Friday, December 26, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 10

Yang Terjadi Di Tanggal 26 Desember


Senin 24 Desember
Gua sudah tidur-tiduran di ranjangnya Jhosua sementara dia yang tanpa busana menyusun pakaiannya kedalam tas bepergiaannya.

  “Gua ya, minta dibawain oleh-oleh coklat, replika menara eiffel, majalah-majalah bokep paris, DVD-DVD bokep paris, baju, celana, celana dalam, baju dalem, gesper, sepatu.”

   “Buset, banyak amat. Gak mau ah.” Kata Jhosua sambil bertolak pinggang.

   “Yaaaah.... jangan gitu dong sob. Lo kan sohib gua. kasihlah gua sedikit kebaikan dari dirimu.” Gua pura-pura memelas.

   “Iya, tapi elo tuh minta oleh-oleh apa mau bikin gua miskin.”

   “Minta oleh-oleh lah. Lagian duit lo melimpah-ruah.” Kata gua. “Lo tu ye, enak banget. Natalan di prancis, sementara gua terkungkung di rumah gua.” gua lalu menambahkan dengan semangat. Dan ini pasti berhasil. “Kalo elo bawain semua oleh-oleh yang gua minta. Elo bakalan dapet Pijatan plus-plus Ala Aiga Dunnovan 3 kali, GRATIS! Tuh asik tuh. Special offer!”

    Jhosua tampak tergoda. Dia menatap gua lama sekali. Entah apa yang ada didalam pikirannya saat itu tapi gua yakin dia tergoda.

   “Oooh, jika elo mau membayar biaya tambahan sebesar 5 juta aja, elo bisa dapat tambahan free 2 kali pijat plus-plus ala Aiga Dunnovan. Plus super-super-duper sensational jerk-off service.” Gua memainkan jari-jari jangan gua.

    Jhosua mulai tersenyum. Hahaha.... dia pasti pengen.

   “Gimana?”

   “Boleh.” Jhosua termakan rayuan pulau Glodok. Pembeli yang lugu termakan tipu muslihat pedagang tingkat expert. “Elo bikin aja list oleh-oleh yang pengen gua bawain. Tar gua beliin.”

   “Asiiiik.” Gua tersenyum puas penuh kemenangan.

   “Tapi bener ya, sepulang dari sana elo harus mijit gua. Tiga kali. Pada saat suka dan duka, sakit maupun sehat...”

   “Dih kaya orang mau kawin aja. Lebay lo.”

   “Ya pokoknya kapanpun gua minta dipijit. Elo-harus-bersedia-mijit-gue!” Jhosua memberi penekanan pada 5 kata terakhir.

   “Siap bos!”

    Gua kemudian mengambil kertas dan duduk dimeja kerja Jhosua. Mulai menulis apa aja yang harus dibawa Jhosua sepulangnya dari paris.

  “Jhos, elo punya Video ML lo sama lena?” tanya gua sambil menulis daftar oleh-oleh.

   “Enggak.”

   “Bikin dong. Biar gua tonton. Itu salah satu dari daftar oleh-oleh yang harus elo bawa.”

   “Kenapa emangnya?”

   “Gini. Elo kan enak. Udah akrab. ML ama dia udah gampang. Gua pengen liat itunya.” Kata gua.

    Jhosua senantiasa merekam beberapa aktivitas seksualnya dengan lawan jenisnya jika itu dirasa perlu. Dan 70% aktivitas seksualnya dia rekam dan disimpan secara rapih dan privat. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat menyaksikannya dan salah satunya gua. Gua udah sering banget nontonin video Jhosua yang bercinta dengan wanita. Threesome, orgy dan lain-lain dapat gua saksikan dengan leluasa. Gua sempat khawatir bagaimana kalo sewaktu-waktu salah satu video itu tersebar.

   “Gila, gua gak tau dah bakalan gimana. Tapi pastinya gua bakalan marah aja. Malu sih enggak, secara itukan milik pribadi dan gua gak melakukan hal-hal aneh.” Kata Jhosua.

    Memang, aktivitas seksual yang ia rekam adalah yang masih dalam kategori normal. Kegiatan seksualnya dengan sapi sudah pasti tidak dia rekam. Begitu percayanya Jhosua dengan gua—dimana gua juga gak mau menyia-nyiakan kepercayaannya—Jhosua pernah menyuruh gua untuk ikut serta dalam proyek film terbarunya. Ya hanya proyek kecil namun sangat membuat gua nafsu. Gua dijadikan kameramen untuk merekam aktvitas onani Jhosua. Dimana dia melakukan onani ditempat tidur, balkon dan berkahir dibathub. Dan selama itu kita berdua bertelanjang ria melakukan proyek menggelikan itu.
    Dan setelah diedit dengan penuh rasa geli, akhirnya selesai juga video jerk-offnya Jhosua. video berdurasi 20 menit itu diburning kedalam sebuah DVD dan disimpan rapih. Menonton hasilnya gua malah jadi tertarik dan tertantang. Maka beberapa hari kemudian gua melakukan syuting video ala Sean Cody itu bersama Jhosua. dimana gua memperkenalkan diri, lalu melepas baju sampai bugil dan beronani. Gua lakukan di sofa, balkon, dan bathub. Dan asal tau aja, Jhosua konak selama mensyut gua. Apa benar ya cowok straight juga bakalan konak kalo ngeliat cowok lain beronani. Secara gua ngocoknya sambil menghayati dan mendesah-desah. Atau jangan-jangan Jhosua memiliki beberapa persen orientasi seksual ke pria. Tapi sudah lah. Gua anggap aja itu normal.
    Walhasil gua dan dia masing-masing mempunyai 1 video jerk-off sendiri-sendiri. Hahaha... beginilah kalo dua orang yang penuh pikiran bokep bertemu dan bersahabat. Maka hal-hal gila bakalan banyak terjadi.

   “Pokoknya elo harus rekam adegan ngefuck lo sama lena. Gua mau liat Jhos, Lena hot gak mainnya.”

   “So pasti gua rekam entar.” Kata Jhosua.

    Pukul sembilan pagi Jhosua sudah berpakain lengkap. Kaos putih yang ditutupi jaket coklat serta celana jeans dan sepatu putih sudah berhasil menutupi badan Jhosua dan membuat dirinya ganteng. Gua berpakaian dan turun kebawah untuk mengantar Jhosua.

***

   “Akhirnya elo pulang juga... inget rumah lo, nyet!” kata Chella, adik gua yang cantik itu. Beberapa bulan gak ketemu dia banyak berubah. Lebih cantik sekarang.

   “Ya iya lah.” Kata gua. “Elo juga sekarang keliatan cantik aja. Inget kodrat lo nyet!”

   “Yeeee... gua dari dulu emang cantik kaleee.” Adek gua gak mau kalah.

    Gua melenggang masuk kedalam rumah gua yang udah lama gua tinggalin. Rumah itu masih saja sama menyenangkannya. Bisa hangat saat dibutuhkan dan bisa dingin saat diinginkan. Kan ada AC. Nyokap gua yang sedang memasak keluar dari dapur dan menyambut gua.

   “Oooh Iga ku sayaaaang... kamu pulang juga akhirnya. Aduuuh, mama kangen banget deh sama kamu. Tambah ganteng aja lagi. Aduuuh... Jhosua pasti memelihara kamu dengan baik.” Kata nyokap gua sambil memeluk gua.

   “Apaan sih mama. Emangnya ternak. Papa mana?”

   “Papa lagi ke pesta kawinannya si Simatupang itu.” Jawab nyokap gua seraya kembali melangkah kedapur.

   “Mama nggak ikut?”

   “Males!” sahut nyokap gua dari dapur. “Lagian mama kan harus bikin banyak kue. Besok sodara-sodara banyak yang dateng. Ngomong-ngomong Jhosua gak ikut kesini?”

   “Apa, ma?!” seru gak yang sempat gak connect tadi.

   “Kamu nggak bareng Jhosua kesini?” nyokap gua berseru lebih keras lagi. Dasar orang batak, emang gak bisa ya nyamperin baru ngomong. Jadi gak perlu tereak-tereak kaya gini.

   “Dia tugas ke Prancis ma!” seru gua sama kerasnya dengan nyokap gua. Biarlah itu membudaya.

   “Waaah... mama mau dong dibawain coklat sama dia.”

   “Yang bener? Ntar biar iga teleponin. Dia janji mau bawain oleh-oleh buat kita.”

   “Ya udah, mama mau cokelat! Telepon sana!”

   “Entar!” seru gua.

    Haaaah... tak ada yang berubah setelah hampir 5 bulan gua tinggalin rumah ini. Semua masih sama aja. Yang berbeda paling hanya lebih berdekorasi. Ada pohon natal di pojok ruang tamu yang sudah dihias dengan indah. Ada hiasan-hiasan lain yang ditambahkan demi melengkapi suasana natal dirumah ini. Gua akhirnya memutuskan untuk masuk ke kamar gua dan berisirahat. Lempar tas, lepas sepatu, kaos kaki, buka kaos, lepas celana dan langsung tergeletak hanya dengan boxer saja....

***

Seperti biasa dan yang sudah mentradisi, gua sekeluarga bakalan kegereja dimalam natal ini. Oleh karena ini pukul setengah delapan malam kita semua sudah siap dengan pakaian rapih kita. Gua sudah berkemeja hitam dan bercelana jean biru gelap. Rambut pendek gua, gua beri minyak rambut dan dibentuk sedemikian canggihnya. Gua tampak 20 tingkat lebih ganteng dari sebelumnya...hahah, lebay!
    Sepatu kets putih gua kenakan dan melengkapi penampilan perfect gua malam ini. Memang ke gereja yang penting adalah hati dan niatnya. Tapi, kita gak bisa menutup fakta bahwa Gereja juga merupakan ajang Fashion Show... berjalan diantara deretan kursi-kursi gereja seakan berjalan di runway dimana para jemaat yang hadir seakan adalah karyawan majalah vogue atau elle magazine. Tidak cowok, tidak juga cewek mereka semua harus tampil wah setiap minggunya.
    Sama seperti malam ini. Gua sekeluarga berjalan bersama memasuki gereja. Ratusan pasang mata langsung menolah kearah kita. Tidak cowok, tidak cewek. Kita langsung menjadi titik perhatian. Kita berhasil masuk dalam ketegori Jemaat Fashionable... wuakakakak! Tapi itulah kenyataan. Setiap minggu gereja bukan hanya ajang mendekatkan diri ke Tuhan, tetapi juga ajang pamer martabat dan kelas sosial.
    Gua menyebarkan pandangan keseantero ruangan gereja. Memperhatikan apakah ada cowok atau cewek cantik yang lumayan buat jadi objek perhatian. Dan memang benar aja. Gereja ini cukup banyak digentayangi oleh mahluk-mahluk tuhan yang paling indah. Mereka juga berpenampilan luar biasa malam ini. Ada cowok ganteng berumur sekitar 25 tahun berpakaian tuxedo. Dia tampak cute. Ada lagi yang tampak gagah dibalik kemeja abu-abunya yang menampilkan otot-otot ditubuhnya. Seorang cewek cantik yang mengenakan gaun dan rambut ditata rapih membuat dirinya luar biasa cantik. Disisi lain ada gadis manis seperti model sedang berjalan menuju keluar gereja. Ia mengenakan kemeja putih polos yang luar biasa dan dipadu-padankan dengan rok hitam pendek dan sepatu boots setinggi lutut. Cewek itu luar biasa cantik, seksi namun tidak terkesan murahan.
    Salah seorang pendeta pernah mengatakan bahwa orang kristen adalah orang yang luar biasa. Mereka pergi kegereja dengan pakaian terbaik mereka. Salah satu wujud memuji Tuhan. Memang itu benar, kita harus memuji Tuhan dengan busana terbaik kita. Kita harus memberikan yang terbaik buat Tuhan. Jangan tampil berantakan atau buruk karena itu berarti tidak mensyukuri berkat Tuhan dan juga tidak menghormati-Nya. Dan itulah yang menjadi salah satu Pembelaan terhadap ajang Fashion Show yang kerap terjadi pada setiap ibadah di Gereja ini, maupun digereja-gereja lain.
    Pukul delapan ibadah dimulai. Gua sekeluarga mengikutinya dengan kusyuk dan dengan hikmat.

***

Hohoho...! Merry Christmas...
    Siang hari rumah gua tampak ramai dengan sodara-sodara gua yang berdatangan dari segala penjuru. Mereka hadir dan tumpah ruah dirumah gua. gua seneng banget karena gua bisa ketemu lagi dengan sodara-sodara gua yang udah lama. Awalanya memang pada canggung, secara udah lama banget gak ketemu. Namun perlahan-lahan itu bisa ditepis dan akhirnya masa lalu kembali menyeruak diantara kita.
    Sepupu-sepupu gua yang seumuran atau tidak berbeda jauh umurnya dengan gua tampak memiliki banyak perubahan. Ada yang tambah gendut, ada yang tambah cantik, ada yang tambah keren, ada yang bilang udah mau nikah (kawinnya udah) ada lagi yang udah kerja. Huhuhu mereka cerita ini itu dan gua menjadi pendengar yang baik dengan sesekali memberi respon kecil; “Oh ya, oooh... yak ampun... beneran lo? Gila deh... buseeet... weis, sadis! Serius lo! Ooooh.... oh begitu.”
    Kesimpulannya... natalan kali ini berlangsung dengan sangat menyenangkan seperti biasa. Semuanya baik-baik saja. Semuanya meriah-meriah saja.

