Wednesday, December 10, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 8

Gua Dan Jhosua = Gua dan My Best Sohib


Tangan gua menyentuh punggung putih kecokelatan Jhosua. Memijat-mijtanya sebisa dan seterampil mungkin. Lalu perlahan-lahan gua turun dan terus turun kebawah. Pada bagian punggung bawah Jhosua tampak kegelian sehingga badannya bergoyang-goyang.

“Ya elah gelian amat sih jadi cowok.” Sindir gua.

“Semua orang emang geli kalo kalo dipegang bagian itunya.” Kata Jhosua.

“Ah masa.” Gua pura-pura gak percaya.

“Ah bodoh lu!”

“Anjrit lo!”

Tangan gua terus memijit bagian bawah punggunya. Lalu gua mengambil minyak lagi dan siap memijit pantatnya yang paling gua kagumi itu. Tangan gua memegang pantat Jhosua, memijitnya sepuas hati gua. Gua tekan-tekan, gua remas-remas dan gua pijit-pijit. Pantatnya memang keras namun terbentuk dengan indah. Setelah gua puas gua turun ke bagian paha atas, turun lagi dan turun lagi sampai ke kaki. Bagian belakang selesai.

“Balik badan lo skarang!” kata gua seraya melumuri tangan gua dengan minyak.

Jhosua membalik bandannya sehingga terpampanglah tubuh seorang pria muda tampan bertubuh seksi dengan penis besar dan bola yang besar. Melihat keadaan Jhosua seperti ini membuat penis gua semakin keras. Yak ampuuuun, sudah berulang kali gua mijit dia tapi kenapa gua masih saja nafsu birahi jika melihat dia dalam keadaan seperti ini.
Tangan gua menyentuh dan memijit dada bidangnya. Sambil memijit gua melihat wajah indo bataknya Jhosua. Putih bersih dengan rambut pendek berwarna hitam. Dia sedang menutup mata karena mungkin sedang menikmati pijatan gua. Baguslah, karena gua jadi bisa melihat wajahnya sepuas hati dari jarak tidak lebih dari 30 cm. Memandang wajahnya sambil mengelus-elus dadanya memberikan sensasi yang luar biasa bagi gua. berulang kali gua tepis keiingan kuat untuk mencium bibirnya yang tidak pernah bersentuhan dengan rokok. Hampir lelah gua melawan nafsu untuk mengelus wajahnya yang putih bersih tak berjerawat itu. Ini adalah saat-saat paling sulit dalam hidup gua. begitu dekat dan begitu bebasnya gua meraba tubuhnya, tapi begitu jauh kesempatan gua untuk mencium dan bercinta dengan cowok yang paling gua puja selama ini.
Jhosua adalah sepupu gua yang paling gua kagumi. Paling gua sayangi dan paling akrab sama gua. kepada dialah pantat perjaka gua gua persembahkan. Kepada dialah gua bersedia melakukan apapun untuk memuskannya. Kepada penisnyalah mulut gua bersedia menghisap. Tapi entah kenapa tidak ada keberanian bagi gua untuk mendapatkan tubuhnya. Padahal ketelanjangan dia gua nikmati begitu seringnya, penisnya begitu sering gua pegang namun tidak pernah bersentuhan dengan mulut gua. Pria ini benar-benar telah membuat gua gila. Gua tidak mencintainya, namun hasrat untuk bercinta dan menyerahkan diri gua sama dia begitu besar. Beberapa kali gua onani sambil menghayalkan dirinya. Ooooh Jhosuaaaa-Jhosuaaaa....
Gua turun kedaerah perutnya yang rata dan kotak-kotak. Gua rasakan setiap lekuk otot perutnya yang rata itu. Gua biarkan jari-jari gua berjalan-jalan diatas perutnya. Turun terus sampai mendekati penisnya. Minyak telah merambah ke bulu-bulu jembutnya yang tidak begitu lebat. Jhosua tidak pernah melakukan cukur jembut tapi entah kenapa bulutnya tidak pernah lebih lebat dari ini. Pertumbuhannya berhenti pada saat yang sempurna. Dimana bulu-bulu tersebut tidak terlalu lebat namun sama sekali tidak tipis. Membuat daerah tersebut merupakan daerah yang paling enak untuk dinikmati.

