Wednesday, December 3, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 6

Di Kamar Rafael


Gua sedang mengerjakan tugas-tugas gua di labtop diperpustakaan kampus yang sangat nyaman. Tidak banyak orang yang sedang berada disana, membuat gua bisa mengerjakan tugas dengan lebih tenang dan tentram. Karena mendekati UTS seperti biasa, tugas-tugas bakalan mulai berdatangan dan mahasiswa bakalan mulai kewalahan.
    Gua sedang mengetik cepat ketika Rafael menghampiri gua. Pagi itu dia tampak ganteng dan gagah. Membuat gua tambah cinta aja sama tuh cowok. Dia dan gua sudah bersahabat sekarang. Kita serasa sudah berkenalan sejak kecil karena akrab banget. Itu juga karena usaha keras gua yang proaktif berteman dengan dia.

   “Ga, lagi ngapain lo?” Rafael bertanya sambil duduk dikursi disebelah gua.

   “Lagi ngerjain tugas gua.” jawab gua sambil terus mengetik.

   “Ooooh, eh entar gua liat ya. Eehmmm... tapi gua gak bawa flash disk nih. Jadi gak bisa kopi tugas lo.”

   “Lah, kan tugasnya indiviu, Raf.” Kata gua, bukannya gua pelit bagi-bagi tugas. Sama sekali tidak. Tapi kan ini tugas individu dimana pengerjaanya merupakan hasil pemikiran sendiri, bukan berupa jawaban yang sudah ditentukan. Jadi kalo jawaban gua sama dengan dia kan dosen curiga.

   “Gue tauk. Tapi gua Cuma pengen liat contoh aja. Gua emang bakalan pake jawaban sendiri, tapi gua Cuma pengen liat contoh aja.” Kata Rafael.

   “Oooooh... ya udah boleh sih. Tapi gua juga gak bawa flash disk tuh.”

   “Yaaaah...” Rafael mendesah kecewa. “Eh, gimana kalo elo kekostan gua. Biar dikopi dari labtop langsung.”

   “Boleh.”

   “Oke. Pulang kampus ya.” kata Rafael.

    Kita kemudian meninggalkan perpustakaan 10 menit kemudian. Ketika jam kelas pertama dimulai.

***

Sore Hari.

Tempat kos Rafael tidak terlihat seperti kosan pada umumnya. Kostannya tampak mewah, sebuah rumah besar yang berisi banyak kamar. Yang kira-kira jumlahnya 12 kamar. Ada beberapa mobil mewah yang parkir disana yang mengindikasikan bahwa itu adalah tempat kost anak-anak kaya. Kita berdua turun dari mobil ketika Rafael mematikan mesin. Gua berjalan mengikuti rafael memasuki rumah. Pintu utama dibuka dan terlihatlah beberapa orang yang sedang berkumpul diruang santai. Ada beberapa cewek cantik yang sedang duduk bersama menonton acara gosip. Tidak jauh disana ada dua cowok ganteng yang sedang bermain catur. Mereka pasti Straight deh... Rafael menyapa-nyapa mereka sejenak sebelum meneruskan jalannya menuju lantai dua. Dilantai dua yang tampak hanyalah koridor-koridor dan pintu-pintu. Kita berdua berjalan menuju salah satu pintu dan memasukinya.
    Kamar Rafael tampak rapih dan nyaman. Sebuah tempat tidur yang empuk banget, sebuah meja belajar yang lengkap dengan labtop, sebuah TV dan DVD playernya. Lemari baju dan beberapa barang lainnya. Begitu kita berdua masuk, Rafael langsung menutup dan mengunci pintu.

   “Lo kopi dah ga filenya ke labtop gua.” Kata Rafael.