***

Gua sudah kembali ke apartermen Jhosua keesokan harinya. Setelah bangun siang, bermalas-malasan, makan siang buatan nyokap, mandi dan siap-siap. Gua akhirnya kembali melangkahkah kaki gua masuk kedalam apartermen yang nyaman dan menyenangkan itu.
    Gua, yang sudah memiliki kebiasaan mendarah-daging, langsung saja melepaskan baju gua dan celana jeans gua. Membiarkan diri gua melanggang bebas hanya mengenakan segita tiga putih saja. Berjalan sambil membawa kaos dan celana gua dan meletakannya dilemari beserta tas gua.
    Sore itu gua bersantai diruang nonton sambil menonton acara televisi. Bosan, gua lantas memasang DVD. Menonton sendirian. Gua terangsang karena pada film yang gua tonton ternyata terdapat adegan Mlnya dan herannya dipertontonkan secara eksplisit. Si cowok bikin nasfu, si cewek apa lagi. Yang ada gua secara tidak sadar memainkan penis gua.
    Dalam sekejap setan sudah merasuk kedalam diri gua. Pikiran gua sudah dipenuhi bokep sekarang. Maka dengan liarnya gua langsung mengganti film dengan film bokep straight milik si Jhosua. gua lebih teransang jika menonton bokep straight.
    Waduuuh... luar biasa deh dampaknya. Gua seperti kesetanan. Menggelinjang gak keruan. Nafsu birahi sudah membakar diri gua. gua melepaskan celana dalam gua dan menggelinjang sendirian dalam ketelanjangan gua. nafas gua keluar masuk dengan cepat dan gua semakin terbakar nafsu. Seseorang harus ditelepon!

   “Do... lo keapartermen gua dong. Ngentot yuk!” Gua berkata tanpa basa-basi lagi.

    Kiddo menjawab setuju dan langsung melesat menuju apartermen gua sekarang. Lima menit terasa lama bagi gua ketika Kiddo datang. Gua membuka pintu dan melihat Kiddo. Dia mengenakan kaos hijau dan celana sepaha dan sendal. Sementara Kiddo tampak terkejut melihat gua yang telanjang dan dengan penis yang ereksi. Kiddo mangsa yang sesuai buat gua. gua lantas menariknya dan menciumnya senafsu yang gua bisa. Kiddo tampak berusaha membalas namun dia masih kalah dengan agresifitas guas. Gua lantas melepaskan dengan kasar kaos hijau Kiddo. Lalu menurunkan dengan beringas celana Kiddo. Hanya dengan mengenakan celana dalam gua menarik Kiddo ketempat tidur gua.
    Di kamar gua. Kita berdua saling berciuman. Lalu gua mencupang leher Kiddo. Lalu kedua tangan gua meraba-raba tubuh Kiddo. Memukul-mukul pantat montoknya lalu melepaskan celana dalamnya. Kita berdua telanjang sekarang. Gua langsung menghisap penis cokelat Kiddo. Lalu meremas-remas kedua bolanya sementara Kiddo mendesah-desah penuh kenikmatan. Lalu gua naik keatas. Menghisap kedua putingnya sekuat tenaga. Lalu naik kelehernya dan mencupang sebisa mungkin sampai leher Kiddo memerah. Lalu naik lagi keatas dan menciumnya, bermain lidah dengannya dan menjilati wajah tampannya.
    Kiddo terbawa permainan. Kini dia menarik badan gua dan merebahkannya ditempat tidur. Ia mencium gua lalu langsung melahap penis gua yang sudah mengeras dari tadi. Gua menggerak-gerakan pinggul gua dengan mendesah-desah.

   “Aaaaaah... enak bangeeeeet.... Ooooooh!”

    Sementara itu Kiddo terus menghisap penis gua seakan berusaha menarik keluar sperma gua. namun yang ada gua semakin menggelinjang dibuatnya. Desahan gua semakin keras dan itu membuat Kiddo semakin semangat. Kerasnya desahan gua dianggap pujian baginya. Dia semakin membuat gila meronta-rontan gua.
    Gua menarik kepala Kiddo yang belepotan dengan air liur. Tanpa peduli gua menciumnya.

   “Ayo lo tusuk gua!” kata gua. gua lantas pergi kelaci meja belajar gua dan mengambil kondomnya. Persetan dengan semuanya. Persetan dengan pantat gua yang harusnya buat kontolnya si Jhosua. gua dibakar birahi sekarang dan gua juga bingung mengapa bisa terjadi.
    Gua menghisap penis Kiddo sekali lagi sekuat dan senafsu mungkin yang membuat Kiddo berseru-seru nikmat. Lalu setelah itu gua memasangkan kondom di penisnya. Kemudian gua menungging didepannya. Mempersiapkan diri gua ditusuk Kiddo.
    Kiddo mendekatkan penisnya perlahan-lahan ke lobang pantat gua dan mulai menusuk pantat gua. sakit yang luar biasa gua rasakan, namun kemudian sakit itu sirna digantikan dengan rasa nikmat yang luar biasa. Kiddo menggenjot-genjot tubuhnya dengan mata  merem-melek. Kedua jarinya dimasukan kedalam mulut gua dan gua menghisapnya seakan itu adalah penis Kiddo. Kita berdua sudah basah oleh keringat sekarang. Itu karena gua sengaja membiarkan AC mati agar suasana semakin hot.
    Giliran Kiddo selesai, gua memasang kondom dipenis gua dan langsung menusuk Kiddo kemudian. Kiddo tampak menjerit kesakitan namun dia tidak melakukan perlawanan. Beberapa saat kemudian dia mendesah-desah nikmat. Peluh tampak diwajah putih lugunya. Gua terus menyodok-nyodok pantatnya dengan sesekali menciumnya. Kedua kakinya Kiddo gua naikan keatas dan terus menyodoknya.
    Beberapa menit berikutnya kita berdua sudah tenggelam dalam kegiatan saling menghisap penis. Sekuat tenaga dan senafsu mungkin gua dan Kiddo menghisap penis lawan main kita.
    Mendadak Kiddo menarik penisnya dan berjalan meninggalkan kamar gua. gua lantas mengikutinya. Ternyata dia ingin pindah lokasi. Dia membuka pintu balkon dan membirkan udara masuk. Gua lantas menariknya jatuh kebawah dan menciumnya. Lalu gua berputar dan kembali berkonsentrasi dengan penisnya. Kita berdua kembali ber-69.

   “Ga, gua udah mau keluar nih!” Seru Kiddo.

    Maka gua semakin nafsu menghisap. Kiddo tampak menghentikan hisapannya dan mendesah-desah. Lalu berikutnya gua merasakan sperma hangat mengeruak keluar dari penisnya. Tumpah di wajah gua dan sebagian dimulut gua.

   “Aaaaaaah...” Kiddo menghelas nafas penuh kepuasan.

    Gua, yang wajah dan mulut penuh dengan sperma Kiddo lantas mencium Kiddo. Dia membalasnya. Gua yakin dia juga merasakan amisnya spermanya. Tapi gua gak peduli. Bagi gua sekarang berciuman dan wajah penuh sperma malah membuat lebih hot.
    Kini giliran Kiddo yang bekerja. Dia menghisap penis gua sekuat yang ia bisa. Gua yang tidur terlentang dengan dada mengembang kempis bersiap-siap menikmati orgasme hebat gua yang bakalan gua rasakan sebentar lagi. Dan itu akan terjadi.
    Perpaduan antara hisapan dan kocokan membuat tubuh gua mendadak mengejang-ngejak. Dan keluarlan cairan panas tersebut. Banyak dan memuncrat ke wajah Kiddo. Kiddo menutup mata namun tangannya masih terus mengocok penis gua. membiarkan gua terus mengeluarkan sperma gua sampai tetes terakhirnya. Setelah selesai lantas gua menghela nafas penuh kepuasan. Kiddo mendekati wajah gua dan menciumnya. Membiarkan sperma gua menyentuh dan sedikit tertelan ke mulut gua. Gua membiarkanya karena Kiddo juga merasakannya.
    Kita berdua lantas saling berpelukan dan terus berciuman. Dengan tubuh telanjang, didekat balkon dan dengan wajah dan mulut belepotan peju. Gua menikmati semua itu dengan bahagia. Dan Kiddo juga sepertinya bahagia dengan itu semua.
    Saling menutup mata dan berciuman. Saling meraba dan meraba. Melepaskan pelukan dan ciuman. Tersenyum dan membuka mata. Mendapati Jhosua berdiri tidak jauh dari gua. Mendapati gua sedang dalam posisi Telanjang, mulut kotor dan menindih seorang COWOK yang juga berpenampilan sama dengan gua, Dan baru selesai BERCIUMAN selayaknya sepasang kekasih.
Jhosua sudah pulang! Gua Syok bukan main! Ini Kiamat!

Thursday, December 18, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 9

Rafael, Kiddo dan Jhosua 2


Perkuliahan hari ini sama saja dengan hari-hari yang lain. Pelajaran gua terima dengan format masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Gua tuh males banget denger pelajaran tuh dosen. Bikin ngantuk banget. Ya walhasil gua malah bengong aja nungguin tuh dosen selesai berceramah. Namun pada saat kuliah gua juga menikmati mengamati Rafael yang duduk didepan gua secara diagonal. Kegiatan yang lebih membuat perasaan gua lebih baik dari pada dengerin kotbah sang dosen. Kembali gua mengamati cowok putih itu. Wajahnya yang putih dengan alis yang tebal serta bibir yang agak kemerahan. Matanya tajam seakan dia sedang mengamati sesuatu. Rambut ikalnya yang hitam berkilau dan berpotongan pendek. Sekilas Rafael mengingatkan gua kepada Andhika Pratama dalam bentuk yang lebih berisi dan berotot. Kenapa? Karena gua udah melihat dirinya dalam keadaan telanjang. Bahkan pernah merasakan dirinya! Kan Andhika kurus. Kalo Rafael lebih berisi dan berotot, walaupun tidak terlalu berotot karena itu tidak seksi.
Dan selama gua mengenalnya Rafael tidak suka mengenakan pakaian yang norak-norak. Dia senang berpenampilan biasa namun entah kenapa itu yang selalu membuatnya tampak keren. Dia lebih suka mengenakan kaos lengan pendek, dan jika lengan panjang dia akan menggulungnya sampai diatas siku. Sementara celana, dia senang memakai celana jeans yang sedikit lebih besar. Entah kenapa, kalo menurut gua lebih asik. Karena setiap dia berjalan maka tampak tonjolan dibagian penisnya. Seakan dia selalu konak setiap saat padahal itu karena celananya yang kebesaran. Dia tidak mengenakan jam tangan. Hanya beberapa gelang saja yang dipakai dilengan pergelangan tangan kanannya. Sementara pakaian dalam? Hmmm... kalau kuliah dia tidak suka mengenakan kaos dalam, dia hanya mengenakan celana dalam putihnya. Dia akan mengenakan kaos dalam jika itu acara formal yang membutuhkan baju-baju seperti kemeja dan Jas.
Saat kuliah berakhir gua dan Rafael bersama-sama langsung pulang dengan mobil Rafael. Karena hari ini perkuliahan Cuma satu mata pelajaran.

“Bentar lagi natalan nih. Enakan kemana ya?” tanya Rafael seraya menyetir.

“Dirumah aja gua mah.” Jawab gua seraya menggaruk-garuk jembut gua. Gatel nih.

“Yah, gak asik banget lo.” Kata Rafael. “Lo ngapain sih garuk-garuk tuh jembut.”

“Gatel banget nih. Gini nih malesnya punya jembut lebat bikin gatel. Oh ya, gua baru inget kalo gua bakalan balik kerumah bonyok gua buat natalan disana.”

“Gua juga sih.”

“Oooh...” waktunya gua mengalihkan pembicaraan. “Raf, gua nanya dong.”

“Apaan?”

“Sebelum sama gua, elo udah pernah ML sama siapa aja?”

“Kenapa lo nanya begituan?”

“Enggak. Cuma mau nanya aja.”

“Ooooh... gua udah beberapa kali. Ama cewek apa ama cowok nih ya lo tanya?”

“Dua-duanya.”

“Sama cewek, gua udah banyak. Dia itu mantan gua. Dia menyenangkan, temen yang seru saat jalan bareng temen. Cewek yang penyayang saat lagi berduaan. Patner sex yang asik saat lagi bercinta.”

“Terus kenapa elo bisa putus sama dia?” buset deh, gua blak-blakan banget yak.

“Heeaahhh...” Rafael mendesah. “Gara-gara dia pernah nangkep basah gua sedang ber 69 sama temen gua. Dan dia cowok.”

“Oooh...”

“Dia gak marah. Cuma dia nanya aja. Orientasi seksual gua kemana. Gua jawab gua biseks. Kan dia pernah ngerasain tongkat gua kan. Dan dia pernah bilang kalo dia puas sama gua. Namun semenjak itu komunikasi gua sama dia mulai jarang dan berkahir gua merasa emang kita udah putus saat pembicaraan itu. Bagi gua jika lebih dari dua bulan tidak ada komunikasi maka gua anggap kita berdua udah putus.”
Gua manggut-manggut aja dengernya. Merasa menikmati cerita Rafael.

“Setelah itu gua pernah pacaran lagi sama cewek. Tapi gua putusin tiga bulan kemudian. Karena yang ada dipikirannya Cuma seks dan seks aja. Kewalahan gua. Kewalahan peler gua.”

“Oh ya?!”

“Seminggu gua bisa 8 kali bercinta. Gua sih kuat-kuat aja ngelawan dia. Cuma gua jengah aja kalo hubungan gua sama dia hanya sebatas seks. Makanya gua putusin.”

“Oooooh.” Gua kembali manggut-manggut.

“Lalu gua memutuskan untuk ngejomblo aja terus. Dan selama itu gua udah bercinta dengan beberapa cowok.” Kata Rafael. “Oke, sekarang elo!”

“Gue?” tanya gua. “Sama kaya elo. Cuma gua dengan mantan gua putus baik-baik, karena dia mau kuliah keluar negeri.” Kata gua. padahal gua blum pernah pacaran ama cewek. Paling Cuma sex patner aja si Nindy. Tapi gua bilang aja pacaran biar gak 1-0 gua sama Rafael. “Selain itu gua juga punya temen cowok yang juga patner sex gua.”

“Ooooh...” Kini giliran Rafael yang manggut-manggut.

Dan perjalanan pun terus berlanjut.

