Thursday, November 20, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 5

Akhir Pekan


Jhosua merasa lebih baik pada pagi harinya. Berbeda dengan gue yang sudah merasa jauh lebih baik sejak malam harinya. Bagaimana enggak, tangan gua dengan leluasa menjelajahi setiap lekuk tubuhnya. Dari telapak kakinya, betisnya, pahanya, kemudian naik kepantatnya (Pantat! Yang montok itu loh), naik kepinggang, kepunggung dan berakhir dileher. Itu baru side A, side B lebih seru lagi.  Jhosua, entah kenapa membiarkan gua memijit dadanya yang bidang itu, perutnya yang 6 kotak, turun menuju penisnya (Penis! Yang gede itu loh), turun kepaha dan berakhir di kaki. Gua cukup beruntung sebenarnya walau Cuma satu kali “perjalanan tangan” tapi pikiran gua menjadi nakal saat dengan nekatnya gua melakukan perlajalan kedua. Dan Jhosua tidak menolaknya. Dia menikmati pijitan gua dalam lelapnya. Gua bersyukur karena dia tidak perlu mengetahui bahwa selain urat-urat badannya yang tegang, ada urat lain yang jauh lebih tegang.

***

Gue terbangun pada hari sabtu. Ini akhir pekan. Yang gua ingat pertama kali saat akhir pekan adalah; Naked Saturday. Maka dengan malasnya gua melepaskan celana dalam gua. Lalu turun dari tempat tidur sambil menggaruk-garuk kepala dan sang iga junior. Diluar seperti biasa, Jhosua sedang bersantai sambil menonton acara berita.

   “Ga, fitnes yuk entar.” Jhosua berkata saat menyadari kehadiran gua.

   “Ayo, kebetulan gua udah dua hari gak fitnes. Berasa gimana gitu.” Kata gua sambil duduk disofa seberang Jhosua.
Memperhatikan sejenak bagaimana kondisi ‘senjata’ Jhosua saat itu. Kondisinya sepertinya dalam tahap penurunan tenaga. Salah satu kebiasaan gua kalo pagi dihari sabtu.

   “Ya udah. Ntar jam 11 ya. Fitnesnya. Kalo jam segini kayanya masih rame deh. Gua rada males kalo rame-rame.” Kata Jhosua.

   “Ya udah. Gua mah ikut apa kata lo aja dah.” Kata gue.

   “Ya emang harus. Elo mau ikut kata siapa lagi? Kata si Timothy Marbun?” kata Jhosua.

    Gua lantas menatap TV, dimana metro TV sedang menayangkan headline news dengan si Timothy Marbun sebagai newscasternya. Cowok itu tampak cute sekali.

   “Elo kalo mau nonton berita musti nyari yang se suku ya?” gua mendadak mengeluarkan pertanyaan bodoh.

   “Haahk, maksud lo?” Jhosua gak ngerti.

   “Itu, yang bawa kan orang batak. Si Thimy Marbun.” Kata gue, semakin bego.

   “Lah, emang kebetulan aja kali dia yang bawa. Dasar bodoh!” kata Jhosua seraya melempar bantal sofa kegua. “Lagian bagus kan. Orang batak yang bawain. Biar drajatnya naik.”

   “Haaahk... Maksud lo?”

   “Aduuuuh... bego banget sih sepupu gua ini.” Jhosua berkata gemas. “Ya bagus lah. Lo liat, Rossiana Silalahi, Putra Nababan, Ralph Tampubolon, Sondang Sirait, ama si ini nih, Timothy Marbun. Mereka orang batak yang berhasil jadi newscaster. Mereka berhasil merubah pandangan orang-orang tentang pekerjaan orang batak.”

   “Merubah pandangan gimana.” Gua makin gak ngerti maksud si Jhosua. Entah kenapa gua belum connect-connect juga sama maksud dia. Loading gua lama banget deh.

   “Jadi gini ya, orang bodoh!” Jhosua udah berpindah ke sofa gua. Ia menjitak pelan kepala gua sekali. “Elo gak nyadar apa, selama ini elo naik angkot kebanyakan operatornya siapa? Orang Batak!” dia kembali menjitak kepala gua. “Orang batak identik dengan angkutan umum, kalo gak supir ya keneknya. Kemudian identik dengan tukang tambal ban, belum lagi identik dengan lapok tua yang beterbaran dipinggir-pinggir jalan.” Kepala gue kembali dijitak. “Ya jadi orang mikirnya, orang batak itu tuh pekerjaannya begitu semua. Padahal kan gak semuanya.” Untuk kesekian kali kepala gua kembali dijitak. “Contoh aja gue.”

   “Hiiiiih.... narsis lo!” kata gua.

   “Ah bego lo.” Kata Jhosua kembali menjitak kepala gua.

   “Elo ngapain jitak-jitak kepala gua. Sini gue jitak lo.”

   “Dih, elo belagu ama yang tuaan.” Kata Jhosua merasa terhina gua jitak balik.

