sia-sia gua transfer 17 juta ke elo tadi siang.”

   “Iya, nggak nyesel gua bayar 17 juta ke elo Jhos.” Kata Sonny.

    Ya ampuuun... Gua dijual!

   “Barang langka nih. Makanya gua kasih mahal. Dan Cuma buat elo berdua doang. Dia sekarang jadi milik elo berdua malam ini.” Kata Jhosua bangga. Sementara gua merasa sakit hati luar biasa. “Dia bakalan menurutin semua permintaan elo, dan melakukan apapun yang elo suruh.” Jhosua mengakhiri kalimatnya sambil menatap tajam gua. Menyiratkan bahwa gua Harus, tanpa persetujuan gua atau dia, menuruti semua yang diminta dan disuruh oleh kedua temennya.
    Kedua cowok itu kembali memperhatikan gua. Gua tampak kikuk dan salah tingkah.

   “Coba kaosnya dibuka.” Kata Allan

    Gua menatap Jhosua memohon untuk tidak dijadikan seperti super budak, namun tatapan Jhosua menyiratkan maksud “Turutin atau bokap-nyokap elo bakalan tau elo GAY”. Maka gua menurut saja melepaskan kaos gua. Badan gua yang terpahat bagus langsung terlihat. Perut Six pack gua, dada bidang gua, otot-otot tangan gua semua terlihat oleh mereka. Sonny dan Allan tampak puas dan kagum. Mereka manggut-manggut. Lalu gua disuruh berputar dua kali dan berhenti.

   “Celana dibuka dong, say.” Kata Sonny.

    Gua sambil menunduk dan menahan rasa malu, kesal dan sedih melepaskan ikat pinggang lalu menurunkan reseleting gua. Lalu menurunkan celana jeans gua. Terlihatlah paha gua yang kuat dan putih, tungkai kaki gua yang indah dan tonjolan dicelana dalam putih gua. kedua cowok nafsu itu semakin nafsu aja melihat gua. Gua disuruh berputar. Dan dengan rasa bahwa harga diri gua udah terkoyak-koyak gua berputar. Rahang gua seakan mengeras saat itu juga. Pantat gua yang keras dan bagus pun dapat mereka saksikan.

   “Ya udah. Kamu sini deh, duduk ama kita.” Sonny berkata sambil mengeluarkan senyum nafsunya. Sementara Jhosua tampak diam memperhatikan.

    Gua berjalan mendekati kedua orang yang gua rasa ketampanannya sekarang tidak ada artinya bagi gua. yang gua tau rasanya gua pengen membakar ketiga orang ini. Namun yang gua tau sekarang gua udah duduk diantara mereka. Dan berikutnya badan gua sudah digerayangi kedua cowok itu. Sonny; tangan kanannya meraba-raba paha gua. Tangan kirinya menyusup masuk kedalam celana dalam gua dan meraba-raba pantat gua. sementara itu mulutnya sibuk mencupang leher gua. Allan yang duduk disebelah kiri gua; tangan kirinya merasa paha gua dan kanannya meraba punggung gua. mulutnya menjilat-jilat pipi gua. mata gua tajam menatap Jhosua. campuran antara marah dan memohon untuk dilepaskan. Namun Jhosua hanya diam sambil berucap tanpa suara. “elo udah pernah janji.”

    Berikutnya Sonny berlutut didepan gua. menarik dengan perlahan-lahan celana dalam gua dan langsung nafsu begitu penis gua terlihat. Tanpa basa-basi dia langsung menghisap penis gua. Sedangkan mulut gua sudah dilumat oleh Allan. Lidahnya menjulur-julur masuk dan gua terpaksa menanggapi itu semua. Kedua tangan Sonny melebarkan kaki gua. membuat gua mengangkang dan dia kemudian menjilati selangkangan gua.
    Gua melihat Jhosua beranjak dari sofanya dan menghilang. Mungkin dia jijik melihat ini atau apa gua nggak tau. Tapi lebih baik dia nggak nontonin gua karena gua merasa seperti manusia paling hina didunia.
    Allan melepaskan diri lalu berdiri seraya mulai menanggalkan satu persatu pakaiannya. Dan ketika dia telanjang gua melihat badannya sama bagusnya dengan gua dan Jhosua. penisnya juga disunat dan berwarna gelap namun berbulu sedikit.
    Jhosua ternyata kembali sambil membawa... ya ampuuun... handycam! Ya Tuhaaaaan... teganya dia.

   “Gua rekam ya. lumayan buat dokumentasi pribadi si Aiga. Atau sekali Portfolionya bakal jadi artis bokep gay, hahaha...”