***

Gua bertelanjang ria dengan Kiddo di ruang santai apartermen Kiddo. Gua tiduran dipahanya sambil menonton DVD. Sementara Kiddo duduk bersandar disofanya sambil menyesap coca-cola dingin. Gua baru saja bercinta dengan Kiddo. Membayar hutang gua dengan Kiddo. Entah kenapa Kiddo semakin nafsu bercinta dengan gua. tadi saja dia lebih lama dan lebih nafsu menghisap penis gua. Dan untuk pertama kalinya setelah 7x kali berseks ria. Kiddo bersedia gua tusuk. Pastinya dengan hati-hati karena ini adalah pengalaman pertama baginya. Gua mengenakan kondom dan gua tambah lagi dengan minyak. Kiddo yang tiduran dengan kedua kakinya berada diantara kepala gua tampak siap. Wajah lugunya yang tampan tampak menampakan ketakutan namun ada rasa ingin yang besar.
Begitu gua memasukannya perlahan-lahan dia tampak menutup mata karena sedikit perih. Tangannya tampak mencengkram sofa putihnya.

“Terus masukin ga, gua siap.” Kata Kiddo dalam rintihannya.

Gua menurut dan setelah masuk kedalam gua mulai memaju-mundurkan penis gua. seiring waktu Kiddo tampak mulai menikmatinya. Ia sudah tidak tampak kesakitan lagi namun sudah bisa menikmatinya. Semakin lama dan semakin lama dia semakin menyukaiannya. Karena rasa sakit yang dia rasakan pada awal berubah menjadi rasa nikmat yang tiada tara.
Semua berakhir pada saat gua menumpahkan sperma gua didada bidangnya Kiddo. Lalu gua menum-pahkan spermanya dibadannya. Lalu gua dengan nafsunya mencium Kiddo. Dia membalasnya.
Kini gua dan dia bersantai dalam ketelanjangan sambil menyaksikan film Fight Club.

“Gua kirain sodomi bakalan sakit terus. Tapi Cuma pertamanya doang ternyata. Lama-lama asik.” Kata Kiddo. Dia lalu mengelus-elus rambut gua. “Elo masih mudah udah hebat ya.”

Gua hanya tersenyum karena gua tau Kiddo beberapa tahun lebih tua dari gua. namun gua dan dia herannya bisa begitu akrab.

“Nah elo kan juga udah ngerasain nusuk orang. Gua.” kata gua.

“Iya. Enak ya.” kata Kiddo sambil nyengir.

Gua bangkit dan duduk bersandar disamping Kiddo. “Ngomong-ngomong udah ada patner yang lain blom?”

“Blom. Masih elo aja patner ngeseks gua.”

“Kalo yang cewek?”

“Nah itu dia. Gua lagi pedekate sama cewek. Mau dijadiin pacar. Kan gak juga pengen ngerasain punya cewek. Masa gua ngerasain tongkat mulu.”

“Jadi...” Gua cukup terenyuh. “Elo blom pernah bercinta sama cewek dong?”

“Belom.” Kiddo menjawab dengan lugunya.

“Yak ampuuuuuun....” kata gua. “Tak kusangka kau blum pernah bercinta sama cewek. Jadi gua dong yang ngambil keperjakaan lo?”

Kiddo menangguk-angguk sedikit bingung.

“Ya, baguslah. Dari pada elo malah beneran suka sama cowok. Gua takutnya begitu aja.”

“Iya. Padahal sebelumnya gua sama sekali gak ada niat atau rasa untuk bercinta sama cowok. Baru ama elo aja gua jadi... entah kenapa... mau.”

“Dan elo udah ngerasain semuanya. Dihisap, menghisap. Ditusuk, menusuk, ditelan dan... menelan elo belom ya?”

“Nelen apaan?”

“Sperma.”

“Belom. Emang rasanya gimana?”

“Unik kalo kata gua. Rada-rada amis gitu deh. Agak jijay sih emang. Elo mau nyoba?”

“Enggak ah.” Kata Kiddo.

“Ya udah. Tapi emang elo harus cari pacar do. Elo ganteng.” Kata gua seraya mengamtai wajahnya yang agak oriental namun ganteng banget dan rambutnya yang dipotong pendek. Dia sangat tampan dan manis sekali. “Elo punya badan yang bagus.” Gua mengamati dadanya yang menyembul kedepan, biceps dan tricepsnya yang keras. Perutnya yang sixpack, pahannya yang terbentuk indah dan otot-otot lainnay. “Ehmmm... peler yang luar biasa.” Gua memegang pelernya yang sedang tidur. Yang kalo konak bisa sampai 17cm. Dengan bulu-bulu yang tumbuh disekitarnya. “Elo tuh paket sempurna.” Gua teringat akan pekerjaannya sebagai karyawan bank. “Jangan sampai elo sia-siain, do.”

“Iya sih. Gua juga gak mau selamanya ngentot sama lo terus. Kan bosen juga.”

“Wah sialan lo.” Kata gua. “Jadi elo udah bosen sama gua.”

“Enggak gitu juga sih.” Kiddo langsung nyengir kuda. “Elo ama lo gua masih betah. Cuma gua pengen aja ama cewek.”

“Baguslah.”

“Jangan marah ya.”

“Gua gak marah kok.”

Kiddo tersenyum sambil menatap gua dan akhirnya mengelus-elus kepala gua. gua kembali tiduran dipaha atasnya.

***

Gua baru aja selesai makan ketikan Jhosua pulang. Dia berjalan masuk kedalam apartermen dan melempar tasnya ke sofa diseberang gua. Lalu, seperti yang sudah menjadi kebiasaan yang natural, dia mulai melepaskan sepatu, lalu melepaskan kemeja hitam bergaris-garisnya, kaos dalamnya dan terakhir celana bahan hitamnya. Kemudian menyampirkan di lengan kursi dan duduk bersandar dengan bercelana dalam saja.

“Elo nggak minta mijit lagi kan.” Kata gua.

“Enggaaaaak... tenang aja.” Kata Jhosua. “Udah makan lo. Makan apaan?”

“Mesen.”

“Oooh... kenapa gak sekalian gua?”

“Punya lo ada tuh, di meja makan.” Kata gua. “Gua mah baek, gak makan sendirian. Inget orang yang kesusahan.”

Jhosua bangkit dari sofa. “Sialan lo ngatain gua.” kata dia sambil tertawa kecil. “Orang susah mana mungkin bayar lima juta Cuma buat mijet ama dikocok doang.”

“Hahaha... iya-iya.”

Jhosua kembali tak lama kemudian sambil membawa nasi hoka-hoka bentonya. Membukanya lalu mulai menyantapnya dengan sumpit.

“Tanggal 24-27 nanti gua bakalan Prancis. Mau ada perlu disana. Elo nggak apa-apa gua tinggal sendirian?”

“Wah gua juga balik tuh ke rumah tanggal 24-26. Mau natalan dirumah.”

“Kebetulan banget kalo gitu. Gua berangkat pagi. Jadi elo aja yang ngunci nih apartermen.”

“Oke.” Kata gua. “Elo di Prancis pasti bakalan having sex mulu ya.”

“Hehehe... tau aja. Elo tau nggak gua perancis sama temen kantor gua yang cewek itu. Si Lena.”

“Wuidih... yang montok itu!” seru gua semangat. Teringat saat pertama kali gua liat tuh cewek. Berwajah cantik namun memiliki sedikit kesan nakal. Mengenakan lipstik merah menyala. Badannya seksi dengan buah dada yang menggairahkan. Serta rok hitam diatas lutut. Begitu nafsunya gua dan begitu malunya gua pada saat pertama kali ketemu dia, karena pada saat itu gua hanya mengenakan handuk sepanjang lutut saja sehabis mandi. Jadi sisa-sisa air masih terlihat dibadan lembab gua.

Dia juga tampak antusias melihat gua. Semoga aja ada niatan dia mau “Berkenalan lebih dekat” dengan gua. Secara gua juga mau kenalan sama dua teman dadanya yang beberapa kali membuat mimpi basah.

“Iya, sama dia. Bakalan puas gua di prancis. Jadi gak bosen-bosen ama kerja. Karena ada penyegarannya.”

“Hehehe... seru tuh ada si lena. Bakalan puas lo.” Kata gua. padahal gua juga pengen. “Gua minta oleh-oleh cewek prancis ya.”

“Tenang aja, tar gua bawaain replikanya. Dari plastik.”

“Anjrit lo. Gua mandi dulu ya. mau berendam neh. Pasti asik banget.” Kata gua seraya dengan bebasnya melepaskan celana dalam gua dan berjalan menuju kamar mandi.

“Tar gua nyusul.”

“Oke.”

Gua sedang berdiam diri didalam air yang menyegarkan. Lalu tak lama kemudian Jhosua yang sudah dalam keadaan bugil datang dan masuk kedalam bathubnya. Penisnya yang setengah tengan itu bergoyang-goyang ketiga Jhosua masuk kedalam bathub. Kita berdua kemudian mengobrol banyak hal selama dibathub. Malam ini menyenangkan.

Wednesday, December 10, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 8

Gua Dan Jhosua = Gua dan My Best Sohib


Tangan gua menyentuh punggung putih kecokelatan Jhosua. Memijat-mijtanya sebisa dan seterampil mungkin. Lalu perlahan-lahan gua turun dan terus turun kebawah. Pada bagian punggung bawah Jhosua tampak kegelian sehingga badannya bergoyang-goyang.

“Ya elah gelian amat sih jadi cowok.” Sindir gua.

“Semua orang emang geli kalo kalo dipegang bagian itunya.” Kata Jhosua.

“Ah masa.” Gua pura-pura gak percaya.

“Ah bodoh lu!”

“Anjrit lo!”

Tangan gua terus memijit bagian bawah punggunya. Lalu gua mengambil minyak lagi dan siap memijit pantatnya yang paling gua kagumi itu. Tangan gua memegang pantat Jhosua, memijitnya sepuas hati gua. Gua tekan-tekan, gua remas-remas dan gua pijit-pijit. Pantatnya memang keras namun terbentuk dengan indah. Setelah gua puas gua turun ke bagian paha atas, turun lagi dan turun lagi sampai ke kaki. Bagian belakang selesai.

“Balik badan lo skarang!” kata gua seraya melumuri tangan gua dengan minyak.

Jhosua membalik bandannya sehingga terpampanglah tubuh seorang pria muda tampan bertubuh seksi dengan penis besar dan bola yang besar. Melihat keadaan Jhosua seperti ini membuat penis gua semakin keras. Yak ampuuuun, sudah berulang kali gua mijit dia tapi kenapa gua masih saja nafsu birahi jika melihat dia dalam keadaan seperti ini.
Tangan gua menyentuh dan memijit dada bidangnya. Sambil memijit gua melihat wajah indo bataknya Jhosua. Putih bersih dengan rambut pendek berwarna hitam. Dia sedang menutup mata karena mungkin sedang menikmati pijatan gua. Baguslah, karena gua jadi bisa melihat wajahnya sepuas hati dari jarak tidak lebih dari 30 cm. Memandang wajahnya sambil mengelus-elus dadanya memberikan sensasi yang luar biasa bagi gua. berulang kali gua tepis keiingan kuat untuk mencium bibirnya yang tidak pernah bersentuhan dengan rokok. Hampir lelah gua melawan nafsu untuk mengelus wajahnya yang putih bersih tak berjerawat itu. Ini adalah saat-saat paling sulit dalam hidup gua. begitu dekat dan begitu bebasnya gua meraba tubuhnya, tapi begitu jauh kesempatan gua untuk mencium dan bercinta dengan cowok yang paling gua puja selama ini.
Jhosua adalah sepupu gua yang paling gua kagumi. Paling gua sayangi dan paling akrab sama gua. kepada dialah pantat perjaka gua gua persembahkan. Kepada dialah gua bersedia melakukan apapun untuk memuskannya. Kepada penisnyalah mulut gua bersedia menghisap. Tapi entah kenapa tidak ada keberanian bagi gua untuk mendapatkan tubuhnya. Padahal ketelanjangan dia gua nikmati begitu seringnya, penisnya begitu sering gua pegang namun tidak pernah bersentuhan dengan mulut gua. Pria ini benar-benar telah membuat gua gila. Gua tidak mencintainya, namun hasrat untuk bercinta dan menyerahkan diri gua sama dia begitu besar. Beberapa kali gua onani sambil menghayalkan dirinya. Ooooh Jhosuaaaa-Jhosuaaaa....
Gua turun kedaerah perutnya yang rata dan kotak-kotak. Gua rasakan setiap lekuk otot perutnya yang rata itu. Gua biarkan jari-jari gua berjalan-jalan diatas perutnya. Turun terus sampai mendekati penisnya. Minyak telah merambah ke bulu-bulu jembutnya yang tidak begitu lebat. Jhosua tidak pernah melakukan cukur jembut tapi entah kenapa bulutnya tidak pernah lebih lebat dari ini. Pertumbuhannya berhenti pada saat yang sempurna. Dimana bulu-bulu tersebut tidak terlalu lebat namun sama sekali tidak tipis. Membuat daerah tersebut merupakan daerah yang paling enak untuk dinikmati.

“Nah itu tuh Ga, Adek gue tuh. Lo pijit dong kaya kemaren. Dia kan yang paling banyak kerja soalnya.” Kata Jhosua seraya membuka matanya, melihat gua yang sudah bersiap memijat penis 19 cmnya.

“Enggak ah, entah elo nembak lagi.” Kata gua pura-pura gak mau. Padahal... tau lah.

“Nggak mungkiiin, iga tolooool... gua udah ngefuck sama 2 cewek hari ini. Pasokan sperma gua udah abis. Gak mungkin nembak gua.” kata Jhosua. “Lagian elo kan gua bayar 5 juta.”

“Iye-Iyeeeee...” gua menurut.