   “Sapa suruh.”

   “Gue cekek lo.” Jhosua langsung mencekek gua.

   “Eeeeeekkk.... woy gue sesek napas neh!” gua berusaha melepas tangan gua dan berhasil. Berikutnya kita terlibat dalam aksi perkelahian bohong-bohongan. Jhosua berusaha mengunci gerakan gua tapi gua berhasil melepaskan diri. Tanpa peduli bahwa kita berdua telanjang bulat, kita terus melakukan aksi gulat ala WWF itu. Jhosua kemudian mengadopsi gerakan Rikhisi dimana ia menduduki gua pake pantatnya. Bersyukur dia nggak kentut. Gua berhasil lepas dan langsung aja gua kunci lehernya pake kaki gua. Gak peduli bahwa peler gua berjarak hanya beberapa centimeter dari mulutnya. Dan dia juga tampak tidak peduli.

   “Kalah lo! Kalah lo!” seru gua ketika mengunci leher Jhosua.

    Jhosua main curang. Dia mengelitik perut gua sehingga kuncian gua mengendur dan lepas. Dengan sigap dia langsung mengunci gua. Kepala gua kini berada dekat sekali dengan penisnya. Ditambah tangan gua bebas bergerak. Dasar sepupu bodoh, tidak lihatkan ada kesempatan emas untuk main curang bagi gua.

   “Rasakan ini Jhosua bodoh!” seru gua. Dan berikutnya gua menyentil penisnya.

   “AAAAAAK... ANJEEEEEEEEENG!”

    Gua langsung kabur ke kamar mandi.

   “IGAAA SIALAAAAAN.... SAKIT BANGSAAAAT” Lolongan Jhosua masih gua dengar dikamar mandi. Gua tertawa terbahak-bahak.

***

Tempat fitnes memang tidak ramai namun juga tidak begitu sepi. Masih ada beberapa orang yang berlatih disana. Gua dan Jhosua tiba disana jam setengah dua belas siang. Dan ketika sampai gua langsung berlatih beban, begitu juga dengan Jhosua. gua seringnya sih sparing sama Jhosua. Adu siapa yang paling kuat mengangkat yang terberat. Satu setengah jam berlalu gua memutuskan untuk mengakhiri fitnes gua dengan berlari. Sementara Jhosua sudah langsung masuk sauna. Sepertinya dia masih memiliki hal penting yang untuk diurus. Yang berhubungan dengan jurus sentilan maut si Iga dari gua hantu. Wuakakakak... rasakan jurus pamungkas gua!
    Gua lagi asik-asiknya lari ketika disebelah gua seseorang tiba-tiba muncul dan ikut berlari. Gua perhatikan sejenak ternyata si Kiddo. Si Pegawai Bank. Namun ada yang aneh dari dia. Dari tadi dia senyum mulu sambil menatap gua. Ada apa ini? Gua mencoba untuk membalas senyumannya, berharap dia menghentikan kegiatan aneh itu. Tapi tidak, dia terus tersenyum sambil menatap gua, sambil berlari. Wah, jangan-jangan Kiddo mulai terganggu jiwanya. Moga-moga aja bank tempat dia bekerja tidak menderita kerugian akibat pegawainya ada yang rusak. Dia masih senyum juga.

   “Mas, gila ya?!” gua akhirnya bertanya.

    Dia masih senyam-senyum aja. Wah bener nih. Gila!

   “Nape sih lo? Senyum-senyum mulu. Naik gaji lo?”

    Kiddo tidak menjawab. Dia hanya terus senyum dan bahkan menaik-naikan alis matanya kearah gua. Sebenarnya kalo dia melakukannya diapartermen dia atau Jhosua, bisa gua bejek-bejek mukanya sangkin gemesnya gua. Soalnya kalo begitu mukanya makin tambah ganteng dan ngegemesin.

   “Udah kek senyumnya. Kaya orang sarap lo!”

    Kiddo tidak menggubris, dia terus saja tersenyum. Baiklah. Mungkin dia mencoba menularkan gilanya ke gua. Gua ikutan tersenyum dan menatap dia. Sambil berlari, sambil tersenyum, sambil menaik-naikan alis, sambil sesekali bertatapan. Kita berdua mencoba menjadi gila bersama. Hahahah... orang gila!
    Gua menanggalkan kaos dan celana gua. Menyisakan celana dalam lalu berjalan menuju ruang sauna. Mencari-cari sebentar sampai mendadak seseorang memanggil.

   “Ga, sini ama gua!” Kiddo memanggil dari salah satu kamar sauna. Gua menghampirinya dan masuk kedalam. Kamar sauna itu hanya diisi oleh kita berdua. Gua menutup pintu dan duduk disebelah Kiddo.

   “Oke, gua mau tanya. Kenapa tadi lo senyam-senyum ke gua?” tanya gua.

   “Ga, main yang kaya kemaren lagi yuk.”

    Gua terkejut. Oh My Gosh! Gak gua sangka ternyata dari tadi dia melakukan kegiatan senyam-senyum semi gilanya karena dia pengen begituan lagi sama gua.