“Nah itu tuh Ga, Adek gue tuh. Lo pijit dong kaya kemaren. Dia kan yang paling banyak kerja soalnya.” Kata Jhosua seraya membuka matanya, melihat gua yang sudah bersiap memijat penis 19 cmnya.

“Enggak ah, entah elo nembak lagi.” Kata gua pura-pura gak mau. Padahal... tau lah.

“Nggak mungkiiin, iga tolooool... gua udah ngefuck sama 2 cewek hari ini. Pasokan sperma gua udah abis. Gak mungkin nembak gua.” kata Jhosua. “Lagian elo kan gua bayar 5 juta.”

“Iye-Iyeeeee...” gua menurut.

Tangan gua dengan santai memegang penisnya yang walaupun dalam posisi tidur tampak besar. Penisnya disunat. Gua teringat cerita waktu dia disunat. Pas SMP, kedua orang tuanya gak tau kalo dia disunat. Karena ini inisiatifnya sendiri. Dia pergi kerumah temennya untuk nginep selama dia disunat. Dia dan temannya pergi ke dokter sunat. Disunat dengan laser. Dimana penisnya disuntik 3 kali karena... pada suntikan pertama. Penis memang lemas, namun ketika seorang suster cantik dan bohai yang terbiasa megang penis, dan makin nafsu megang penis ketika melihat penis Jhosua, dengan semangat menggoda penis Jhosua. Alhasil konak lagi. Suntikan kedua, penis Jhosua kembali lemas. Sang suster kembali memegangnya, penisnya masih lemas. Namun ketika mulai dikocok-kocok... konak laaaagiiiii. Suntikan ketika, penis Jhosua lemas lagi. Dipegang, dikocok dan diapa-apain juga memang sudah tidak bereaksi lagi. Akhirnya disunatlah si Jhosua. dan sang susterpun tidak ingin beranjak ketika proses penyunatan. Membuat Jhosua malu bukan main.
Setelah selesai sunat, Jhosua harus melawan segala hasratnya. Dia berusaha mati-matian menepis segala pikiran-pikiran kotor selama proses penyembuhan. Jhosua mengaku bahwa itu adalah proses paling tidak menyenagkan. Mungkin karena otaknya udah terlalu kotor kali sehingga susah dibersihkannya. Untungnya Jhosua berhasil melalui itu semua. Dan hasilnya adalah penis sempurna yang sedang gua servis sekarang.
Tangan gua pertama-tama memperagakan cara memerah susu. Tapi dalam konteks ini adalah memerah sperma. Wuakakakak...! berikutnya gua mengocok-ngocoknya dengan lembut namun cukup cepat. Jhosua tampak menikmatinya.

“Entah kenapa setiap lo mijit gua, gua paling nikmatin pas elo ngurus peler gua. elo sering coli ya?”

“Lumayan.”

“Pantesan... kayanya tangan lo trampil banget ngurus peler, hehehe... enak banget ga.”

“Ooooh... gua ngerti sekarang. Jadi sebenarnya elo tuh nyuruh gua mijit Cuma buat nikmati kocokan gua aja. Gitu?”

“Bukaaan... jangan salah sangka dulu loh. gua masih suka cewek kok. Pijitan elo emang enak, tapi paling enak pas elo mijit peler gua. enak banget.”

Emang bener. Pernah sekali waktu gua mijit penisnya. Begitu menghayatinya gua dan begitu menikmatinya Jhosua sehingga yang tadinya hanya memijit jadi proses pencolian. Dimana gua harus mengocok penis Jhosua selama setengah jam hanya untuk membuatnya mengeluarkan sperma. Dan selama itu pula Jhosua tidak henti-hentinya mendesah penuh nikmat. Kedua tangannya mencengkram sprei putihnya dan matanya senantiasa merem melek. Mulutnya megap-megap dan dadanya kembang-kempis dengan cepat. Lalu pada saat spermanya keluar Jhosua menjerit bercampur desahan. Sangat seksi dan sangat luar biasa. Karena spermanya muncrat hampir 2 meter keudara. Gua kagum. Setengah jam yang luar biasa bagi Jhosua dan setengah jam yang amat melelahkan bagi gua. Karena setelah itu gua dengan ngototnya nyuruh Jhosua mijit tangan gua.
Tapi kali ini memang benar, penis Jhosua memang mulai membesar dan mengeras tapi tidak ada gejala naiknya nafsu Jhosua. makanya setelah lima belas menit (seharusnya 10 menit, namun Jhosua minta tambahan 5 menit) gua beralih kebola-bolanya. Cuma sebentar aja karena setelah itu gua beralih kepahanya lalu lutut dan berakhir di kakinya.
Satu jam berakhir ketika gua selesai memijat badan Jhosua. Meletakan mangkok berisi minyak tersebut dimeja kerja Jhosua dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Setelah itu gua rabahan disebelah Jhosua.