Tangan gua dengan santai memegang penisnya yang walaupun dalam posisi tidur tampak besar. Penisnya disunat. Gua teringat cerita waktu dia disunat. Pas SMP, kedua orang tuanya gak tau kalo dia disunat. Karena ini inisiatifnya sendiri. Dia pergi kerumah temennya untuk nginep selama dia disunat. Dia dan temannya pergi ke dokter sunat. Disunat dengan laser. Dimana penisnya disuntik 3 kali karena... pada suntikan pertama. Penis memang lemas, namun ketika seorang suster cantik dan bohai yang terbiasa megang penis, dan makin nafsu megang penis ketika melihat penis Jhosua, dengan semangat menggoda penis Jhosua. Alhasil konak lagi. Suntikan kedua, penis Jhosua kembali lemas. Sang suster kembali memegangnya, penisnya masih lemas. Namun ketika mulai dikocok-kocok... konak laaaagiiiii. Suntikan ketika, penis Jhosua lemas lagi. Dipegang, dikocok dan diapa-apain juga memang sudah tidak bereaksi lagi. Akhirnya disunatlah si Jhosua. dan sang susterpun tidak ingin beranjak ketika proses penyunatan. Membuat Jhosua malu bukan main.
Setelah selesai sunat, Jhosua harus melawan segala hasratnya. Dia berusaha mati-matian menepis segala pikiran-pikiran kotor selama proses penyembuhan. Jhosua mengaku bahwa itu adalah proses paling tidak menyenagkan. Mungkin karena otaknya udah terlalu kotor kali sehingga susah dibersihkannya. Untungnya Jhosua berhasil melalui itu semua. Dan hasilnya adalah penis sempurna yang sedang gua servis sekarang.
Tangan gua pertama-tama memperagakan cara memerah susu. Tapi dalam konteks ini adalah memerah sperma. Wuakakakak...! berikutnya gua mengocok-ngocoknya dengan lembut namun cukup cepat. Jhosua tampak menikmatinya.

“Entah kenapa setiap lo mijit gua, gua paling nikmatin pas elo ngurus peler gua. elo sering coli ya?”

“Lumayan.”

“Pantesan... kayanya tangan lo trampil banget ngurus peler, hehehe... enak banget ga.”

“Ooooh... gua ngerti sekarang. Jadi sebenarnya elo tuh nyuruh gua mijit Cuma buat nikmati kocokan gua aja. Gitu?”

“Bukaaan... jangan salah sangka dulu loh. gua masih suka cewek kok. Pijitan elo emang enak, tapi paling enak pas elo mijit peler gua. enak banget.”

Emang bener. Pernah sekali waktu gua mijit penisnya. Begitu menghayatinya gua dan begitu menikmatinya Jhosua sehingga yang tadinya hanya memijit jadi proses pencolian. Dimana gua harus mengocok penis Jhosua selama setengah jam hanya untuk membuatnya mengeluarkan sperma. Dan selama itu pula Jhosua tidak henti-hentinya mendesah penuh nikmat. Kedua tangannya mencengkram sprei putihnya dan matanya senantiasa merem melek. Mulutnya megap-megap dan dadanya kembang-kempis dengan cepat. Lalu pada saat spermanya keluar Jhosua menjerit bercampur desahan. Sangat seksi dan sangat luar biasa. Karena spermanya muncrat hampir 2 meter keudara. Gua kagum. Setengah jam yang luar biasa bagi Jhosua dan setengah jam yang amat melelahkan bagi gua. Karena setelah itu gua dengan ngototnya nyuruh Jhosua mijit tangan gua.
Tapi kali ini memang benar, penis Jhosua memang mulai membesar dan mengeras tapi tidak ada gejala naiknya nafsu Jhosua. makanya setelah lima belas menit (seharusnya 10 menit, namun Jhosua minta tambahan 5 menit) gua beralih kebola-bolanya. Cuma sebentar aja karena setelah itu gua beralih kepahanya lalu lutut dan berakhir di kakinya.
Satu jam berakhir ketika gua selesai memijat badan Jhosua. Meletakan mangkok berisi minyak tersebut dimeja kerja Jhosua dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci tangan. Setelah itu gua rabahan disebelah Jhosua.

“Gila bener dah, capek tangan gua.” kata gua seraya menggerak-gerakan telapak tangan gua.

“Setara lah dengan lima juta yang bakalan lo terima.” Kata Jhosua. Ia mendadak mengelus-elus rambut gua. “Elo emang sohib gua Ga. Sepupu paling gua banget. Cs gua. sahabat gua. baek banget sih lo ama gua.”

“Ya iya laaaaah... secara elo udah baik banget sama gua.” kata gua yang secara otomatis gak enak hati. “Elo udah ngasih gua tumpangan gratis, makan gratis, fitnes gratis, ngetot sama jablay gratis. Elo jauh lebih baek dari gua, Jhos. Makannya gua gak bisa nolak apa yang elo suruh. Karena elo udah terlalu baek sama gua.” gua gantian ngelus kepala gua.

“Sotoy banget lo ngelus-ngelus kepala gua. emang gua adek lo.” Jhosua menepis tangan gua.

“Aduuuuh, dek Jhosua jangan banyak gerak. Entar tambah sakit.” Gua kembali mengelus-elus kepalanya.

“Sotoy lo... hahaha.” Jhosua tertawa. Gua tertawa.

“Tapi serius Jhos,” gua mendadak serius. “Gua yang harusnya bilang makasih sama elo. Elo udah baek mampus sama gua. Kalo gak ada elo gua paling udah ngekost di kamar kecil, tipi kecil, makan indomie, fitnes ditempat seadaanya. ML ama jablay juga musti patungan. Gua gak harus ngalamin itu karena ada elo. Belum lagi elo bakal, dan emang harus karena sudah perjanjian, ngasih gua lima juta. Elo tuh yang baek banget.”

“Hahaha... lebay lo. Gua ngebantu lo emang gua sanggup. Dan semua serba kebetulan. Lo liat aja, apartermen gua deket sama kampus lo. Kamar disini ada gua. dan Kebetulan gua sendirian. Makannya pas elo datang mau tinggal disini gua seneng banget. Soalnya biar gua gak sendirian mulu.” Kata Jhosua. “Harapan gua sih dari kedatangan elo biar gua ada temen ngobrol aja. Namun ternyata gua dapet lebih. Gua bisa gokil-gokilan sama elo. Gua bisa seru-seruan sama elo. Bisa ngobrol apa aja sama elo. Dapet bonus dipijit lagi.”

“Hahaha... kita emang cs An. Lo sohib gua banget jhos.” Gua memuji Jhosua.

“Lo juga. Gua belum pernah ketemu orang seseru ini selain elo.” Jhosua balas memuji gua.

“Hahaha... gua jadi inget teletubies.”

“Kenapa teletabis?”

“Berpelukaaaaan...” Gua dengan spontan memeluk Jhosua. Dan senangnya, Jhosua membalas pelukan gua. Kita berpelukan sambil nyengir kuda dua-duanya. Wuakakaka... lucu banget.

“Hehehe kita kaya pasangan homo ya.” kata Jhosua disela-sela cengirannya.

“Iyaaa....” gua Nyengir sambil manggut-manggut.

“Lepasan yuk!”

“Ayooo...”

Kita berdua saling melepas diri lalu berpandangannya. Diam sebentar. Lalu entah kenapa mendadak saling tersenyum dan tertawa... Begitu bahagia, begitu cair. Aaaah... nikmatnya mempunyai sahabat.

***

Gua bangun sekitar pukul 7 pagi. Sinar matahari sudah menerobos masuk menyinari wajah gua. Semalam gua tidur satu kasur dengan Jhosua. Tanpa satupun kain atau selimut yang menutup tubuh kita. Memang benar-benar seperti pasangan homo. Jhosua masih terlelap disebelah gua. Dia tidur dengan pulasnya seperti biasa. Tidak ngorok dan tidak ngiler. Ganteng beneeer.
Gua menatap kabawah... wuakakak penis kita dua-duanya konak. Hahahaha... biasalah, ereksi pagi. Gua menyengol-nyenggol badan Jhosua. berusaha membuatnya bangun dan berhasil. Dia bangun.

“Elo gak ngantor lo?” tanya gua.

“Jam sembilan gua berangkat. gua udah izin masuk siang hari ini.” Kata Jhosua seraya merenggangkan otot-ototnya. Lalu kepala melihat kebawah dan tertawa. “Hahahah... kita berdua konak. Hahahaha!”

“Gua mah udah dari tadi nyadarnya kali.”

Jhosua kini tampak mengamati. “Tuh bener kan, gedean peler gua. peler lo kalah sama gua. kalah panjang, kalah gede.” Jhosua berkata dengan bangga.

“Iye-iyeee... apa kata lo daaaah.” Kata gua. “Tapi yang tangannya paling ahli gua kaaaaan.”

Jhosua tampak tidak terima. “Tapi tetep aja punya gua yang paling gede.”

“Yah percumaaaa... kalo punya gede tapi gak bisa dipuasin.”

“Yaaaa... apa kata lo daaaah.”

Berikutnya kita berdua bangkit dari tempat tidur dan mandi bersama-sama. Berduaan didalam shower biasanya akan berakhir rusuh. Gua dan dia akan beradu gulat dengan dia. Salah satu ritual pagi yang menyenangkan. Lalu setelah itu yang kalah harus nyabunin dan keramasin yang menang. Gua hanya empat kali menang dari puluhan kali kekalahan. Dia memang jago gulat dan biasanya curang. Dasar.
Setelah mandi kita pergi ke kamar mansing-masing untuk berpakaian. Ketika gua mengenakan celana jeans Jhosua yang sudah rapih masuk kedalam sambil membawa beberapa lembar uang seratus ribuan. Dia menepati janji.

“Neh lima juta.” Kata Jhosua seraya meletakannya dikasur disebelah gua.

“Tengkyu Jhoooos...” gua nyengir.

“Cepetan lo. Biar berangkat bareng. Tapi sarapan dulu dibawah. Oke sob!”

“Apa kata lo daaaaah.” Kata gua.

Gua mengenakan kaos hitam gua lalu mengenakan sepatu. Gua gak sisiran, karena males. Berasa tanpa sisiran aja gua udah ganteng. Narsis. Lalu setelah itu gua turun kebawah. Kelantai dua dimana terdapat sebuah restoran yang udah jadi langganan gua sama Jhosua.
Kali ini gua dengan nekatnya mesan nasi goreng. Gua udah terima konsekuensi bahwa setelah pulang kuliah nanti gua bakalan menghabiskan waktu gua lebih lama di treadmill.
Jhosua dengan bijaknya memesan oatmeal dengan minuman teh hangat. Dia sempat mendesah dan menggeleng-gelengkan kepala ketika melihat nasi goreng tersaji didepan gua.

“Banyak-banyak lari lo abis ini.” Kata Jhosua sambil menyantap sarapannya.

“Iyaaaa... gua juga udah taaaaauuuuu...”

Kita berdua menyantap sarapan kita dalam ketenangan. Sekitar lima belas menit berlalu gua dan Jhosua bersama-sama pergi ke parkiran. Menaiki mobil Audi nya dan melaju meninggalkan apartermen. Jhosua mengantar gua dulu ke kampus sebelum pergi ke tempat kerjanya.
Haaaah... senangnya gua hari ini. Dapet lima juta, makan nasi goreng, dianter ke kampus. Jhosua emang sepupu gua paling yahud dah...

“Ga!” Seseorang berseru dari kejauhan.

Gua menoleh dan menjawab. “Raf...!”

“Napa lo senyum-senyum?” tanyanya seraya mendekat.

“Enggak, gua lagi hepi aja hari ini.”

 Rafael sangat memahami situasi, dia tidak memegang, memeluk ataupun mencium gua saat itu. Jelas-jelas sekali kita berdua telah secara tidak langsung menjanjikan diri untuk tidak mengumbar kemesraan ditempat umum. Menyadari bahwa keadaan kita masih sulit diterima orang Indonesia. Kita berdua berjalan bersama menuju kelas pertama.

Thursday, December 4, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 7

Rafael, Kiddo dan Jhosua.


UTS akhirnya berlalu. Setelah masa-masa sulit gua lalui, dimana gua harus belajar tiap malam ditambah membuat contekan-contekan. Kemudian melakukan aksi tanya jawaban yang beresiko tinggi gua akhirnya bisa melalui UTS tersebut dengan baik. Moga-moga nilai-nilai UTS gua bagus-bagus. Dari perkiraan yang gua buat sih kayanya bagus, soalnya selain belajar, gua juga nyiapin contekan. Belum lagi sesi saling mencocokan jawaban menjelang akhir waktu ujian. Jadi besar kemungkinan nilai gua bagus-bagus.

***

    Disuatu jalan sepi dikawasan puncak. Sebuah perayaan setelah UTS.

   “Aaaah.... yeees-yeeeesss....!” Gua mendesah nikmat.

   “Terus masukin Ga, terus masukin.” Rafael juga mendesah nikmat.

    Kita sedang bercinta didalam mobil. Situasi didalam mobil sudah memanas karena kita tidak membuka jendela sehingga membiarkan karbondioksida membuat kita kegerahan. Keringat telah membasahi seluruh tubuh kita, membuat kaos kita basah semua.
    Gua masih saja terus menyodok-nyodok pantat Rafael sambil sesekali memukul-mukul atau meremas-remas pantatnya. Tak lama kemudian gua melepas peler gua dari pantatnya. Kemudian membalik tubuh Rafael dan menghisap pelernya.

   “Aaaaaaahhhh....!” Rafael kembali mendesah nikmat. Mulutnya terbuka lebar dan nafasnya keluar masuk cepat. Gua terus menghisapnya, menjilatnya seperti es krim dan kembali menghisapnya. Gua juga bermain-main di bola-bolanya. Menggenggamnya dan satu tangan dengan tangan lain menusuk-nusuk pantat Rafael dan mulut bekerja pada pelernya.

    Rafael mendadak menarik kepala gua keatas lalu kita berciuman. Ia kedua tangannya memegang kepala gua dan lidahnya bermain-main dengan lidah gua.

   “Masukin lagi ga, peler lo ke pantat gua. cepetan!” perintah Rafael penuh nafsu. “Tapi tunggu dulu!”