    Gua mengangguk dan berjalan menuju meja kerjanya. Sementara itu Rafael duduk dikursi dan melepaskan sepatunya. Ia kemudian melepaskan kaos birunya dan mulai menurunkan celana jeansnya. Duuuh.... gua jadi gak konsen kan. Sekarang dia yang hanya mengenakan celana dalam berjalan menuju kamar mandi. Lalu beberapa detik kemudian gua mendengar suara kucuran air, sepertinya dia pipis deh. Begitu selesai dia keluar dari kamar mandi dan menuju lemari pakaian. Gua semakin tidak konsentrasi saat ia melepaskan celana dalamnya dan memperlihatkan pantat montoknya. Gua berharap dia berbalik namun ternyata tidak, masih dalam posisi sama dia mengenakan celana pendek.

   “Gak suka pake celana dalam ya?” tanya gue ketika dia duduk disebelah gua.

   “Iya. Males aja, berasa ada yang gak bebas.” Kata dia sambil tersenyum. “Gua paling makenya pas keluar rumah doang.”

   “Ooooh... diapartermen sepupu gua, ada hari dimana gua sama dia hanya bertelanjang ria.” Kata gua.

   “Oh ya?” Rafael tampak tertarik. “Apa gak malu?”

   “Nah, elu sendiri gak malu jalan-jalan telanjang tadi.” Kata gua, mencoba membuka prospek adanya kemungkian gua bisa bertelanjang ria sama dia. “Jadi kalo misalkan gua telanjang sekarang juga gua gak bakal malu. Kita kan sama-sama cowok.”

   “Terus elo mau telanjang sekarang?” Dia bertanya sambil terkekeh. Sangat manis ketika dia tersenyum.

   “Lah, ngapain juga. Kurang kerjaan.” Kata gua ikutan tersenyum.

    Gua akhirnya memutuskan untuk meneruskan pekerjaan gua mengkopi file-file gua ke labtop rafael.

   “Ada, bokep gak di labtop lo?” gua membuka pembicaraan. Topik yang paling gua suka. Pernah beberapa kali gua menggunakan topik ini dalam pembicaraan yang situasinya mendukung. Dan berhasil berakhir pada hubungan panas ditempat tidur. Contoh nyata: Gua dengan Kiddo!

   “Ada.” Dia menjawab.

   “Bagi doong.” Kata gua setelah selesai mengkopi file.

   “Tunggu.” Kata Rafael seraya menggeser labtopnya kedekat dia. Ia kemudian mengutak-atik labtopnya dan terbukalah sebuah folder berisi banyak sekali film, gambar dan permainan bokep.

   “Gile beneeer... banyak banget, Raf!” kata gua cukup takjub. Rafael hanya tersenyum. Kemudian gue mulai mengkopinya. Sebelum mengkopinya seperti biasa gua bakalan melihat dulu film-filmnya. Film pertama, wow hot banget, adegan threesome dimana 1 cewek melawan dua cowok ganteng dan six pack. Dan yang lebih bikin hotnya kedua cowok itu ekpresif banget. Mereka mendesah penuh kenikmatan.