“Gila bener dah, capek tangan gua.” kata gua seraya menggerak-gerakan telapak tangan gua.

“Setara lah dengan lima juta yang bakalan lo terima.” Kata Jhosua. Ia mendadak mengelus-elus rambut gua. “Elo emang sohib gua Ga. Sepupu paling gua banget. Cs gua. sahabat gua. baek banget sih lo ama gua.”

“Ya iya laaaaah... secara elo udah baik banget sama gua.” kata gua yang secara otomatis gak enak hati. “Elo udah ngasih gua tumpangan gratis, makan gratis, fitnes gratis, ngetot sama jablay gratis. Elo jauh lebih baek dari gua, Jhos. Makannya gua gak bisa nolak apa yang elo suruh. Karena elo udah terlalu baek sama gua.” gua gantian ngelus kepala gua.

“Sotoy banget lo ngelus-ngelus kepala gua. emang gua adek lo.” Jhosua menepis tangan gua.

“Aduuuuh, dek Jhosua jangan banyak gerak. Entar tambah sakit.” Gua kembali mengelus-elus kepalanya.

“Sotoy lo... hahaha.” Jhosua tertawa. Gua tertawa.

“Tapi serius Jhos,” gua mendadak serius. “Gua yang harusnya bilang makasih sama elo. Elo udah baek mampus sama gua. Kalo gak ada elo gua paling udah ngekost di kamar kecil, tipi kecil, makan indomie, fitnes ditempat seadaanya. ML ama jablay juga musti patungan. Gua gak harus ngalamin itu karena ada elo. Belum lagi elo bakal, dan emang harus karena sudah perjanjian, ngasih gua lima juta. Elo tuh yang baek banget.”

“Hahaha... lebay lo. Gua ngebantu lo emang gua sanggup. Dan semua serba kebetulan. Lo liat aja, apartermen gua deket sama kampus lo. Kamar disini ada gua. dan Kebetulan gua sendirian. Makannya pas elo datang mau tinggal disini gua seneng banget. Soalnya biar gua gak sendirian mulu.” Kata Jhosua. “Harapan gua sih dari kedatangan elo biar gua ada temen ngobrol aja. Namun ternyata gua dapet lebih. Gua bisa gokil-gokilan sama elo. Gua bisa seru-seruan sama elo. Bisa ngobrol apa aja sama elo. Dapet bonus dipijit lagi.”

“Hahaha... kita emang cs An. Lo sohib gua banget jhos.” Gua memuji Jhosua.

“Lo juga. Gua belum pernah ketemu orang seseru ini selain elo.” Jhosua balas memuji gua.

“Hahaha... gua jadi inget teletubies.”

“Kenapa teletabis?”

“Berpelukaaaaan...” Gua dengan spontan memeluk Jhosua. Dan senangnya, Jhosua membalas pelukan gua. Kita berpelukan sambil nyengir kuda dua-duanya. Wuakakaka... lucu banget.

“Hehehe kita kaya pasangan homo ya.” kata Jhosua disela-sela cengirannya.

“Iyaaa....” gua Nyengir sambil manggut-manggut.

“Lepasan yuk!”

“Ayooo...”

Kita berdua saling melepas diri lalu berpandangannya. Diam sebentar. Lalu entah kenapa mendadak saling tersenyum dan tertawa... Begitu bahagia, begitu cair. Aaaah... nikmatnya mempunyai sahabat.

***

Gua bangun sekitar pukul 7 pagi. Sinar matahari sudah menerobos masuk menyinari wajah gua. Semalam gua tidur satu kasur dengan Jhosua. Tanpa satupun kain atau selimut yang menutup tubuh kita. Memang benar-benar seperti pasangan homo. Jhosua masih terlelap disebelah gua. Dia tidur dengan pulasnya seperti biasa. Tidak ngorok dan tidak ngiler. Ganteng beneeer.
Gua menatap kabawah... wuakakak penis kita dua-duanya konak. Hahahaha... biasalah, ereksi pagi. Gua menyengol-nyenggol badan Jhosua. berusaha membuatnya bangun dan berhasil. Dia bangun.