    Rafael mendudukan gua disebelahnya, lalu ia menunduk dan menghisap peler gua. Tangan kiri gua mengelus-elus punggungnya, lalu turun kepinggang dan berakhir dilubang anusnya. Menusuk-nusuknya dengan mata merem-melek karena kenikmatan hisapan Rafael yang tiada duanya.
    Setelah sepuluh menit di blow job Rafael kini dia siap untuk ditusuk kembali. Ia kini menungging dikursi tengah mobil Honda CRV-nya dan membiarkan peler gua menusuk pantatnya yang seksi itu. Kembali gua melakukan gerakan maju mundur dan meraba-raba punggungnya.
    Rafael tau kalo gua belum pernah ditusuk sama siapapun. Dari SMA juga gua adalah seorang top dan tidak pernah mau menjadi ditusuk. Gua selalu mempersiapkan pantat gua untuk ditusuk oleh orang yang memang benar-benar gua pengen. Dan sekarang ini Cuma ada satu orang yang gua berharap banget ditusuk olehnya. Maka tidak pernah sekalipun Rafael meminta untuk menusuk gua. Karena gua gak mau dia yang pertama menusuk gua.
    Lima belas menit kemudian gua membalikan melepaskan penis gua dan membalik tubuh Rafael. Membuatnya tidur menghadap gua. Gua mengocok-ngocok penis gua secepat yang gua bisa sampai akhinya... crot-crot-crooot... gua menumpahkan sperma gua ke muka Rafael. Kenikmatan yang tiada tara langsung merasuk ketubuh gua. gemetar dan nikmat luar biasa. Masih mengocok untuk perlahan-lahan untuk menikmati sisa orgasme gua. Lalu setelah itu gua mencium Rafael.

   “Sekarang giliran lo, raf.” Kata gua seraya mulai merabahkan diri.

    Rafael bangkit dan berlutut didepan gua. Ia mengocok-ngocok penisnya dengan bantuan gua yang meraba-raba badannya untuk membantu nafsunya. Semakin cepat ia mengocok sampai akhirnya dia berhenti sejenak, ketika cairan putih memuncrat ke badan gua. kambali dikocok dan berhenti. Cairan putih kembali keluar. Dikocok lagi dan keluar lagi. Setelah semua keluar dan sisa-sisanya juga Rafael berhenti dan mencium gua. kita berdua duduk bersebelahan setelah itu.

   “Haaaaaah.... enak banget tadi.” Gua berkata dengan bahagia sambil mengambil tisu dari kotak tisu.

   “Sama... keren banget tadi.” Kata Rafael sambil mengelap wajah dan badannya dari peju gua.

   “Abis ini kemana nih?” tanya gua setelah selesai membersihkan tubuh gua dari sisa-sisa peju Rafael. Lalu gua mulai mengenakan celana dalam gua.

   “Balik aja yuk. Kita kan kesini Cuma pengen beginian doang. Elo lagi nyari tempat jauh-jauh banget.” Rafael juga telah selesai mengelap diri dan mulai mengenakan celana dalamnya.

   “Tadinya kan kita pengen ngeseks di hutan tapi gak jadi.” Kata gua. “Ya jadinya dimobil aja. Tapi hot juga kok.”

   “Iya sih.” Rafael menyengir sambil menatap gua.

   “Aduuuuh, lo ganteng banget sih kalo senyum. Gua cium dulu sini!” gua lantas menarik kepala Rafael dan menciumnya. “Jangan senyum lagi lo, tar gua cium lagi.”

    Rafael masih aja senyum. Dan gua kembali menciumnya. Kegiatan itu masih berlangsung selama beberapa kali sampai kami memutuskan untuk berhenti, takut kita terpaksa harus memulai ronde 2. Dan setelah semua berpakaian, Rafael pindah ke kursi depan dan menyalakan mesin mobil. Dingin AC yang dibuat full langsung menyejukan kita berdua.

   “Aaaaah, sejuuuuuk.” Kata gua seraya menarik kaos gua keatas, membiarkan dingin AC menyentuh perut six pack gua.

   “Iya, tadi tuh gak berasa dipuncak banget. Panas banget.” Kata Rafael seraya mulai menjalankan mobilnya.

   “Lagi, mainnya dimobil. Pake ditutup semua lagi kacanya. Makanya suasananya jadi jakarta, bukannya puncak.” Kata gua sambil terkekeh.

    Dan perjalanan sore itu berlangsung dengan santai dan nyaman.

***

Rafael menurunkan gua didepan apartermen Jhosua. Dari pintu utama gua berjalan santai dan sedikit lelah karena sudah menjelang malam. Gua kalo udah gini males fitnes jadinya langsung aja tujuan gua lift dan berakhir tidur dikamar gua.
    Gua menekan tombol lift dan menunggu lift turun. Sesekali gua menguap, waaah bener nih, gua udah capek banget. Pokoknya nyampe apartermen buka sepatu, kaos kaki, buka kaos, buka celana langsung naik ketempat tidur.

   “Iga!”

Seseorang menepuk punggung gua. Gua menoleh dan ternyata yang menepuk adalah Kiddo.

   “What’s up, broooo!” kata gua seraya menyalamnya ala-ala gaul.

   “Kemana aja lo gak keliatan.” Kata Kiddo yang kini juga ikut menunggu lift. Dia tampaknya baru pulang kerja. Karena dari pakaian kerjanya. Kemeja hitam dipadukan dengan celana bahan berwarna hitam. Ia mengenakan dasi garis-garis yang serasi dengan kemejanya. Dasinya tampak sudah dilonggarkan sekarang. Ia juga menenteng tas kerja serta jasnya yang ia sampirkan dilengannya. Malam itu Kiddo benar-benar tampak keren.

   “Gak kemana-mana. Elu kali yang nggak keliatan.” Kata gua. “Betewe, penampilan lo kaya gini lo jadi tambah ganteng, Do.” Gua memuji dengan jujur.

   “Lah, baru sadar lo kalo gua emang dari dulu ganteng.” Kiddo langsung kepedean.

   “Yaaah, nyesel dah gua muji lo.”

    Pintu lift terbuka dan gua masuk kedalam.

   “Ga, tunggu.” Kiddo berkata cepat-cepat, takut keburu gua nutup pintu lift.

   “Kenapa?”

   “Kapan lagi kita begituan?”

   “Haaaahk? Begituaaan? Apaan tuh? Gua gak ngerti.”

   “Ah bego lo! Masa gak tau sih.”

   “Nggak ngerti gua.” Gua terus pura-pura bego.

   “Ah tolol banget sih nih orang.” Kata Kiddo, ia kemudian melanjutkan dengan sedikit berbisik. “Isep-isepan.”

   “Oooooooh....” Gua meng-O panjang, pura-pura baru ngerti. “Emang kenapa, elo mau?”

    Kiddo mengangguk-angguk sambil menaik-naikan alis mata.

   “Kenapa nggak ama yang lain aja sih? Kenapa musti ama gua mulu.”

   “Kan gua taunya Cuma elu.” Kata Kiddo. “Kapan nih, yang dibawah udah nggak sabar nih. Pengen diservis sama mulut lo.”

   “Wuidih, sabar aja. Tar deh. Gua kasih tau entar. Jangan sekarang, gua capek banget. Mau tidur.”

   “Oooh, ya udah. Gua tunggu ya. jangan lama-lama.” Kata Kiddo.

   “Iyeeee...” kata gua. “Gua keatas yaaaa!”

    Kiddo mengangguk dan gua menutup pintu lift. Sempat gua melihat wajah Kiddo yang menjadi murung. Aduuuh cowok cute ituuuu... padahal garis mukanya tegas membuat dia terkesan macho. Tapi entah kenapa tingkah lakunya selalu membuat gua pengen banget nyubitin pipinya. Sering sekali dia bertingkah menggemaskan. Yakin banget kalo di bank tempat dia bekerja Kiddo punya beribu-ribu fans. Enggak cewek, enggak cowok. Abis, muka ganteng, badan bagus, kerjanya tetap, dibank ternama pula, mapan, dan tingkah lakunya yang gemesin. Kadang sikapnya kaya cowok cool, namun terkadang dia bisa mengeluarkan mimik-mimik yang bikin gua pengen nyubitin pipinya, bejek-bejek mukanya sangkin gemes. Dan melihat wajah murung Kiddo tadi, gua jadi rada nyesel udah nggak ngasih kepastian waktu bercinta dengan cowok ngegemesin itu. Moga-moga aja besok gua sempet. Ngumpulin sperma dulu tapi.
    Gua tiba didalam apartermen. Ternyata si Jhosua alias pantat montok belum pulang. Bagus lah, gua bisa langsung tenang tidur. Gua pergi ke kamar gua dan melepaskan sepatu dan kaos kaki. Lalu melepaskan kaos gua dan melemparnya sembarangan. Terakhir gua melepaskan celana jeans gua dan akhirnya naik ketempat tidur. Langsung membanting diri gua di kasur dan terlelap dalam tidur yang nyenyak.

   “Woy, bangun!” seseorang berseru didekat gua. siapa sih, ganggu orang tidur aja.

    Gua membalik badan dan melihat si Jhosua udah duduk disamping gua. Dia juga sudah melepaskan seluruh pakaian kerjanya dan menyisakan celana dalam saja. Terkadang gua merasa risih juga sih dengan kebiasaan ini. Berjalan-jalan didalam apartermen hanya mengenakan celana dalam, serasa seperti pasangan homo. Apa lagi sabtu-minggu. Namun gua selalu menepis kerisihan tersebut karena mengingat Cuma kita berdua disini dan nggak ada masalah yang terjadi salam ini, jadi gua mencoba untuk menikmati kebiasaan ini dan syukurlah gua berhasil.

   “Ah elo ganggung orang tidur aja.” Kata gua seraya kembali membalik badan.

   “Ah, gua udah bawain makan malam tuh. Makan yuk ah, keburu dingin nih.” Jhosua memaksa. “Bangun-bangun-bangun!”

   “Masih ngantooook!” seru gua dari balik bantal.

   “Bangun!” Jhosua menepuk pantat gua. “Bangun wooooy!”

    Gua membalik badan dan bangun dengan terpaksa. “Nih gua bangun. Buruan makan!”

    Jhosua memimpin jalan menuju ruang makan diikuti gua yang dengan malas berjalan dibelakangnya. “Elo lagian ngapain sih tidur jam segini.”

   “Capek banget gue cuy. Abis jalan-jalan seharian.” Kata gua.

    Kita berdua duduk dimeja makan. Jhosua sudah membawakan makanan yang memang enak. Sekotak nasi hoka-hoka bento. Kita berdua mulai menyantap makanan tersebut.

   “Pantesan.”

   “Nah, elo kenapa baru nyampe jam segini. Udah jam 9 nah. Biasanya jam setengah tujuh elo kan udah nyampe sini.”

   “Biasa, temen kantor gua ada yang minta ‘main’ dulu pas pulang kantor. Ya gua mah gak nolak.” Kata Jhosua.

   “Berapa orang?”

   “Cuma dua.”

   “Ooooh...”

   “Oh ya, ntar elo pijitin gua ya.”

   “APA!” Gua mendadak berteriak. “Gak tau apa lo gua lagi capek bener.”

   “Yaaaah... badan gua beneran nih.... Pegeeeel banget.” Kata Jhosua. “Mau ya.”

   “Ogah! Gua lagi capek bener. Malah disurut mijit.”

   “Gua bayar deh. Gua bayar dua ratus ribu. Banyak tuh.”

   “Nggak maoooooo.” Gua tetap tegas menolak.

   “Lima Ratus ribu!”

   “Gua lagi capek Jhoooos!”

   “Satu juta-satu juta deh! Mau yaaaa.” Jhosua tampak memohon.

    Gua hanya menggeleng-gelengkan kepala dengan berat hati.

   “Dua setengah juta.... tiga-tiga juta! Tiga juta!” Jhosua terus memohon. “Lima jutaaaaaa.... elo harus mau!”

   “Gua capek cuy!”

   “Ayo lah. Tolongin gua nih. Elo kan Cuma jalan-jalan. Gua dari kemaren sibuk banget, gak ada istirahat sama sekali.”

   “Kenapa musti ama gua. emang elo gak bisa ke tempat pijetan apa?”

   “Pijetan elo enak banget. Elo punya tallent jadi tukang pijat. Tinggal dibikin tuna netra aja.”

   “Anjrit lu! Songong banget!”

   “Mau yaaaaaa.” Jhosua tampak begitu memohon.

    Gua bingung nih. Sejujurnya emang gua males banget sekarang karena pengen tidur. Tapi, gila aja, 5 juta ditolak. Lumayan tuh buat beli baju ama hape baru. Tapi gua capeeeeeek. Gua memandang sepupu gua itu yang sekarang memohon-mohon dengan tampang memelasnya.

   “Iya deeeeeeh....” gua akhirnya setuju.

   “Oke deeeeh.” Wajah Jhosua langsung berubah cerah penuh kebahagiaan.

    Dan makan malam berlangsung dalam obrolan dan bercandaan seperti biasa.

***

Pukul 10.30 malam.

    Gua memasuki kamar Jhosua sambil membawa minyak bakal mijit badan dia. Di kasurnya si Jhosua sudah berbaring telanjang dalam posisi tengkurap. Memamerkan kemontokan pantatnya yang gua kagumi itu. Sebenarnya sih pantat gua sama dia sama-sama montok. Namun entah kenapa gua begitu senang melihat pantat Jhosua. begitu sempurna bentuknya dan begitu seksi. Serasi dengan badannya yang indah.

   “Pokoknya besok 5 juta harus udah ada dimeja gua aja.” Kata gua seraya naik keatas tubuh Jhosua.

    Jhosua menunjukan jari jempolnya pertanda setuju.

   “Jhos, gua lepas kancut gua ya. males nih kalo enak minyak. Warnanya putih soalnya.”

   “Ya udah, lo lepas sana. Lagian yang nyuruh lo mijet pake kancut siapa.”

    Gua kembali turun dan melepas celana gua. Gua melepas ditempat dimana Jhosua bisa dengan mudah melihatnya. Namun sepertinya dia tidak ada motivasi untuk memperhatikan kegiatan menelanjangi diri gua tadi. Sudahlah.
    Gua kembali naik keatas tubuh Jhosua. Dalam keadaan bugil. Peler gua entah kenapa mendadak konak. Mungkin karena jaraknya sangat dekat kali dengan pantat Jhosua. Secara gua menduduki pantatnya.

   “Ga, elo konak ya?” tanya Jhosua tiba-tiba. “Idiiih...” Dia terkekeh. “Awas, pantat gua jangan lo sodok. Gua hajar lo!” Kata Jhosua bercanda.

   “Nyantai aja jhos. Entar pantat lo gua sodok pake galah... wuakakakak!”