    Film berikutnya sepeti biasa. Cowok lawan cewek, ceweknya cantik bangeeet, cowoknya keren banget. Film berikutnya asia, cowok asia, sepertinya blesteran jepang-amerika mungkin, bermain cinta dengan seorang cewek bohai yang seksi banget. Sayang, cowoknya tampak terlalu cool untuk menikmati perminan. Malah yang paling heboh ceweknya. Tapi peler cowoknya lumayan besar dan tegak. Dan yang bikin peler gua langsung ngokang keras adalah bagaimana tuh cewek menservis peler si cowok blesteran itu. Ia tampak begitu menikmati benda yang sedang ia hisap. Sementara sang cowok hanya merem melek saja menikmatinya.
    Tanpa sadar tangan gua sudah bermain-main disekitar tonjolan celana gua. Gua gak peduli deh apakah si Rafael bakalan tersinggung apa enggak. Namun pas gua menoleh ternyata tangan Rafael sudah mengumpat dibalik celana pendeknya. Wah bener nih, film bokep selalu mengundang syahwat yang memberikan peluang besar untuk melakukan seks bahkan antara cowok. Gua juga sempat inget ada temen gua, yang straight yang ngaku secara eksklusif sama gue (karena dia udah percaya banget sama gua) bahwa dia pernah melakukan hubungan seks dengan temen cowoknya setelah melahap 5 film bokep selama sehari. Pada hari itu temen gue cerita bahwa itu adalah kali pertamnya ia memasukan penisnya kedalam pantat seorang cowok, dan untuk pertama kalinya pantat dia dimasukan penis oleh temannya. Belum seberapa? Sebulan kemudian dia cerita bahwa dia telah melakukan kegiatan 69 dengan orang yang sama. Sama-sama straight. Dan setelah itu tidak pernah cerita lagi. Mungkin cukup dua kali saja bagi mereka melakukannya, atau mungkin yang berikutnya terlalu nikmat dan memalukan untuk diceritakan. Tapi sejauh ini kayanya memang Cuma dua kali mereka melakukannya.
    Balik ke kamar Rafael yang sudah penuh dengan gairah syahwat. Gua akhirnya menghentikan segala kegiatan gua dan berkonsentrasi pada film yang sedang gua tonton. Lima menit berlalu dan Rafael tampaknya sudah jebol pertahannya malunya, dia sekarang dengan cueknya menurunkan celananya dan membiarkan, wow! Burung cokelat berukuran sekitar 16 cm-nya mengokang keras diudara kamar. Tangannya juga mulai melakukan kegiatan onani. Melihat itu, dan mengetahui situasi mendukung gua akhirnya ikutan. Gua menurunkan resleting jeans gua, lalu menarik celana jeans beserta celana dalam gua turun. Membiarkan Iga junior menghirup udara segar. Gua juga mulai melakukan kegiatan onani.

   “Wah, gede juga ya punya lo, ga.” Kata Rafael.

   “Hehehe... lo juga gede.” Kata gua.

   “Elo nggak disunat ya?”

   “Enggak.”

   “Ooooh... pasti masih peka banget dong kepalanya tuh.” Kata Rafael.

    Gua hanya mengangkat alis dan tersenyum. Lalu kita berdua kembali menonton film bokep tersebut. Dengan masih-masing tangan melakukan pekerjaannya tanpa berbicara kita menikmati film itu. Gua juga dapat mendengar suara onani Rafael, tangan tampak bergerak begitu cepat. Dan dua menit kemudian dia pergi ke kamar mandi. Berikutnya gua mendengar suara desahan Rafael. Desahan puncak kenikmatan.
    Gak mau ketinggalan gua membuka kaos gua dan ikut menyusul ke kamar mandi untuk membuang isi gue. Rafael tampak diam menunggu keluarnya sperma gua. Dan saat keluar gua juga mendesah nikmat dengan sperma yang tertembak cukup jauh. Gua masih mengocok secara perlahan penis gua. Menikmati sisa-sisa orgasme gua sambil memejamkan mata. Lalu saat gua membuka mata, gua melihat Rafael tersenyum menatap gua.

   “Gilaaa, elo nikmati banget, kayanya.” Katanya.

   “Iya lah... ini kan asik banget.”

    Rafael mengangguk-angguk setuju. Setelah itu kita saling membersihkan diri dan mengeringkan diri. Keluar dalam keadaan telanjang bersama-sama dan kembali duduk. Kali ini gua hanya mengkopi saja tanpa melihat isinya. Males masuk ke ronde dua.

   “Ga, lo nginep aja malem ini. Ujannya deras banget nih.” Kata Rafael seraya membuka jendela kamarnya dan menikmati dinginnya hujan.

   “Trus gua tidur dimana?”

   “Sebelahan sama gua, tempat tidur gua masih bisa buat dua orang.”

   “Ya udah kalo gitu.”

    Gua selesai mengopi film-film pilihan gua ke dalam labtop gue. Kemudian gua mematikan labtop gua dan labtop Rafael.

