Friday, October 21, 2011

R A F F A + E V A N : Chapter 13



Chapter 13
Berada di Puncak dan berada di “puncak”




Gua sedang mengendarai motor Satria F gua dengan Evan duduk di kursi belakang. Jam 11 siang kita udah jalan dari kosan menuju puncak. Sabtu jam setengah 9 pagi gua dan Evan sudah meninggalkan kosan menuju rumah gua, lengkap dengan tas ransel besar berisi berbagai kebutuhan primer yang nggak bisa dibeli di puncak, untuk mengambil motor. Lalu setelah setengah jam istirahat dan berpamitan gua dan Evan pun berangkat menuju puncak dengan berkendara motor. Gua pikir perjalanan ke puncak naik motor bakalan melelahkan dan membosankan, tapi untungnya tidak.

Evan dari awal perjalanan ngoceh mulu soal berbagai hal. Mulai dari kemacetan, tata kota, jalan yang tidak bagus sampai hal-hal yang nggak penting seperti kenapa sayur bayam warnanya hijau, kenapa gak biru. Kenapa gedung harus dibangun pake batu bata, kenapa gak pake besi aja semuanya. Lalu kenapa cewek lobangnya dibawahnya ada 3, kan itu pemborosan. Dan setiap topik yang ia bicarakan, dia selalu menanyakan tanggapan gua soal pemikiran-pemikirannya yang kadang gak penting dan kadang nyeleneh.

Akhirnya sekitar jam dua siang kita tiba di puncak. Setelah kebingungan nyari alamat karena ternyata Evan sudah lupa-lupa ingat sama lokasi vilanya, baru deh kita ketemu. Vilanya harus masuk lagi ke jalan kecil dari jalan utama puncak, dan itu harus menempuh jarak 3 kilometer lagi sampai akhirnya ketemu sebuah villa yang dilatar belakangi pemandangan gunung berhutan. Bentuknya tidak besar namun bertingkat, ada kolam renang walaupun ukurannya bener-bener standar banget, nggak besar namun tidak kecil. Vila tersebut saling berjarak dengan vila-vila yang lain.

Begitu masuk, vila tersebut tampak bersih, pas gua tanya ternyata vila tersebut sudah dibersihkan sehari sebelumnya oleh orang yang ditugaskan untuk menjaga vila ini. Rumah penjaganya Cuma 1 kilometer jaraknya dari vila ini.

   “Enak juga ya vilanya, Van.” Kata gua.

“Iya dong, hahaha... abis beres-beres langsung berenang yuk.” Kata Evan sambil membuka tasnya dan mengeluarkan isinya. Ada pakaian, peralatan mandi, makanan ringan dan lain-lain. Baju-bajunya langsung dimasukan ke dalam lemari.

“Disini ada berapa kamar, Van?”

“Ada 3, yang dibawah ini, sama dua diatas. Tapi nanti kita tidurnya disini aja, Raff, biar enak, soalnya ada TV-nya, hehehe...”

“Oh, oke.” Gua juga akhirnya ikut membuka tas gua dan mengeluarkan isinya. Nggak banyak sih isi tas gua, Cuma dua stel pakaian, peralatan mandi, dan dua buah boxer doang. Semuanya langsung udah rapih di lemari.

Lima menit kemudian kita berdua selesai rapih-rapih, lalu seperti yang sudah Evan ajak, kita lantas menuju kolam renang yang berada dibelakang vila. Gua tanpa babibu lagi langsung melepaskan kaos serta celana jeans dan langsung nyebur ke kolam renang berboxer doang. Rasanya segar dan agak dingin, hahaha... tapi enak. Evan datang nggak lama kemudian. Ia berjalan mendekati kolam renang sambil melepaskan kaosnya, kemudian celana jeansnya, kemudian celana dalamnya. Dalam keadaan bugil ia melompat kedalam kolam renang. Gua terpengarah.

“Gila lo, Van, apa nggak takut diliat orang?” tanya gua setelah Evan muncul kepermukaan.

“Ya nggak lah, lo liat aja sekeliling, emang elo bisa liat perumahan atau jalanan?”

Gua pun mengedarkan pandangan. Emang bener sih dari kolam nggak keliatan, jadi kalo mau ML di kolam atau pinggirannya pun nggak bakalan ketahuan dari luar. Kemudian disisi seberang kolam memang ada pagar tembok yang Cuma setinggi pinggang orang dewasa, namun dataran yang diluar pagar lebih rendah empat meter dari dataran didalam pagar jadi walaupun kita berdiri orang diluar juga nggak bakalan bisa ngeliat bagian pinggang kebawah kita.