    Memang, sudah beberapa kali gua memijit dia dalam keadaan kita berdua telanjang dan dia selalu memaklumi ketika penis gua mendadak mengeras. Soalnya dia juga pernah—sebelum gua tinggal diapartemennya—dipijit sama beberapa pemijat cowok yang rata-rata pada konak ketika memijat pelanggangnya. Hal itu lah yang membuat maklum Jhosua kita gua mendadak konak saat berbugil ria dan memijat badannya. Hehehe... dianya aja yang bego, yang mijet dia kemaren-kamaren pasti pada gay semua dan nafsuan abis. Yang normal perasaan nggak konak deh. Bener gak ya? Tau deh. Belum pernah tuh dipijat sama cowok straight. Pernahnya mijat cowok straight, kaya sekarang.
    Gua mengusap-usap kedua tangan gua yang sudah berminyak lalu memulai menyentuh punggung Jhosua. Pemijatan ini pasti akan lama karena gua bakalan memijat seluruh tubuhnya. Dan itu dimulai sekarang...

Wednesday, December 3, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 6

Di Kamar Rafael


Gua sedang mengerjakan tugas-tugas gua di labtop diperpustakaan kampus yang sangat nyaman. Tidak banyak orang yang sedang berada disana, membuat gua bisa mengerjakan tugas dengan lebih tenang dan tentram. Karena mendekati UTS seperti biasa, tugas-tugas bakalan mulai berdatangan dan mahasiswa bakalan mulai kewalahan.
    Gua sedang mengetik cepat ketika Rafael menghampiri gua. Pagi itu dia tampak ganteng dan gagah. Membuat gua tambah cinta aja sama tuh cowok. Dia dan gua sudah bersahabat sekarang. Kita serasa sudah berkenalan sejak kecil karena akrab banget. Itu juga karena usaha keras gua yang proaktif berteman dengan dia.

   “Ga, lagi ngapain lo?” Rafael bertanya sambil duduk dikursi disebelah gua.

   “Lagi ngerjain tugas gua.” jawab gua sambil terus mengetik.

   “Ooooh, eh entar gua liat ya. Eehmmm... tapi gua gak bawa flash disk nih. Jadi gak bisa kopi tugas lo.”

   “Lah, kan tugasnya indiviu, Raf.” Kata gua, bukannya gua pelit bagi-bagi tugas. Sama sekali tidak. Tapi kan ini tugas individu dimana pengerjaanya merupakan hasil pemikiran sendiri, bukan berupa jawaban yang sudah ditentukan. Jadi kalo jawaban gua sama dengan dia kan dosen curiga.

   “Gue tauk. Tapi gua Cuma pengen liat contoh aja. Gua emang bakalan pake jawaban sendiri, tapi gua Cuma pengen liat contoh aja.” Kata Rafael.

   “Oooooh... ya udah boleh sih. Tapi gua juga gak bawa flash disk tuh.”

   “Yaaaah...” Rafael mendesah kecewa. “Eh, gimana kalo elo kekostan gua. Biar dikopi dari labtop langsung.”

   “Boleh.”

   “Oke. Pulang kampus ya.” kata Rafael.

    Kita kemudian meninggalkan perpustakaan 10 menit kemudian. Ketika jam kelas pertama dimulai.

***

Sore Hari.

Tempat kos Rafael tidak terlihat seperti kosan pada umumnya. Kostannya tampak mewah, sebuah rumah besar yang berisi banyak kamar. Yang kira-kira jumlahnya 12 kamar. Ada beberapa mobil mewah yang parkir disana yang mengindikasikan bahwa itu adalah tempat kost anak-anak kaya. Kita berdua turun dari mobil ketika Rafael mematikan mesin. Gua berjalan mengikuti rafael memasuki rumah. Pintu utama dibuka dan terlihatlah beberapa orang yang sedang berkumpul diruang santai. Ada beberapa cewek cantik yang sedang duduk bersama menonton acara gosip. Tidak jauh disana ada dua cowok ganteng yang sedang bermain catur. Mereka pasti Straight deh... Rafael menyapa-nyapa mereka sejenak sebelum meneruskan jalannya menuju lantai dua. Dilantai dua yang tampak hanyalah koridor-koridor dan pintu-pintu. Kita berdua berjalan menuju salah satu pintu dan memasukinya.
    Kamar Rafael tampak rapih dan nyaman. Sebuah tempat tidur yang empuk banget, sebuah meja belajar yang lengkap dengan labtop, sebuah TV dan DVD playernya. Lemari baju dan beberapa barang lainnya. Begitu kita berdua masuk, Rafael langsung menutup dan mengunci pintu.

   “Lo kopi dah ga filenya ke labtop gua.” Kata Rafael.

    Gua mengangguk dan berjalan menuju meja kerjanya. Sementara itu Rafael duduk dikursi dan melepaskan sepatunya. Ia kemudian melepaskan kaos birunya dan mulai menurunkan celana jeansnya. Duuuh.... gua jadi gak konsen kan. Sekarang dia yang hanya mengenakan celana dalam berjalan menuju kamar mandi. Lalu beberapa detik kemudian gua mendengar suara kucuran air, sepertinya dia pipis deh. Begitu selesai dia keluar dari kamar mandi dan menuju lemari pakaian. Gua semakin tidak konsentrasi saat ia melepaskan celana dalamnya dan memperlihatkan pantat montoknya. Gua berharap dia berbalik namun ternyata tidak, masih dalam posisi sama dia mengenakan celana pendek.

   “Gak suka pake celana dalam ya?” tanya gue ketika dia duduk disebelah gua.

   “Iya. Males aja, berasa ada yang gak bebas.” Kata dia sambil tersenyum. “Gua paling makenya pas keluar rumah doang.”

   “Ooooh... diapartermen sepupu gua, ada hari dimana gua sama dia hanya bertelanjang ria.” Kata gua.

   “Oh ya?” Rafael tampak tertarik. “Apa gak malu?”

   “Nah, elu sendiri gak malu jalan-jalan telanjang tadi.” Kata gua, mencoba membuka prospek adanya kemungkian gua bisa bertelanjang ria sama dia. “Jadi kalo misalkan gua telanjang sekarang juga gua gak bakal malu. Kita kan sama-sama cowok.”

   “Terus elo mau telanjang sekarang?” Dia bertanya sambil terkekeh. Sangat manis ketika dia tersenyum.

   “Lah, ngapain juga. Kurang kerjaan.” Kata gua ikutan tersenyum.

    Gua akhirnya memutuskan untuk meneruskan pekerjaan gua mengkopi file-file gua ke labtop rafael.

   “Ada, bokep gak di labtop lo?” gua membuka pembicaraan. Topik yang paling gua suka. Pernah beberapa kali gua menggunakan topik ini dalam pembicaraan yang situasinya mendukung. Dan berhasil berakhir pada hubungan panas ditempat tidur. Contoh nyata: Gua dengan Kiddo!

   “Ada.” Dia menjawab.

   “Bagi doong.” Kata gua setelah selesai mengkopi file.

   “Tunggu.” Kata Rafael seraya menggeser labtopnya kedekat dia. Ia kemudian mengutak-atik labtopnya dan terbukalah sebuah folder berisi banyak sekali film, gambar dan permainan bokep.

   “Gile beneeer... banyak banget, Raf!” kata gua cukup takjub. Rafael hanya tersenyum. Kemudian gue mulai mengkopinya. Sebelum mengkopinya seperti biasa gua bakalan melihat dulu film-filmnya. Film pertama, wow hot banget, adegan threesome dimana 1 cewek melawan dua cowok ganteng dan six pack. Dan yang lebih bikin hotnya kedua cowok itu ekpresif banget. Mereka mendesah penuh kenikmatan.

    Film berikutnya sepeti biasa. Cowok lawan cewek, ceweknya cantik bangeeet, cowoknya keren banget. Film berikutnya asia, cowok asia, sepertinya blesteran jepang-amerika mungkin, bermain cinta dengan seorang cewek bohai yang seksi banget. Sayang, cowoknya tampak terlalu cool untuk menikmati perminan. Malah yang paling heboh ceweknya. Tapi peler cowoknya lumayan besar dan tegak. Dan yang bikin peler gua langsung ngokang keras adalah bagaimana tuh cewek menservis peler si cowok blesteran itu. Ia tampak begitu menikmati benda yang sedang ia hisap. Sementara sang cowok hanya merem melek saja menikmatinya.
    Tanpa sadar tangan gua sudah bermain-main disekitar tonjolan celana gua. Gua gak peduli deh apakah si Rafael bakalan tersinggung apa enggak. Namun pas gua menoleh ternyata tangan Rafael sudah mengumpat dibalik celana pendeknya. Wah bener nih, film bokep selalu mengundang syahwat yang memberikan peluang besar untuk melakukan seks bahkan antara cowok. Gua juga sempat inget ada temen gua, yang straight yang ngaku secara eksklusif sama gue (karena dia udah percaya banget sama gua) bahwa dia pernah melakukan hubungan seks dengan temen cowoknya setelah melahap 5 film bokep selama sehari. Pada hari itu temen gue cerita bahwa itu adalah kali pertamnya ia memasukan penisnya kedalam pantat seorang cowok, dan untuk pertama kalinya pantat dia dimasukan penis oleh temannya. Belum seberapa? Sebulan kemudian dia cerita bahwa dia telah melakukan kegiatan 69 dengan orang yang sama. Sama-sama straight. Dan setelah itu tidak pernah cerita lagi. Mungkin cukup dua kali saja bagi mereka melakukannya, atau mungkin yang berikutnya terlalu nikmat dan memalukan untuk diceritakan. Tapi sejauh ini kayanya memang Cuma dua kali mereka melakukannya.
    Balik ke kamar Rafael yang sudah penuh dengan gairah syahwat. Gua akhirnya menghentikan segala kegiatan gua dan berkonsentrasi pada film yang sedang gua tonton. Lima menit berlalu dan Rafael tampaknya sudah jebol pertahannya malunya, dia sekarang dengan cueknya menurunkan celananya dan membiarkan, wow! Burung cokelat berukuran sekitar 16 cm-nya mengokang keras diudara kamar. Tangannya juga mulai melakukan kegiatan onani. Melihat itu, dan mengetahui situasi mendukung gua akhirnya ikutan. Gua menurunkan resleting jeans gua, lalu menarik celana jeans beserta celana dalam gua turun. Membiarkan Iga junior menghirup udara segar. Gua juga mulai melakukan kegiatan onani.

   “Wah, gede juga ya punya lo, ga.” Kata Rafael.

   “Hehehe... lo juga gede.” Kata gua.

   “Elo nggak disunat ya?”

   “Enggak.”

   “Ooooh... pasti masih peka banget dong kepalanya tuh.” Kata Rafael.

    Gua hanya mengangkat alis dan tersenyum. Lalu kita berdua kembali menonton film bokep tersebut. Dengan masih-masing tangan melakukan pekerjaannya tanpa berbicara kita menikmati film itu. Gua juga dapat mendengar suara onani Rafael, tangan tampak bergerak begitu cepat. Dan dua menit kemudian dia pergi ke kamar mandi. Berikutnya gua mendengar suara desahan Rafael. Desahan puncak kenikmatan.
    Gak mau ketinggalan gua membuka kaos gua dan ikut menyusul ke kamar mandi untuk membuang isi gue. Rafael tampak diam menunggu keluarnya sperma gua. Dan saat keluar gua juga mendesah nikmat dengan sperma yang tertembak cukup jauh. Gua masih mengocok secara perlahan penis gua. Menikmati sisa-sisa orgasme gua sambil memejamkan mata. Lalu saat gua membuka mata, gua melihat Rafael tersenyum menatap gua.

   “Gilaaa, elo nikmati banget, kayanya.” Katanya.

   “Iya lah... ini kan asik banget.”

    Rafael mengangguk-angguk setuju. Setelah itu kita saling membersihkan diri dan mengeringkan diri. Keluar dalam keadaan telanjang bersama-sama dan kembali duduk. Kali ini gua hanya mengkopi saja tanpa melihat isinya. Males masuk ke ronde dua.

   “Ga, lo nginep aja malem ini. Ujannya deras banget nih.” Kata Rafael seraya membuka jendela kamarnya dan menikmati dinginnya hujan.

   “Trus gua tidur dimana?”

   “Sebelahan sama gua, tempat tidur gua masih bisa buat dua orang.”

   “Ya udah kalo gitu.”

    Gua selesai mengopi film-film pilihan gua ke dalam labtop gue. Kemudian gua mematikan labtop gua dan labtop Rafael.

***

Malam hari gua dan dia makan indomie ditepi jendela. Menikmati dinginnya hawa malam yang gerimis serta hangatnya indomie kari ayam. Kita berdua Cuma memakai celana boxer bahkan tanpa celana dalam. Gua meminjam celana Rafael karena males bergerak dengan mengenakan celana jeans.

   “Udah berapa lama lo tinggal disini, Raf?” tanya gua disela-sela makan indomie.

   “Baru dua bulan.” Jawab Rafael. “Makannya gua belum begitu akrab sama anak-anak kost sini.”

   “Yaaak ampuuun... Pantesan... disini aja ala blom akrab apalagi dikampus.”

   “Iya-iya bener. Hahahaha...”

   “Lo kenapa sih, kok pasif gitu di kampus? Ampe ada yang bilang elo sombong tauk.”

   “Iya nih, gua merasa susah bergaul. Apa lagi lo tau kan suasana kampus kaya gimana. Tiap hari, tiap kelas orangnya beda-beda mulu. Itu yang bikin gua susah bergaul. Makannya gua jadi pasif gitu. Gua juga tau kok ada yang pernah ngatain gua sombong. Gua bukannya sombong, tapi emang guanya aja yang canggungan sama orang baru.”

   “Oooooh...”

   “Nah makannya gua seneng banget pas elo tetep mau nyapa atau negur gua. Padahal awal-awalnya gua suka bingung ngebales sapaan elo apa enggak.”

   “Gua juga punya temen yang kaya elo banget, Raf. Dia tuh yang susah banget bergaul, padahal anaknya asik. Gua udah pernah ngeliat dia. Yang sendirian di kampus hampir gak punya temen. Sama kaya elo, ke kampus emang Cuma buat belajar aja. Abis itu pulang. Makannya pas gua ngeliat elo gua ngerasa lebih baik elo punya temen satu tapi baik daripada elo nggak punya temen sama sekali.”