    Dan Jhosua kini seperti layaknya juru kamera film-film bokep yang sedang mengambil gambar adegan gua melayani kedua cowok ini.

   “Jhos-jhos sorot ini. Peler gua mau diisep sama dia.” Kata Allan yang sudah bersiap-siap.

   “Oke bos!” Jhosua lantas mendekatkan kameranya dengan fokus utama penis Allan dan mulut gua.

    Allan menempelkan penisnya kemulut gua sambil berkata, “Isep dong say. Elo udah kita bayar 34 juta nih. Jadi elo harus nurut semuanya. Ayo isep cepetan!”

    Gua mengisap pelernya. Disaksikan ketiga orang itu dan di rekam oleh handycam. Rasanya gua pengen menangis dan langsung lompat bunuh diri. Benar-benar gua merasa hina dan jauh lebih rendah martabatnya dari seorang budak.

   “Si Iga ini pinter nyepong lo. Pinter banget. Coba ga, tunjukin kemampuan lo.” Kata Jhosua sambil merekam.

    Gua menurut. Gua keluarkan kemampuan hisap menghisap gua kepeller Allan. Sementara itu Sonny menghentikan hisepannya ke peler gua dan mulai bertelanjang ria. Ia kembali menghisap penis gua. selang beberapa menit berlalu ketika Sonny puas menghisap penis gua yang tampak sudah tegang. Kini ia berdiri dan mendekatkan penisnya ke mulut gua. gua gantian menghisap penisnya. Sekarang gua ganti-gantian menghisap penis Sonny dan Allan. Dan Jhosua terus merekamnya.

   “Jhos, elo telanjang juga dong. nggak pantes aja. Yang lain pada bugil, elo sendiri masih lengkap.” Kata Sonny.

   “Ya udah.” Jhosua kemudian meletakan handycamnya namun diposisikan kearah gua. ia lantas menanggalkan seluruh pakaiannya. Selama dia menanggalkan pakaiannya Sonny dan Allan memperhatikannya. Ketika bugil penis Jhosua tampak berayun-ayun dan semi tegang. Jhosua kembali merekam dalam keadaan telanjang

   “Ga, coba lo nungging.” Kata Allan.

    Gua menurut. Gua menghentikan sepongan gua dan menungging dikarpet. Namun karena Sonny belum puas akhirnya gua berposisi merangkak dan mulut gua kembali menyepong peler Sonny. Sementara itu Allan mulai memasukan jari-jarinya kepantat gua dengan mulutnya menciumi punggung gua. Sonny tampak mendesah nikmat.

   “Sepupu elo budak paling yahud, jhos. Servisnya keren banget.” Sonny berkomen.

   “Siapa dulu germonya.” Kata Jhosua. “Dan pastinya dia seneng banget ada tamu malam ini. Udah lama nih dia nggak Threesome kaya begini.”

    Mendadak gua merasakan sakit yang luar biasa. Dan pada saat gua melihat kebelakang penis Allan yang sepertinya sudah berkondom telah memaksa masuk kepantat gua. karena begitu mendadak yang gua rasa hanyalah sakit yang perih.

   “Aaaaah... enak bangeeeeet.” Allan mendesah.

    Gua terus menghisap penis Sonny sambil menahan sakit karena Allan mainnya kasar. Penisnya cukup besar untuk membuat pantat gua sakit. Dan dari sudut mata gua tampak penis Jhosua sudah menegang, dan itu diperhatikan oleh Sonny.

   “Jhos, ikutan aja lo. Tampaknya elo nafsu juga. Katanya Cuma nafsu sama cewek, tapi kok ngeliat kita elo tegang sih.” Kata Sonny.

   “Gua juga bingung. Padahal gua normal loh.” kata Jhosua.

   “Ya udah. Elo coba aja. Enak kok. Lagian elo udah pernah hewan-hewan. Ama cewek apa lagi. Satu kantor udah entot semua kali. Sekarang coba lah sama cowok. Nggak ada bedanya kok. Coba aja.”

   “Iya jhos. Nggak ada salahnya coba. Kan untuk melengkapi fantasi elo itu. Biar elo bisa ngerasain semuanya.” Kata Allan menimpalin.

   “Kameranya lo letakin aja, tapi masih ngarah Sini biar masih bisa ngerekam.” Kata Sonny.