   “Buseeeet... jadi itu maksud lo senyum-senyum ama gua?” gua bingung antara tersanjung atau heran. “Emang kenapa?”

   “Enak, Ga.” Kata dia dengan lugunya. Pantes aja Bank mau nerima dia jadi pegawainya. Orangnya gak neko-neko, lugu lagi.
“Semenjak gua dan elo melakukan itu, malemnya gua gak bisa tidur. Gua gak tau apakah itu buruk apa enggak. Tapi gua kepikiran terus malemnya.”

   “Oh ya.” Alis mata gua naik. “Elo suka?”

   “Gua suka, Ga!” dia berkata seperti anak kecil.

   “Elo mau lagi?”

   “Ya elo tau lah.” Mendadak Kiddo meletakan tangannya di paha gua dan mengelus-elusnya. Elusannya langsung membuat peler gua bangun. “Tuh, Ga, punya lo udah bangun tuh. Ayo, main yuk!”

   “Disini panas, Do. Jangan disini lah.” Kata gua.

   “Ya udah. Di apartermen gua.” Kiddo cepat-cepat memberi pilihan lain.

   “Ya udah. Tapi gua mandi dulu ya.”

   “Mainnya dikamar mandi.”

    Gua tertegun sejenak. Buset dah. Apa sebegitu nafsunya kah dia sampe-sampe ngebet gitu. Tapi biarlah. Toh gua ini yang mendapat faedahnya. Gua dan Kiddo bersama-sama keluar dari kamar sauna, berpakaian dan pergi ke aparterment. Dan begitu pintu dikunci. Sambil melepaskan pakaian satu persatu gua dan dia masuk ke kamar mandi. Dan berikutnya, yang gua tau sangat nikmat.

***

Malam minggu gua dan Jhosua hanya diam dirumah saja. Sudah dua DVD kita tonton secara maraton. Kenyang dan bosan. Kita sudah makan, sudah mandi, sudah bersih-bersih rumah. Ngapain ya enaknya. Mau jalan-jalan keluar gua dan Jhosua sama-sama lagi males keluar.

   “Ngapain dong enaknya nih?” tanya gua.

   “Nggak tau. Gua bingung mau ngapain.” Kata Jhosua sambil mengangkat bahu.

   “Ya elah. Elo gimana sih. Mikir dooooong!” kata gua.

   “Elo juga mikir. Enaknya ngapain.”

    Kita berdua diam sejenak. Saling berpikir saling mengerutkan dahi. Mencari-cari hal yang seru untuk dilakukan malam mingguan. Tak lama kemudian Jhosua memberikan ide. Mengingat Jhosua adalah siapa dan apa saja yang biasa dilakukan. Maka idenya pasti tidak akan jauh-jauh dari itu.
    Mendadak dia bangkit berdiri dan pergi kemeja telepon. Ia menelepon seseorang. Berbicara selama beberapa menit kemudian menutupnya. Ia berbalik dan menatap gua.

   “Malam minggu pasti bakalan seru!” dia berkata... dengan senyum mesum.

***

Gua dan Jhosua sudah mengenakan celana pendek dan kaos. Duduk manis di sofa menunggu apa yang sudah dilakukan sepupu gua ini. Sekitar setengah jam gua dan dia menunggu sambil mengobrol tidak penting akhirnya terdengar bunyi ketukan pintu.

   “Nah, itu pasti mereka.” Kata Jhosua.

    Ia lantas bangkit berdiri dan menuju pintu. Membuka pintu dan membawa masuk dua orang.... dua wanita. Sangat cantik, sangat seksi. Gua merasa terkejut.

   “Ga, gua nyewa nih mereka. Pastinya yang high class lah. Gak mungkin lah gua nyari yang dipinggir jalan.” Kata Jhosua. “Elo tuh, sama Ananda. Sepantaran lo sama dia. Gak apa-apa ya, virginnya udah diambil seminggu yang lalu. Masih baru sekali pake, Ga. Jadi pasti masih ada rasanya”

   “Oooooh...” Gua hanya melongo, seraya menatap sesosok cewek cantik, berkulit putih, rambut hitam smoothing panjang dan berwajar oriental. Amat sangat cantik. Gua sempet bingung, kenapa nih cewek milih jadi pelacur. Kalo jadi Miss Celebrity SCTV kemungkinan besar menang nih. Tapi gak apa-apa juga sih. Toh gua yang dapet faedahnya. Hihihi....!

   “Gue sama si Anjani. Ini sih gua yang jebol virginnya.” Kata Jhosua, dan Anjani tersenyum sambil melingkarkan tangannya dileher Jhosua. “Ayo Ga, lo bawa tuh si Ananda ke kamar lo. Kita main malam ini!”

    Gua dan Perek Cewek Cantik itu ditinggal pergi oleh Jhosua dan Anjani. Gua dan Ananda saling berpandangan.

No comments:

Post a Comment