    Rafael menghentikan kegiatan makannya dan menatap gua sambil tersenyum. Tatapan matanya benar-benar menunjukan rasa terima kasih yang dalam terhadap gua. Dan memang benar, karena berikutnya dia berkata: “Elo emang sohib gue, Ga. Gak rugi gua kenalan sama lo.” Dia berkata dengan penuh syukur.

   “Udaaaaah... sama aja kok. Gua juga gak rugi kenalan sama elo. Paling enggak temen gue nambah satu.” Kata gue sambil ikut tersenyum.

    Dan makan malam kita terus berlangsung sampai indomienya habis. Setelah itu kita berdua masih saja terus mengobrol sambil menikmati dinginnya cuaca malam. Lalu menjelang pukul sepuluh kita berdua sudah rebahan ditempat tidur. Menunggu mata memberat dan terbawa tidur.

   “Ga, elo nggak disunat emang karena nggak mau atau gimana?” Rafael mendadak melontarkan pertanyaan aneh itu.

   “Bingung aja. Di agama kita kan sunat gak wajib. Tapi gua bingung pengen disunat apa enggak.”

   “Disunat aja, ga. Biar peler lo gak gampang kena penyakit. Lagi pula kan nanti tampilannya jadi lebih bagus.”

   “Iya sih. Gua ngeliat peler lo bagus gitu jadinya. Tapi kata temen cewek gua peler gue cute!”

   “Hahahaha...” Rafael mendadak meledak tertawa. “Cute? Cute gimana? Emang elo pernah ML ama cewek?”

   “Udah beberapa kali, Raf.” Kata gua. “Dan kebanyakan dari mereka suka sama penis uncut. Katanya imut-imut gitu.”

   “Hahahaha... lucu gua dengernya.” Rafael masih tertawa. “Tapi-tapi... gua juga sebenarnya gak pengen disunat sih. Cuma bokap gua maksa, ya akhirnya nurut aja.”

   “Ooooh....” gua mendadak menguap lebar dan kantuk gua mulai menyerang. “Tidur yuk. Udah ngantuk nih gue.”

   “Ayo.” Rafael setuju. Dan lima menit berikutnya kita sudah terlelap.

***

Gua terjaga pada pukul dua pagi. Suara derasnya hujan membangunkan gua ternyata. Dalam sekejap rasa haus langsung merasuk diri gua. Beruntung dikamar Rafael ada dispenser sehingga dalam sekejap pula tenggorokan gua sudah dialiri dinginnya air aqua. Setelah selesai minum gua kembali menaiki ranjang. sejenak gua memperhatikan Rafael yang sedang tidur dengan posisi telentang. Satu tangannya berada dibawah bantalnya dan satu lagi mendarat didadanya. Pikiran nakal gua langsung timbul. Awalnya sih agak bingung, pengen ngisengin apa enggak ya. kalo ngisengin tar dia tau, dia bakalan marah sama gua dan ngejauhin gua. Eits...! mau ngejahuin gua, mana bisa, secara temen dia kan dikampus masih Cuma gua doang. Mau temenan sama siapa dia? Sama pohon? Maka dari itu gua memanfaatkan keadaan ini dengan baik.
    Gua kembali merebahkan diri di kasur. Diam sebentar agar terkesan gua kembali tidur. Lima menit kemudian gua pun mulai beraksi. Dengan gaya orang tidur gua mendaratkan tangan gua langsung diatas gundukan penisnya. Masih dalam posisi tidur namun gua merasakan sensasi yang luar biasa karena berhasil. Rafael masih tampak terlelap dan gua bersiap menuju ke level berikutnya. Perlahan-lahan gua masukan tangan gua kedalam celananya. Sedikit demi sedikit gua bergerak melewati bulu-bulu jembutnya. Menyusuri dengan tekun sampai gua bisa mendapatkan mahluk pengundang birahi yang berada ditengah hutan jembut itu. Gua berhasil!
    Tangan gua kini sudah menggenggam penisnya yang pulas. Mengelus-elusnya sejenak dan meremas-remasnya. Terbawa emosi gua akhirnya mulai mengocok penisnya dan... hehehe penisnya mulai bangun. Gua semakin bersemangat. Gak peduli lagi dia mau marah sama gua yang penting saat ini gua lagi dibakar nafsu. Secara perlahan gua tarik celana boxernya dan membuangnya kebelakang. Kini kembali gua saksikan tubuh si ganteng Rafael yang menawan. Tubuh yang sempurna. Dadanya yang bidang, perutnya yang seksi, penis ukuran standarnya, bola-bolannya yang lumayan besar untuk diremas dan pahanya yang putih mulus.
    Perlahan-lahan gua mendekatkan mulut gua ke penisnya yang sudah berdiri tegak. Gua menganga. Terus menganga dan bersentuhan dengan ujung penisnya. Terus masuk... masuk... masuk dan akhirnya... penis Rafael telah berada dimulut gua. gua hisap perlahan-lahan. Menikmati daging keras milik Rafael dengan penuh nafsu.

   “Ga, lo ngapain?” mendadak Rafael berbicara.

    Gua mendongak dan melihat wajah Rafael yang bingung menatap gua. Gua terkejut dan takut bukan main.

   “Elo ngapain sih?” dia kembali bertanya.

    Gua melepaskan penis Rafael dan duduk berlutut.

   “Elo gay ya?” dia menghakimi gua.

   “Enggak gua biseks!” gua menjawab jujur. Secara naluriah tangan gua kembali memegang penis Rafael. “Gua horny banget raf. Dan satu-satunya objek salurannya yang elo.”

   “Tapi...” Rafael berusaha berkata tapi langsung gua sela dengan kembali menghisap penis Rafael. Dan dia hanya terdiam. Gua pengen ngebuktiin kalo oral gua bisa bikin dia nafsu. Dan benar aja, secara perlahan gua bisa melihat Rafael mendesah. Gua mendongak dan melihat dirinya yang merem melek menikmati hisapan gua. terus menghisap dan memainkan lidah gua, mendadak tangan Rafael berada diatas kepala gua.

   “Tunggu ga.” Kata dia tiba-tiba. Rafael membetulkan posisinya hingga kini dia duduk bersandar. “Ayo lanjutin ga. Enak banget.”

   “Elo suka kan?” tanya gua sambil tersenyum.

    Rafael mengangguk-angguk sambil tersenyum. “Elo buka celana lo juga dong.”

    Baik pak. Perintah dilaksanakan. Gua dengan patuh menurunkan celana gua, membiarkan peler sakti gua dilihat Rafael. Gua kembali mendekati penis Rafael karena masih terbayang kelezatannya. Namun mendadak Rafael kembali mengganggu.

   “Ga.” Katanya tiba-tiba.

    Gua kembali mendongak menatapnya. Dia hanya diam. Gua duduk dan menatap dia dengan bingung. Kita berdua saling menatap. Lalu... lalu... penuh kejutan, Rafael mencium gua. kedua tangannya lantas memeluk tubuh gua. gua membalas ciumannya.

   “Gua suka sama lo. Ga. Gua mau jujur sekarang. Gua juga suka cowok. Gua suka meratiin elo pas lagi ngobrol ama temen-temen kampus. Gua suka meratiin elo pas jalan sendirian pulang kuliah. Gua suka sama lo Iga! Gua suka!” Rafael kembali mencium gua. penuh nafsu, penuh birahi. Gua hanya diam saja namun membalas ciumannya.

    Tak lama kemudian Rafael mendorong gua sampai gua terlentan dikasur. Dengan kaki dalam keadaan mengangkang. Posisi yang sebenarnya membuat nafsu yang melihat jadil 4x lebih tinggi.

   “Waktunya gua merasakan kontol lo, ga. Pasti lezat banget.”

   “Gua sangat bersedia. I’m yours! Lakukan apa yang mau lo lakuin.” Kata gua sambil tersenyum.

    Rafael dengan nafsunya menghisap peler gua. hisapan yang luar biasa. Sanggup membawa gua terbang keawan-awan. Ooooh.... yak ampuuuun. Dari mana temen gua ini belajar menghisap. Dia profesional sekali. Gua bisa mendengar begitu berisiknya Rafael menghisap peler gua. sepertinya memang ini yang ia dambakan sejak dulu. Dan kini dahagannya sudah terobati. Penis impian dia sudah berada dimulutnya.

   “Oke, ga. Sekarang tusuk gua, ga. Tusuk gua. Gua seneng banget sekarang!”

    Gua merasa bahagia juga. Maka langsung aja gua tarik kepala Rafael dan menciumnya. Menciumnya dengan penuh nafsu dan penuh cinta. Rafael juga membalasnya. Kita berdua bercinta dalam ketelanjangan.

   “Tunggu bentar.” Kata Rafael. Ia beranjak dari tempat tidur. Gua memperhatikan pantatnya yang berisi dan montok itu sebentar lagi akan gua sodok. Rafael kembali lagi sambil membawa sebuah kondom. Ia kembali ke kasur dan mencium gua lagi. Penuh nafsu dan penuh birahi. Dia bahkan yang memasang kondomnya ke peler gua dengan beberapa hisapan maut dulu sebelumnya.

   “Oke, gua siap.” Kata Rafael. Dia sudah dalam posisi menungging sekarang. Memberikan pantat montoknya kedepan peler gua.

    Gua mengelus-elus kulit pantatnya yang halus. Kemudian menjilat-jilatnya dengan penuh nafsu dan mulai menyodoknya perlahan.

   “Sakit raf?” tanya gua.

    Rafael mengangguk, tangannya memegang tangan gua. cinta sedang bekerja malam ini. Bekerja dalam semangat seksual. Gua berhasil memasukan penis gua kedalam pantat montok Rafael. Gerakan maju mundur terjadi kemudian. Gua menikmati. Rafael menikmati. Kita bercinta dalam nafsu.
    Gua melepaskan peler gua dari lobangnya. Membalik badan Rafael lantas menciumnya. Setelah itu gua masukan kembali penis gua kedalam pantatnya dan menyodoknya. Sesekali gua mencium Rafael dengan nafsu yang sama kuat. Desahan Rafael jelas gua dengar. Dia memeluk badan gua dan menciumnya. Kemudian tangannya menjalar-jalar sampai memegang pantat gua. bibir gua dan bibir dia saling bersentuhan. Keringat kita sudah mengucur deras. Gua dan dia semakin liar bercinta.

   “Peler lo, peler lo, ga!” kata Rafael penuh nafsu. Dengan beringasnya dia lepas karet kondom gua dan melahap peler gua secepat kilat.

   “Oh Rafaeeeel.... enak bangeeeeeeet.... gua mau keluar!” seru gua.

    Rafael langsung mengulum bibir gua. “Keluarin dimulut gua. dimulut gua. gua gak mau ada yang terbuag dari elo. Gua pengen santap semua yang elo berikan.”
    Dia kembali menghisap penis gua. gua menutup mata. Bernafas cepat. Menikmati. Penuh nafsu. Gua mendesah nikmat dan.... crot-crot-crooot...

   “Aaaaaah....!” Gua mendesah puas. Badan gua mengejang-ngejang beberapa kali.

    Mulut Rafael masih menghisap peler gua namun tak lama kemudian dia melepasnya. Dia menatap gua kemudian. Gua liat dia menelan sperma gua. langsung saja gua cium dia. Cowok ganteng itu. Yang selalu menggangu tidur malam gua. kini sudah menelan sperma gua.

   “Waktunya gua, raf. Tumpahin sperma lo dimuka gua.” gua merebahkan diri.

    Rafael dengan sigap mengocok-ngocok penisnya. Penisnya hanya berjarak 5 centi dari wajah gua. dia terus mengocoknya dan ketika mendekati klimas dia menyuruh gua yang mengocok. Dengan senang hati gua lakukan. Dia bernafas cepat dan mendesah cukup kuat lalu... spermanya keluar. Kehangantan merasuk diwajah gua. sama seperti gua, Rafael mengejang-ngejang karena nikmat. Setelah itu ia menarik nafas dalam-dalam dan mengeluarkannya dengan penuh kelelahan.

   “Yaaak ampuuun... enak bangeeeeet.” Katanya seraya duduk. Dia kelelahan. Wajah tampannya dipenuhi rasa lelah. Namun mendadak dia mencium gua. gua membalasnya. Telunjuknya bergerak ke salah satu tumpahan spermanya. Mengumpulkan spermanya dan mendorongnya ke liang mulut gua. dia memasukan spermanya kemulut gua. gua berusaha menelannya, karena pada dasarnya jarang sekali gua menelan sperma. Gua menghisap telunjuknya yang basah dengan spermanya. Lalu kita berdua kembali berciuman.
    Setelah dirasa tuntas gua dan dia bersama-sama menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan setelah itu masih dalam ketelanjangan kita berdua kembali ketempat tidur.

   “Elo gay, raf?” tanya gua sambil tiduran diperutnya. Memain-mainkan penisnya yang tengah tertidur.

   “Biseks. Sama kaya lo.” Jawab Rafael.

   “Oooh... elo suka sama yang tadi?”

   “Suka banget.” Jawab Rafael. “Tapi gua ngantuk lagi nih sekarang. Tidur yuk. Besok kita kuliah.”

    Gua berpindah kepala menjadi disamping Rafael. Menatap dia yang juga menatap gua.

   “Tapi pagi-pagi nggak ada kelas dulu nih?” gua berkata sambil memain-mainkan penisnya.

    Rafael mengeluarkan senyum paling manisnya, yang membuat wajahnya semakin tampan.

   “Kita liat aja nanti. Kuliah jam 6 pagi. Mata pelajarannya apaan, ga?” tanya Rafael.

   “Blow job!” kata gua sambil tersenyum.

    Kita kembali berciuman. Kali ini yang lembut dan romantis. Lalu mulai terlelap... dan tidur.