***

Malam hari gua dan dia makan indomie ditepi jendela. Menikmati dinginnya hawa malam yang gerimis serta hangatnya indomie kari ayam. Kita berdua Cuma memakai celana boxer bahkan tanpa celana dalam. Gua meminjam celana Rafael karena males bergerak dengan mengenakan celana jeans.

   “Udah berapa lama lo tinggal disini, Raf?” tanya gua disela-sela makan indomie.

   “Baru dua bulan.” Jawab Rafael. “Makannya gua belum begitu akrab sama anak-anak kost sini.”

   “Yaaak ampuuun... Pantesan... disini aja ala blom akrab apalagi dikampus.”

   “Iya-iya bener. Hahahaha...”

   “Lo kenapa sih, kok pasif gitu di kampus? Ampe ada yang bilang elo sombong tauk.”

   “Iya nih, gua merasa susah bergaul. Apa lagi lo tau kan suasana kampus kaya gimana. Tiap hari, tiap kelas orangnya beda-beda mulu. Itu yang bikin gua susah bergaul. Makannya gua jadi pasif gitu. Gua juga tau kok ada yang pernah ngatain gua sombong. Gua bukannya sombong, tapi emang guanya aja yang canggungan sama orang baru.”

   “Oooooh...”

   “Nah makannya gua seneng banget pas elo tetep mau nyapa atau negur gua. Padahal awal-awalnya gua suka bingung ngebales sapaan elo apa enggak.”

   “Gua juga punya temen yang kaya elo banget, Raf. Dia tuh yang susah banget bergaul, padahal anaknya asik. Gua udah pernah ngeliat dia. Yang sendirian di kampus hampir gak punya temen. Sama kaya elo, ke kampus emang Cuma buat belajar aja. Abis itu pulang. Makannya pas gua ngeliat elo gua ngerasa lebih baik elo punya temen satu tapi baik daripada elo nggak punya temen sama sekali.”

    Rafael menghentikan kegiatan makannya dan menatap gua sambil tersenyum. Tatapan matanya benar-benar menunjukan rasa terima kasih yang dalam terhadap gua. Dan memang benar, karena berikutnya dia berkata: “Elo emang sohib gue, Ga. Gak rugi gua kenalan sama lo.” Dia berkata dengan penuh syukur.

   “Udaaaaah... sama aja kok. Gua juga gak rugi kenalan sama elo. Paling enggak temen gue nambah satu.” Kata gue sambil ikut tersenyum.

    Dan makan malam kita terus berlangsung sampai indomienya habis. Setelah itu kita berdua masih saja terus mengobrol sambil menikmati dinginnya cuaca malam. Lalu menjelang pukul sepuluh kita berdua sudah rebahan ditempat tidur. Menunggu mata memberat dan terbawa tidur.

   “Ga, elo nggak disunat emang karena nggak mau atau gimana?” Rafael mendadak melontarkan pertanyaan aneh itu.

   “Bingung aja. Di agama kita kan sunat gak wajib. Tapi gua bingung pengen disunat apa enggak.”

   “Disunat aja, ga. Biar peler lo gak gampang kena penyakit. Lagi pula kan nanti tampilannya jadi lebih bagus.”

   “Iya sih. Gua ngeliat peler lo bagus gitu jadinya. Tapi kata temen cewek gua peler gue cute!”

   “Hahahaha...” Rafael mendadak meledak tertawa. “Cute? Cute gimana? Emang elo pernah ML ama cewek?”

   “Udah beberapa kali, Raf.” Kata gua. “Dan kebanyakan dari mereka suka sama penis uncut. Katanya imut-imut gitu.”

   “Hahahaha... lucu gua dengernya.” Rafael masih tertawa. “Tapi-tapi... gua juga sebenarnya gak pengen disunat sih. Cuma bokap gua maksa, ya akhirnya nurut aja.”

   “Ooooh....” gua mendadak menguap lebar dan kantuk gua mulai menyerang. “Tidur yuk. Udah ngantuk nih gue.”