“Elo gak ngantor lo?” tanya gua.

“Jam sembilan gua berangkat. gua udah izin masuk siang hari ini.” Kata Jhosua seraya merenggangkan otot-ototnya. Lalu kepala melihat kebawah dan tertawa. “Hahahah... kita berdua konak. Hahahaha!”

“Gua mah udah dari tadi nyadarnya kali.”

Jhosua kini tampak mengamati. “Tuh bener kan, gedean peler gua. peler lo kalah sama gua. kalah panjang, kalah gede.” Jhosua berkata dengan bangga.

“Iye-iyeee... apa kata lo daaaah.” Kata gua. “Tapi yang tangannya paling ahli gua kaaaaan.”

Jhosua tampak tidak terima. “Tapi tetep aja punya gua yang paling gede.”

“Yah percumaaaa... kalo punya gede tapi gak bisa dipuasin.”

“Yaaaa... apa kata lo daaaah.”

Berikutnya kita berdua bangkit dari tempat tidur dan mandi bersama-sama. Berduaan didalam shower biasanya akan berakhir rusuh. Gua dan dia akan beradu gulat dengan dia. Salah satu ritual pagi yang menyenangkan. Lalu setelah itu yang kalah harus nyabunin dan keramasin yang menang. Gua hanya empat kali menang dari puluhan kali kekalahan. Dia memang jago gulat dan biasanya curang. Dasar.
Setelah mandi kita pergi ke kamar mansing-masing untuk berpakaian. Ketika gua mengenakan celana jeans Jhosua yang sudah rapih masuk kedalam sambil membawa beberapa lembar uang seratus ribuan. Dia menepati janji.

“Neh lima juta.” Kata Jhosua seraya meletakannya dikasur disebelah gua.

“Tengkyu Jhoooos...” gua nyengir.

“Cepetan lo. Biar berangkat bareng. Tapi sarapan dulu dibawah. Oke sob!”

“Apa kata lo daaaaah.” Kata gua.

Gua mengenakan kaos hitam gua lalu mengenakan sepatu. Gua gak sisiran, karena males. Berasa tanpa sisiran aja gua udah ganteng. Narsis. Lalu setelah itu gua turun kebawah. Kelantai dua dimana terdapat sebuah restoran yang udah jadi langganan gua sama Jhosua.
Kali ini gua dengan nekatnya mesan nasi goreng. Gua udah terima konsekuensi bahwa setelah pulang kuliah nanti gua bakalan menghabiskan waktu gua lebih lama di treadmill.
Jhosua dengan bijaknya memesan oatmeal dengan minuman teh hangat. Dia sempat mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat nasi goreng tersaji didepan gua.

“Banyak-banyak lari lo abis ini.” Kata Jhosua sambil menyantap sarapannya.

“Iyaaaa... gua juga udah taaaaauuuuu...”

Kita berdua menyantap sarapan kita dalam ketenangan. Sekitar lima belas menit berlalu gua dan Jhosua bersama-sama pergi ke parkiran. Menaiki mobil Audi nya dan melaju meninggalkan apartermen. Jhosua mengantar gua dulu ke kampus sebelum pergi ke tempat kerjanya.
Haaaah... senangnya gua hari ini. Dapet lima juta, makan nasi goreng, dianter ke kampus. Jhosua emang sepupu gua paling yahud dah...

“Ga!” Seseorang berseru dari kejauhan.

Gua menoleh dan menjawab. “Raf...!”

“Napa lo senyum-senyum?” tanyanya seraya mendekat.

“Enggak, gua lagi hepi aja hari ini.”

 Rafael sangat memahami situasi, dia tidak memegang, memeluk ataupun mencium gua saat itu. Jelas-jelas sekali kita berdua telah secara tidak langsung menjanjikan diri untuk tidak mengumbar kemesraan ditempat umum. Menyadari bahwa keadaan kita masih sulit diterima orang Indonesia. Kita berdua berjalan bersama menuju kelas pertama.

No comments:

Post a Comment