Thursday, November 20, 2008

Series : Living With My Cousin - Chapter 5

Akhir Pekan


Jhosua merasa lebih baik pada pagi harinya. Berbeda dengan gue yang sudah merasa jauh lebih baik sejak malam harinya. Bagaimana enggak, tangan gua dengan leluasa menjelajahi setiap lekuk tubuhnya. Dari telapak kakinya, betisnya, pahanya, kemudian naik kepantatnya (Pantat! Yang montok itu loh), naik kepinggang, kepunggung dan berakhir dileher. Itu baru side A, side B lebih seru lagi.  Jhosua, entah kenapa membiarkan gua memijit dadanya yang bidang itu, perutnya yang 6 kotak, turun menuju penisnya (Penis! Yang gede itu loh), turun kepaha dan berakhir di kaki. Gua cukup beruntung sebenarnya walau Cuma satu kali “perjalanan tangan” tapi pikiran gua menjadi nakal saat dengan nekatnya gua melakukan perlajalan kedua. Dan Jhosua tidak menolaknya. Dia menikmati pijitan gua dalam lelapnya. Gua bersyukur karena dia tidak perlu mengetahui bahwa selain urat-urat badannya yang tegang, ada urat lain yang jauh lebih tegang.

***

Gue terbangun pada hari sabtu. Ini akhir pekan. Yang gua ingat pertama kali saat akhir pekan adalah; Naked Saturday. Maka dengan malasnya gua melepaskan celana dalam gua. Lalu turun dari tempat tidur sambil menggaruk-garuk kepala dan sang iga junior. Diluar seperti biasa, Jhosua sedang bersantai sambil menonton acara berita.

   “Ga, fitnes yuk entar.” Jhosua berkata saat menyadari kehadiran gua.

   “Ayo, kebetulan gua udah dua hari gak fitnes. Berasa gimana gitu.” Kata gua sambil duduk disofa seberang Jhosua.
Memperhatikan sejenak bagaimana kondisi ‘senjata’ Jhosua saat itu. Kondisinya sepertinya dalam tahap penurunan tenaga. Salah satu kebiasaan gua kalo pagi dihari sabtu.

   “Ya udah. Ntar jam 11 ya. Fitnesnya. Kalo jam segini kayanya masih rame deh. Gua rada males kalo rame-rame.” Kata Jhosua.

   “Ya udah. Gua mah ikut apa kata lo aja dah.” Kata gue.

   “Ya emang harus. Elo mau ikut kata siapa lagi? Kata si Timothy Marbun?” kata Jhosua.

    Gua lantas menatap TV, dimana metro TV sedang menayangkan headline news dengan si Timothy Marbun sebagai newscasternya. Cowok itu tampak cute sekali.

   “Elo kalo mau nonton berita musti nyari yang se suku ya?” gua mendadak mengeluarkan pertanyaan bodoh.

   “Haahk, maksud lo?” Jhosua gak ngerti.

   “Itu, yang bawa kan orang batak. Si Thimy Marbun.” Kata gue, semakin bego.

   “Lah, emang kebetulan aja kali dia yang bawa. Dasar bodoh!” kata Jhosua seraya melempar bantal sofa kegua. “Lagian bagus kan. Orang batak yang bawain. Biar drajatnya naik.”

   “Haaahk... Maksud lo?”

   “Aduuuuh... bego banget sih sepupu gua ini.” Jhosua berkata gemas. “Ya bagus lah. Lo liat, Rossiana Silalahi, Putra Nababan, Ralph Tampubolon, Sondang Sirait, ama si ini nih, Timothy Marbun. Mereka orang batak yang berhasil jadi newscaster. Mereka berhasil merubah pandangan orang-orang tentang pekerjaan orang batak.”

   “Merubah pandangan gimana.” Gua makin gak ngerti maksud si Jhosua. Entah kenapa gua belum connect-connect juga sama maksud dia. Loading gua lama banget deh.

   “Jadi gini ya, orang bodoh!” Jhosua udah berpindah ke sofa gua. Ia menjitak pelan kepala gua sekali. “Elo gak nyadar apa, selama ini elo naik angkot kebanyakan operatornya siapa? Orang Batak!” dia kembali menjitak kepala gua. “Orang batak identik dengan angkutan umum, kalo gak supir ya keneknya. Kemudian identik dengan tukang tambal ban, belum lagi identik dengan lapok tua yang beterbaran dipinggir-pinggir jalan.” Kepala gue kembali dijitak. “Ya jadi orang mikirnya, orang batak itu tuh pekerjaannya begitu semua. Padahal kan gak semuanya.” Untuk kesekian kali kepala gua kembali dijitak. “Contoh aja gue.”

   “Hiiiiih.... narsis lo!” kata gua.

   “Ah bego lo.” Kata Jhosua kembali menjitak kepala gua.

   “Elo ngapain jitak-jitak kepala gua. Sini gue jitak lo.”

   “Dih, elo belagu ama yang tuaan.” Kata Jhosua merasa terhina gua jitak balik.

   “Sapa suruh.”

   “Gue cekek lo.” Jhosua langsung mencekek gua.

   “Eeeeeekkk.... woy gue sesek napas neh!” gua berusaha melepas tangan gua dan berhasil. Berikutnya kita terlibat dalam aksi perkelahian bohong-bohongan. Jhosua berusaha mengunci gerakan gua tapi gua berhasil melepaskan diri. Tanpa peduli bahwa kita berdua telanjang bulat, kita terus melakukan aksi gulat ala WWF itu. Jhosua kemudian mengadopsi gerakan Rikhisi dimana ia menduduki gua pake pantatnya. Bersyukur dia nggak kentut. Gua berhasil lepas dan langsung aja gua kunci lehernya pake kaki gua. Gak peduli bahwa peler gua berjarak hanya beberapa centimeter dari mulutnya. Dan dia juga tampak tidak peduli.

   “Kalah lo! Kalah lo!” seru gua ketika mengunci leher Jhosua.

    Jhosua main curang. Dia mengelitik perut gua sehingga kuncian gua mengendur dan lepas. Dengan sigap dia langsung mengunci gua. Kepala gua kini berada dekat sekali dengan penisnya. Ditambah tangan gua bebas bergerak. Dasar sepupu bodoh, tidak lihatkan ada kesempatan emas untuk main curang bagi gua.

   “Rasakan ini Jhosua bodoh!” seru gua. Dan berikutnya gua menyentil penisnya.

   “AAAAAAK... ANJEEEEEEEEENG!”

    Gua langsung kabur ke kamar mandi.

   “IGAAA SIALAAAAAN.... SAKIT BANGSAAAAT” Lolongan Jhosua masih gua dengar dikamar mandi. Gua tertawa terbahak-bahak.

***

Tempat fitnes memang tidak ramai namun juga tidak begitu sepi. Masih ada beberapa orang yang berlatih disana. Gua dan Jhosua tiba disana jam setengah dua belas siang. Dan ketika sampai gua langsung berlatih beban, begitu juga dengan Jhosua. gua seringnya sih sparing sama Jhosua. Adu siapa yang paling kuat mengangkat yang terberat. Satu setengah jam berlalu gua memutuskan untuk mengakhiri fitnes gua dengan berlari. Sementara Jhosua sudah langsung masuk sauna. Sepertinya dia masih memiliki hal penting yang untuk diurus. Yang berhubungan dengan jurus sentilan maut si Iga dari gua hantu. Wuakakakak... rasakan jurus pamungkas gua!
    Gua lagi asik-asiknya lari ketika disebelah gua seseorang tiba-tiba muncul dan ikut berlari. Gua perhatikan sejenak ternyata si Kiddo. Si Pegawai Bank. Namun ada yang aneh dari dia. Dari tadi dia senyum mulu sambil menatap gua. Ada apa ini? Gua mencoba untuk membalas senyumannya, berharap dia menghentikan kegiatan aneh itu. Tapi tidak, dia terus tersenyum sambil menatap gua, sambil berlari. Wah, jangan-jangan Kiddo mulai terganggu jiwanya. Moga-moga aja bank tempat dia bekerja tidak menderita kerugian akibat pegawainya ada yang rusak. Dia masih senyum juga.

   “Mas, gila ya?!” gua akhirnya bertanya.

    Dia masih senyam-senyum aja. Wah bener nih. Gila!

   “Nape sih lo? Senyum-senyum mulu. Naik gaji lo?”

    Kiddo tidak menjawab. Dia hanya terus senyum dan bahkan menaik-naikan alis matanya kearah gua. Sebenarnya kalo dia melakukannya diapartermen dia atau Jhosua, bisa gua bejek-bejek mukanya sangkin gemesnya gua. Soalnya kalo begitu mukanya makin tambah ganteng dan ngegemesin.

   “Udah kek senyumnya. Kaya orang sarap lo!”

    Kiddo tidak menggubris, dia terus saja tersenyum. Baiklah. Mungkin dia mencoba menularkan gilanya ke gua. Gua ikutan tersenyum dan menatap dia. Sambil berlari, sambil tersenyum, sambil menaik-naikan alis, sambil sesekali bertatapan. Kita berdua mencoba menjadi gila bersama. Hahahah... orang gila!
    Gua menanggalkan kaos dan celana gua. Menyisakan celana dalam lalu berjalan menuju ruang sauna. Mencari-cari sebentar sampai mendadak seseorang memanggil.

   “Ga, sini ama gua!” Kiddo memanggil dari salah satu kamar sauna. Gua menghampirinya dan masuk kedalam. Kamar sauna itu hanya diisi oleh kita berdua. Gua menutup pintu dan duduk disebelah Kiddo.

   “Oke, gua mau tanya. Kenapa tadi lo senyam-senyum ke gua?” tanya gua.

   “Ga, main yang kaya kemaren lagi yuk.”

    Gua terkejut. Oh My Gosh! Gak gua sangka ternyata dari tadi dia melakukan kegiatan senyam-senyum semi gilanya karena dia pengen begituan lagi sama gua.

   “Buseeeet... jadi itu maksud lo senyum-senyum ama gua?” gua bingung antara tersanjung atau heran. “Emang kenapa?”

   “Enak, Ga.” Kata dia dengan lugunya. Pantes aja Bank mau nerima dia jadi pegawainya. Orangnya gak neko-neko, lugu lagi.
“Semenjak gua dan elo melakukan itu, malemnya gua gak bisa tidur. Gua gak tau apakah itu buruk apa enggak. Tapi gua kepikiran terus malemnya.”

   “Oh ya.” Alis mata gua naik. “Elo suka?”

   “Gua suka, Ga!” dia berkata seperti anak kecil.

   “Elo mau lagi?”

   “Ya elo tau lah.” Mendadak Kiddo meletakan tangannya di paha gua dan mengelus-elusnya. Elusannya langsung membuat peler gua bangun. “Tuh, Ga, punya lo udah bangun tuh. Ayo, main yuk!”

   “Disini panas, Do. Jangan disini lah.” Kata gua.

   “Ya udah. Di apartermen gua.” Kiddo cepat-cepat memberi pilihan lain.

   “Ya udah. Tapi gua mandi dulu ya.”

   “Mainnya dikamar mandi.”

    Gua tertegun sejenak. Buset dah. Apa sebegitu nafsunya kah dia sampe-sampe ngebet gitu. Tapi biarlah. Toh gua ini yang mendapat faedahnya. Gua dan Kiddo bersama-sama keluar dari kamar sauna, berpakaian dan pergi ke aparterment. Dan begitu pintu dikunci. Sambil melepaskan pakaian satu persatu gua dan dia masuk ke kamar mandi. Dan berikutnya, yang gua tau sangat nikmat.

***

Malam minggu gua dan Jhosua hanya diam dirumah saja. Sudah dua DVD kita tonton secara maraton. Kenyang dan bosan. Kita sudah makan, sudah mandi, sudah bersih-bersih rumah. Ngapain ya enaknya. Mau jalan-jalan keluar gua dan Jhosua sama-sama lagi males keluar.

   “Ngapain dong enaknya nih?” tanya gua.

   “Nggak tau. Gua bingung mau ngapain.” Kata Jhosua sambil mengangkat bahu.

   “Ya elah. Elo gimana sih. Mikir dooooong!” kata gua.

   “Elo juga mikir. Enaknya ngapain.”

    Kita berdua diam sejenak. Saling berpikir saling mengerutkan dahi. Mencari-cari hal yang seru untuk dilakukan malam mingguan. Tak lama kemudian Jhosua memberikan ide. Mengingat Jhosua adalah siapa dan apa saja yang biasa dilakukan. Maka idenya pasti tidak akan jauh-jauh dari itu.
    Mendadak dia bangkit berdiri dan pergi kemeja telepon. Ia menelepon seseorang. Berbicara selama beberapa menit kemudian menutupnya. Ia berbalik dan menatap gua.

   “Malam minggu pasti bakalan seru!” dia berkata... dengan senyum mesum.

***

Gua dan Jhosua sudah mengenakan celana pendek dan kaos. Duduk manis di sofa menunggu apa yang sudah dilakukan sepupu gua ini. Sekitar setengah jam gua dan dia menunggu sambil mengobrol tidak penting akhirnya terdengar bunyi ketukan pintu.

   “Nah, itu pasti mereka.” Kata Jhosua.

    Ia lantas bangkit berdiri dan menuju pintu. Membuka pintu dan membawa masuk dua orang.... dua wanita. Sangat cantik, sangat seksi. Gua merasa terkejut.

   “Ga, gua nyewa nih mereka. Pastinya yang high class lah. Gak mungkin lah gua nyari yang dipinggir jalan.” Kata Jhosua. “Elo tuh, sama Ananda. Sepantaran lo sama dia. Gak apa-apa ya, virginnya udah diambil seminggu yang lalu. Masih baru sekali pake, Ga. Jadi pasti masih ada rasanya”

   “Oooooh...” Gua hanya melongo, seraya menatap sesosok cewek cantik, berkulit putih, rambut hitam smoothing panjang dan berwajar oriental. Amat sangat cantik. Gua sempet bingung, kenapa nih cewek milih jadi pelacur. Kalo jadi Miss Celebrity SCTV kemungkinan besar menang nih. Tapi gak apa-apa juga sih. Toh gua yang dapet faedahnya. Hihihi....!

   “Gue sama si Anjani. Ini sih gua yang jebol virginnya.” Kata Jhosua, dan Anjani tersenyum sambil melingkarkan tangannya dileher Jhosua. “Ayo Ga, lo bawa tuh si Ananda ke kamar lo. Kita main malam ini!”

    Gua dan Perek Cewek Cantik itu ditinggal pergi oleh Jhosua dan Anjani. Gua dan Ananda saling berpandangan.