   “Ayo.” Rafael setuju. Dan lima menit berikutnya kita sudah terlelap.

***

Gua terjaga pada pukul dua pagi. Suara derasnya hujan membangunkan gua ternyata. Dalam sekejap rasa haus langsung merasuk diri gua. Beruntung dikamar Rafael ada dispenser sehingga dalam sekejap pula tenggorokan gua sudah dialiri dinginnya air aqua. Setelah selesai minum gua kembali menaiki ranjang. sejenak gua memperhatikan Rafael yang sedang tidur dengan posisi telentang. Satu tangannya berada dibawah bantalnya dan satu lagi mendarat didadanya. Pikiran nakal gua langsung timbul. Awalnya sih agak bingung, pengen ngisengin apa enggak ya. kalo ngisengin tar dia tau, dia bakalan marah sama gua dan ngejauhin gua. Eits...! mau ngejahuin gua, mana bisa, secara temen dia kan dikampus masih Cuma gua doang. Mau temenan sama siapa dia? Sama pohon? Maka dari itu gua memanfaatkan keadaan ini dengan baik.
    Gua kembali merebahkan diri di kasur. Diam sebentar agar terkesan gua kembali tidur. Lima menit kemudian gua pun mulai beraksi. Dengan gaya orang tidur gua mendaratkan tangan gua langsung diatas gundukan penisnya. Masih dalam posisi tidur namun gua merasakan sensasi yang luar biasa karena berhasil. Rafael masih tampak terlelap dan gua bersiap menuju ke level berikutnya. Perlahan-lahan gua masukan tangan gua kedalam celananya. Sedikit demi sedikit gua bergerak melewati bulu-bulu jembutnya. Menyusuri dengan tekun sampai gua bisa mendapatkan mahluk pengundang birahi yang berada ditengah hutan jembut itu. Gua berhasil!
    Tangan gua kini sudah menggenggam penisnya yang pulas. Mengelus-elusnya sejenak dan meremas-remasnya. Terbawa emosi gua akhirnya mulai mengocok penisnya dan... hehehe penisnya mulai bangun. Gua semakin bersemangat. Gak peduli lagi dia mau marah sama gua yang penting saat ini gua lagi dibakar nafsu. Secara perlahan gua tarik celana boxernya dan membuangnya kebelakang. Kini kembali gua saksikan tubuh si ganteng Rafael yang menawan. Tubuh yang sempurna. Dadanya yang bidang, perutnya yang seksi, penis ukuran standarnya, bola-bolannya yang lumayan besar untuk diremas dan pahanya yang putih mulus.
    Perlahan-lahan gua mendekatkan mulut gua ke penisnya yang sudah berdiri tegak. Gua menganga. Terus menganga dan bersentuhan dengan ujung penisnya. Terus masuk... masuk... masuk dan akhirnya... penis Rafael telah berada dimulut gua. gua hisap perlahan-lahan. Menikmati daging keras milik Rafael dengan penuh nafsu.

   “Ga, lo ngapain?” mendadak Rafael berbicara.

    Gua mendongak dan melihat wajah Rafael yang bingung menatap gua. Gua terkejut dan takut bukan main.

   “Elo ngapain sih?” dia kembali bertanya.

    Gua melepaskan penis Rafael dan duduk berlutut.

   “Elo gay ya?” dia menghakimi gua.

   “Enggak gua biseks!” gua menjawab jujur. Secara naluriah tangan gua kembali memegang penis Rafael. “Gua horny banget raf. Dan satu-satunya objek salurannya yang elo.”

   “Tapi...” Rafael berusaha berkata tapi langsung gua sela dengan kembali menghisap penis Rafael. Dan dia hanya terdiam. Gua pengen ngebuktiin kalo oral gua bisa bikin dia nafsu. Dan benar aja, secara perlahan gua bisa melihat Rafael mendesah. Gua mendongak dan melihat dirinya yang merem melek menikmati hisapan gua. terus menghisap dan memainkan lidah gua, mendadak tangan Rafael berada diatas kepala gua.