    Sejenak Jhosua tampak ragu namun Sonny dan Allan terus mengompori sampai akhirnya setuju. Maka dia meletakan handycamnya sedemikian rupa dan ikut bergabung. Yang dia lakukan pertama kali adalah memberikan penisnya ke mulut gua. gua kelabakan menyepong dua penis sekaligus.
    Beberapa menit berlalu ketika Allan menghentikan sodokannya lalu melepaskan kondomnya. Kini giliran Sonny sekarang. Dia mengambil kondom baru dari tas Allan dan memasangnya dipelernya. Tidak seperti Allan yang kasar, Sonny tampak halus. Perlahan-lahan dan penuh penghayatan dia menyodok pantat gua. Allan menarik kepala gua kearahnya dan mencium gua dengan penuh nafsu. Lalu membiarkanya gua kembali menghisap penis Jhosua. ia memperhatikan untuk beberapa lama.

   “Peler lo kayanya enak juga, jhos. Gua isep ah. Ga, elo isep punya gua.”

    Jhosua tampak tidak keberatan dan Allan tampak senang bukan main. Jangan-jangan ini obsesi terpendamnya. Maka kini posisinya: Sonny menyodok gua, gua menyepong peler Allan, Allan menyepong peler Jhosua dan Jhosua mendesah-desah.
    Lima menit kemudian mendadak seseorang menjambak rambut gua. tidak kencang namun cukup untuk menarik mulut gua dari penis Allan. Sonny kini duduk mengangkang disofa dan mengarahan kepala gua kepantatnya.

   “Lo jilatin pantat gua!”

    Gua terus menurut saja. Kini lidah gua menjilat-jilat pantat Sonny. Tidak bau sih dan tampak bersih, tapi tetep aja gua merasa hina. Lalu ditariknya kepala gua untuk menghisap penisnya. Kemudian ditarik lagi kearah pantatnya dan begitu seterusnya.

   “Jhos, elo belom pernah nyodok pantat cowok kan. Sekarang elo sodok gih. Biar gak penasaran.” Kata Allan.

    Jhosua menurut saja. Allan yang secara koperatif memasangkan kondom ke penis Jhosua dan membiarkan penis Jhosua mencari lobangnya sendiri. Ia lantas menusuk-nusuk pantat gua.

   “Jhos, abis pantatnya si iga, pantat gua ya yang elo sodok.” Kata Sonny dan Jhosua manggut-manggut. Ia tampak mulai hanyut dalam permainan ini. Dan bagi gua itu tidak merubah apapun. Malah bagi gua menyakitkan. Karena penis Jhosua adalah yang paling besar dari antara yang lain sehingga sangat menyakitkan. Gua malah sempat menjerit-jerit ketika Jhosua menyodoknya.

   “Tenang aja jhos. Itu normal kok. Biasanya begitu. Itu tandanya si iga seneng,” Kata Allan. Dan Jhosua terus menyodok.

    Pantat Sonny selesai diservis kini Sonny sudah nungging didepan Jhosua dan siap di sodok. Dan ketika penis Jhosua menyodok pantatnya tampak rasa senang luar biasa keluar dari desahan dan jeritan Sonny. Dia pasti bahagia luar biasa. Gua gini menjilati pantat Allan beserta menservis penisnya. Setelah beberapa menit Allan tampak mendekati Jhosua. ia ingin mencium bibir Jhosua.

   “Elo mau ngapain lo?” tanya Jhosua tiba-tiba.

   “Nyium elo. Emang nggak boleh?”

   “Enggak-enggak ah.”

   “Ya elo. Elo ciuman ama gua nggak bakalan bikin elo jatuh cinta ama gua. emang biasanya begini kok kalo ngentot. Pada cium-ciuman.” Kata Allan dengan tipu muslihatnya. “Cipokan gak ngaruh.”

    Jhosua menghelas nafas dan kini diam aja ketika Allan mulai menciumnya.

   “Balas jhos!” kata Sonny

    Jhosua menurut, dia membalasnya. Ini waktu yang cukup bagi mulut gua untuk istirahat. Namun itu tidak lama karena kini penis Allan kembali menyodok gua dan gua menyepong penis Sonny.

***

Sudah lebih dari satu jam gua melayani ketiga cowok itu dan kini sudah mendekati akhir. Allan yang dari 5 menit lalu menyodok pantat gua kini melepaskannya. Membiarkan Sonny yang giliran menusuk pantat gua. sementara itu ia mendekatkan penisnya ke wajah gua, tepatnya kemulut gua.

   “Buka mulut lo lebar-lebar!” perintah Allan. “Dan elo kocokin peler gua!”