Akhirnya gua ikutan melepaskan celana boxer gua dan melemparnya kepinggir kolam. Kita berdua bertelanjang ria berenang siang itu sampai jam 4 sore. Kita mulai adu balap renang di kolam yang luasnya Cuma 4 x 9 meter itu. Kamudian adu tahan-tahanan nafas didalam air sampai akhirnya Evan mendekati gua dan berdiri disamping gua.

“Hyung, makasih ya, elu udah mau nemenin gua ke puncak. Hahaha... naik motor pula.” Kata Evan.

“Hahaha... biasa aja lagi, Van. Gua juga makasih banget nih udah diajak kepuncak gini. Cuma modal motor doang lagi, hahaha...” gua menjawab sambil tersenyum segar menatap Evan.

Evan pun tersenyum sambil menatap gua. Kita saling bertatapan selama beberapa saat sebelum kemudian Evan mendekatkan bibirnya dan mencium bibirnya gua. Ia mendekati gua dan memeluk badan gua. Bibirnya melumat-lumat bibir gua dan hal yang sama gua lakukan. Semenit kemudian gua merasakan kedua tangan Evan mendarat di pantat gua, dan berikutnya gua merasakan remasan. Kedua tangan gua masih saja memeluk punggung Evan tanpa ada niatan apapun untuk melakukan hal yang sama seperti Evan.

Kita masih berciuman ketika gua merasakan penis Evan mengeras diantara tubuh kita dan remasan dipantat gua makin kuat. Lalu berikutnya semuanya berhenti. Evan menghentikan ciumanya dan menatap gua. Ia tersenyum, gua yang sempet bingung juga akhirnya ikutan senyum. Dan satu kecupan kembali terjadi.

“Udahan yuk, udah mau setengah lima nih.” Kata Evan sambil naik dari kolam renang dan berjalan telanjang ke dalam vila. Guapun ikutan naik dan memungut boxer dan celana dalam Evan sebelum masuk kedalam vila. Nggak mungkin kan gua biarin tuh dua celana dalam diluar begitu, pagi-pagi bisa lenyap tuh.


http://verterusvoso.blogspot.com/


Sekitar pukul 6 sore kita berdua keluar untuk cari makan. Memang naluri anak kos nggak bisa hilang walaupun sudah beda lokasi. Kita berdua yang males masak memutuskan untuk pergi cari makan diluar, dan akhirnya bertemu tukang nasi goreng dan langsung makan disana. Setelah makan nasi goreng si Evan ngajak gua ke alfa mart, katanya ada yang mau dia beli.

“Elu tunggu disini aja, hyung, biar nggak kena bayar parkir.” Kata Evan, ketika gua hendak turun untuk ikut masuk ke alfa mart. Dasar orang pelit, bayar parkir aja masih perhitungan.

10 menit kemudian Evan keluar sambil membawa sebuah kantong belanjaan dan satu kardus aqua gelas. Ia dengan mudahnya membawa benda-benda tersebut tanpa kerepotan. Lalu setelah agak ribet naik ke motor kita berdua kembali ke vila.


http://verterusvoso.blogspot.com/


“Ah acaranya udah nggak ada yang enak lagi.” Kata Evan.

“Iya.” Sahut gua menyetujui. “Ngapain ya enaknya?”

“Nonton DVD yuk, gua bawa stok kaset nih.” Kata Evan.

“Boleh.”

Evan lantas beranjak dari tempat tidur menuju tas ranselnya yang diletakan dipojok ruangan. Ia kembali sambil membawa sebuah kantong plastik berwarna hitam.

“Nih, lo pilih deh film yang bagus.” Kata Evan sambil kembali naik ke tempat tidur.

Gua menuangkan isi kantong tersebut dan langsung terkejut. Ternyata semua dvd yang dibawa Evan adalah film bokep semua! Beberapa diantarnya malah ada bokep gay. Gila deh!

“Ah, elu mah sengaja ya bawa film bokep semua.” Kata gua pura-pura nggak berminat padahal tangan gua sibuk mencari-cari film bokep mana yang bagus untuk ditonton duluan.

“Tapi elu mau kaaaan?” kata Evan.

“Hehehe... iya.” Gua pun nyengir kuda. “Nih nonton yang ini nih, kayanya seru Van.”

Evan pun pergi kedekat TV dan memasang kaset dvdnya. Kemudian ia kembali keatas tempat tidur. Filmnya pun dimulai. Film bokep straight. Ya iyalah, mana mungkin gua nonton bokep gay.

Lima menit pertama, semuanya masih normal. 15 belas menit kemudian sudah mulai gairah muncul. Sepuluh menit berikutnya tenda sudah berdiri dimasing-masing celana dalam kita. 20 menit kemudian kedua tangan kita masuk kedalam celana. 10 menit berikutnya gua udah nggak tahan lagi. Ini harus segera disalurkan!

Gua menurunkan boxer gua dan langsung onani saat itu juga. Rasanya nikmat sekali. Namun belum ada semenit gua onani tiba-tiba aktivitas menyenangkan itu dihentikan oleh Evan.