   “Tunggu ga.” Kata dia tiba-tiba. Rafael membetulkan posisinya hingga kini dia duduk bersandar. “Ayo lanjutin ga. Enak banget.”

   “Elo suka kan?” tanya gua sambil tersenyum.

    Rafael mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Elo buka celana lo juga dong.”

    Baik pak. Perintah dilaksanakan. Gua dengan patuh menurunkan celana gua, membiarkan peler sakti gua dilihat Rafael. Gua kembali mendekati penis Rafael karena masih terbayang kelezatannya. Namun mendadak Rafael kembali mengganggu.

   “Ga.” Katanya tiba-tiba.

    Gua kembali mendongak menatapnya. Dia hanya diam. Gua duduk dan menatap dia dengan bingung. Kita berdua saling menatap. Lalu... lalu... penuh kejutan, Rafael mencium gua. kedua tangannya lantas memeluk tubuh gua. gua membalas ciumannya.

   “Gua suka sama lo. Ga. Gua mau jujur sekarang. Gua juga suka cowok. Gua suka meratiin elo pas lagi ngobrol ama temen-temen kampus. Gua suka meratiin elo pas jalan sendirian pulang kuliah. Gua suka sama lo Iga! Gua suka!” Rafael kembali mencium gua. penuh nafsu, penuh birahi. Gua hanya diam saja namun membalas ciumannya.

    Tak lama kemudian Rafael mendorong gua sampai gua terlentan dikasur. Dengan kaki dalam keadaan mengangkang. Posisi yang sebenarnya membuat nafsu yang melihat jadil 4x lebih tinggi.

   “Waktunya gua merasakan kontol lo, ga. Pasti lezat banget.”

   “Gua sangat bersedia. I’m yours! Lakukan apa yang mau lo lakuin.” Kata gua sambil tersenyum.

    Rafael dengan nafsunya menghisap peler gua. hisapan yang luar biasa. Sanggup membawa gua terbang keawan-awan. Ooooh.... yak ampuuuun. Dari mana temen gua ini belajar menghisap. Dia profesional sekali. Gua bisa mendengar begitu berisiknya Rafael menghisap peler gua. sepertinya memang ini yang ia dambakan sejak dulu. Dan kini dahagannya sudah terobati. Penis impian dia sudah berada dimulutnya.

   “Oke, ga. Sekarang tusuk gua, ga. Tusuk gua. Gua seneng banget sekarang!”

    Gua merasa bahagia juga. Maka langsung aja gua tarik kepala Rafael dan menciumnya. Menciumnya dengan penuh nafsu dan penuh cinta. Rafael juga membalasnya. Kita berdua bercinta dalam ketelanjangan.

   “Tunggu bentar.” Kata Rafael. Ia beranjak dari tempat tidur. Gua memperhatikan pantatnya yang berisi dan montok itu sebentar lagi akan gua sodok. Rafael kembali lagi sambil membawa sebuah kondom. Ia kembali ke kasur dan mencium gua lagi. Penuh nafsu dan penuh birahi. Dia bahkan yang memasang kondomnya ke peler gua dengan beberapa hisapan maut dulu sebelumnya.

   “Oke, gua siap.” Kata Rafael. Dia sudah dalam posisi menungging sekarang. Memberikan pantat montoknya kedepan peler gua.

    Gua mengelus-elus kulit pantatnya yang halus. Kemudian menjilat-jilatnya dengan penuh nafsu dan mulai menyodoknya perlahan.

   “Sakit raf?” tanya gua.