    Gua mengocok pelernya didekat mulut gua, yang sudah membuka lebar. Terus menerus gua kocok sampai akhirnya Allan mengejang dan tumpahan sperma masuk kemulut gua. sebagian menyiprat kewajah gua. kejadian itu berlangsung selama beberapa lama dan kemudian gua harus menghisap penis Allan yang sudah belepotan dengan sperma. Butuh 2 menit untuk nyepong penisnya sebelum dia memutuskan selesai lalu duduk penuh kekelahan di sofa.
    Berikutnya Sonny, ia melepaskan kondomnya dan mendekatkan penisnya ke mulut gua. gua kembali harus mengocoknya. Pantat gua sekarang diisi oleh Jhosua. rasa sakit itu kembali terasa. Gua mengocok-ngocok penis Sonny sampai akhirnya sperma yang sangat banyak memenuhi mulut gua dan wajah gua. yang dimulut kembali harus gua telan. Menjijikan.
Gua kembali harus menghisapnya. Sementara itu tangan Sonny mengusap-usap wajah gua yang sudah belepotan sperma. Sebagian ia ambil dan ia oles dipenisnya untuk kemudian kembali gua hisap. Rasanya sangat menjijikan. Lalu ia rebahan disebelah Allan sambil berciuman dan berpelukan. Baru menonton gua dan Jhosua.
    Lima belas menit berlalu ketiga akhirnya Jhosua melepaskan penisnya dari pantat gua dan mendekatkan kemulut gua. untuk ketiga kalinya gua harus melakukan hal yang sama. Dan ketika Jhosua mendesah hebat dan dia mengejang, spermanya tumpah dan melesat masuk kemulut gua sampai gua terbatuk dan mengakibatkan sperma yang baru keluar memenuhi wajah gua. lalu setelah semua sperma keluar gua harus kembali menghisap penisnya selama beberapa lama.
    Terakhir... mereka bertiga menontoni gua onani sendirian dengan wajah penuh sperma dan badan penuh keringat. Lalu tak lama kemudian Allan dan Sonny mengangkat kaki gua dan membuat sedemikian rupa agar posisi penis gua mengarah ke mulut gua. Yak ampuuun... gua harus menelan sperma gua sendiri. Amat menjijikan... tega banget sih Jhosua ama gua.
    Gua mengocok penis gua sendiri lalu tak ama kemudian... crot-crot-crot... sperma gua tumpah dan langsung masuk ke mulut gua yang mengaga lebar. Direkam secara dekat oleh Jhosua. dalam sekejap gua menjadi orang yang paling-paling-paling menjijikan dan kotor didunia. Paling menjijikan... Paaaaaling menjijikan!
    Ketika semuanya selesai gua dibiarkan terlentang disana. sementara ketiga cowok itu duduk-duduk disofa.

   “Gilaaaa... luar biasa.... LUAR BIASA barusan!” Allan berseru gembira. “Keren banget.”

   “Setuju gua.” kata Sonny.

   “Gimana, sia iga oke kan.” Kata Jhosua sambil tersenyum puas karena tidak mengecewakan pelanggang.

   “Oke banget Brooo.” Kata Sonny. “Elo sendiri, gimana rasanya?”

    Jhosua tersenyum dan mengangguk-anggukan kepala. “Boleh juga.” Kata Jhosua sambil nyengir.

   “Nah sekarang elo udah taukan gimana rasanya. Enak kok, nggak ada bedannya. Malah enakan ini.” Kata Sonny.

    Gua meringkuk seperti manusia tanpa moral dan hati disana. membiarkan diri gua merasa hina. Jhosua, Sonny dan Allan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri mereka. Meninggalkan gua disini sendiri.
    Ingin rasanya menangis tapi gua nggak sanggup. Gua kini seperti hewan yang mendadak tiduran di karpet orang. Gua menjambak rambut gua, gua menonjok pipi gua karena begitu rendahnya gua saat ini. Sementara gua semakin benci dengan suara-suara tawa dan obrolan renyah ditempat lain. Baru kali ini gua merasa benar-benar jadi budak. Benar-benar seperti budak. Melayani orang yang nggak dikenal. Dibayar dan menuruti segala keiingannya. Gua malu pada diri gua. dan jika ada kata yang lebih buruk lagi dari kata ‘Malu’ gua siap menerimanya.

***

Teman-teman Jhosua yang sudah kembali berpakaian berpamitan dengan Jhosua yang kini sudah bercelana dalam. Gua dengan perlahan berjalan menuju kamar mandi. Kelelahan yang luar biasa dan rasa perih dipantat membuat gua tidak bisa berjalan dengan normal. Jhosua melihat gua saat itu namun dia tidak mempedulikannya. Dia malah terus berjalan menuju ruang TV dan menonton.
Begitu gua tiba didalam kotak shower langsung saja gua menyalakan air mancur sederas mungkin dan duduk meringkuk dilantai. Air mata gua mulai menetes. Akhirnya gua bisa menangis...