    Rafael mengangguk, tangannya memegang tangan gua. cinta sedang bekerja malam ini. Bekerja dalam semangat seksual. Gua berhasil memasukan penis gua kedalam pantat montok Rafael. Gerakan maju mundur terjadi kemudian. Gua menikmati. Rafael menikmati. Kita bercinta dalam nafsu.
    Gua melepaskan peler gua dari lobangnya. Membalik badan Rafael lantas menciumnya. Setelah itu gua masukan kembali penis gua kedalam pantatnya dan menyodoknya. Sesekali gua mencium Rafael dengan nafsu yang sama kuat. Desahan Rafael jelas gua dengar. Dia memeluk badan gua dan menciumnya. Kemudian tangannya menjalar-jalar sampai memegang pantat gua. bibir gua dan bibir dia saling bersentuhan. Keringat kita sudah mengucur deras. Gua dan dia semakin liar bercinta.

   “Peler lo, peler lo, ga!” kata Rafael penuh nafsu. Dengan beringasnya dia lepas karet kondom gua dan melahap peler gua secepat kilat.

   “Oh Rafaeeeel.... enak bangeeeeeeet.... gua mau keluar!” seru gua.

    Rafael langsung mengulum bibir gua. “Keluarin dimulut gua. dimulut gua. gua gak mau ada yang terbuag dari elo. Gua pengen santap semua yang elo berikan.”
    Dia kembali menghisap penis gua. gua menutup mata. Bernafas cepat. Menikmati. Penuh nafsu. Gua mendesah nikmat dan.... crot-crot-crooot...

   “Aaaaaah....!” Gua mendesah puas. Badan gua mengejang-ngejang beberapa kali.

    Mulut Rafael masih menghisap peler gua namun tak lama kemudian dia melepasnya. Dia menatap gua kemudian. Gua liat dia menelan sperma gua. langsung saja gua cium dia. Cowok ganteng itu. Yang selalu menggangu tidur malam gua. kini sudah menelan sperma gua.

   “Waktunya gua, raf. Tumpahin sperma lo dimuka gua.” gua merebahkan diri.

    Rafael dengan sigap mengocok-ngocok penisnya. Penisnya hanya berjarak 5 centi dari wajah gua. dia terus mengocoknya dan ketika mendekati klimas dia menyuruh gua yang mengocok. Dengan senang hati gua lakukan. Dia bernafas cepat dan mendesah cukup kuat lalu... spermanya keluar. Kehangantan merasuk diwajah gua. sama seperti gua, Rafael mengejang-ngejang karena nikmat. Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan penuh kelelahan.

   “Yaaak ampuuun... enak bangeeeeet.” Katanya seraya duduk. Dia kelelahan. Wajah tampannya dipenuhi rasa lelah. Namun mendadak dia mencium gua. gua membalasnya. Telunjuknya bergerak ke salah satu tumpahan spermanya. Mengumpulkan spermanya dan mendorongnya ke liang mulut gua. dia memasukan spermanya kemulut gua. gua berusaha menelannya, karena pada dasarnya jarang sekali gua menelan sperma. Gua menghisap telunjuknya yang basah dengan spermanya. Lalu kita berdua kembali berciuman.
    Setelah dirasa tuntas gua dan dia bersama-sama menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan setelah itu masih dalam ketelanjangan kita berdua kembali ketempat tidur.

   “Elo gay, raf?” tanya gua sambil tiduran diperutnya. Memain-mainkan penisnya yang tengah tertidur.

   “Biseks. Sama kaya lo.” Jawab Rafael.

   “Oooh... elo suka sama yang tadi?”

   “Suka banget.” Jawab Rafael. “Tapi gua ngantuk lagi nih sekarang. Tidur yuk. Besok kita kuliah.”

    Gua berpindah kepala menjadi disamping Rafael. Menatap dia yang juga menatap gua.

   “Tapi pagi-pagi nggak ada kelas dulu nih?” gua berkata sambil memain-mainkan penisnya.

    Rafael mengeluarkan senyum paling manisnya, yang membuat wajahnya semakin tampan.

   “Kita liat aja nanti. Kuliah jam 6 pagi. Mata pelajarannya apaan, ga?” tanya Rafael.

   “Blow job!” kata gua sambil tersenyum.

    Kita kembali berciuman. Kali ini yang lembut dan romantis. Lalu mulai terlelap... dan tidur.

No comments:

Post a Comment