“Kenapa Van?” tanya gua bingung.

“Elu ngapain sih onani.” Tanya Evan.

“Gua nggak tahan, Van.” Jawab gua dengan lugu sambil hendak lanjut mengocok penis namun kembali dihentikan oleh Evan.

“Kan ada gua.”

“Hah? Maksudnya?” gua bertanya bego. Nggak tau maksud Evan apaan sampai beberapa detik berikutnya, Evan sudah berlutut diantara kedua kaki gua yang ngangkang. Kedua tangannya meraba paha gua. Dalam sekejap gua merasa gugup bukan main. Jantung gua pun mulai berdebar nggak karuan. Kemudian kepalanya membungkuk mendekati penis gua.

“Elu mau ngapain Van?” lagi-lagi pertanyaan bego, yang gua udah tau jawabannya bakalan kaya gimana.

Secara mendadak penis gua yang tadinya keras seperti baja mendadak lemas. Mungkin ini faktor dari kegugupan gua yang luar biasa ini.

“Gua pengen ngisep punya lo, Raff.” Kata Evan. “Boleh nggak?”

Dia mau ngisep penis gua?! Gua diem sebentar dengan mata menatap wajah temen gua yang sudah dekat sekali dengan penis gua dan salah satu tangannya mengocok-ngocok perlahan penis gua. Sesuatu yang tidak pernah gua bayangkan sebelumnya, bahwa cowok yang gua kira normal, yang dulu gua kenal kebetulan dikampus kini sudah telanjang didepan gua siap menghisap penis gua. Gua pun akhirnya menganggukan kepala.

Evan tersenyum lalu berikutnya gua bisa menyaksikan dengan jelas bibirnya menyentuh penis gua yang sudah mulai tidur kembali. Ia mengecup penis kecokelatan gua yang tidak disunat. Tangan Evan membuka kulup penis gua, mengamatinya selama beberapa saat kemudian mulai menghisapnya. Ada rasa merinding yang gua alami ketika pertama kali Evan menghisap penis gua. Lalu perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat. Dan perlahan-lahan pula gua merasakan penis gua kembali mengeras.

Aaaaaahhhh.... ini enak banget! Evan luar biasa dalam menghisap. Sepongannya Gadis nggak pernah seenak ini. Tanpa sadar kedua tangan gua letakan dibawah kepala dan mata gua merem-melek menikmati ini semua. Dan untuk pertama kalinya gua mendesah nikmat. Aaaaaah... rasanya enak.

Evan terus menghisap penis gua tanpa henti dan tanpa ampun. Seolah dia sudah kehausan dan langsung melahap ketika ada air muncul. Sementara perlahan-lahan badan gua mulai menggelinjang. Lalu mendadak Evan menghentikan hisapannya.

“Elu mau nembak gua nggak?” tanya Evan.

“Hah? Masukin kedalam pantat lo maksudnya?”

Evan mengangguk-angguk. Ya sudah lah, sudah kepalang basah, gua setuju-setuju aja. Lagian gua juga lagi horny banget, jadi segala sesuatunya saat ini diputuskan dengan pemikiran pendek. Evan kemudian beranjak dari tempat tidur dan menuju ke plastik belanjaan tadi untuk mengambil sesuatu yang rupanya adalah sekotak kondom. Ia kemudian naik kembali ke tempat tidur dimana gua sudah berbaring telanjang tanpa sehelai pakaian pun dengan penis yang sudah tegak mengokang ke arah langit. Ia kemudian dengan hati-hati memasangkan kondom tersebut ke penis gua. dan setelah terpasang Evan pun menanggalkan sisa pakaiannya. Lalu mulai berjongkok diatas badan gua, mengatur penis gua agar masuk dilobangnya.

Jujur saat ini jantung gua berdebar luar biasa. Ini pertama kalinya dalam hidup gua, dan sebuah hal yang tidak pernah gua bayangkan sebelumnya, gua akan melakukan hubungan intim dengan seorang pria. Layaknya pria bercinta dengan wanita, namun kali ini pria dengan pria.

Kemudian gua melihat ekspresi Evan yang seperti kesakitan namun dia tetap teguh memasukan penisnya kedalam lobangnya. Gua mendengar Evan merintih sedikit, tampak menahan rasa sakit. Dan akhirnya penis gua sudah utuh masuk kedalam lobang pantatnya. Ia kemudian melakukan gerakan naik turun dengan wajah keperihan. Gua merasakan sensasi berbeda. Enjotan yang Evan lakukan membuat penis gua diliputi kenikmatan. Libido gua pun mulai merambat naik, ditambah film bokep yang penuh gairah membuat gua akhirnya ikut mengambil bagian dalam kegiatan seks ini.

Gua memeluk Evan lalu membaringkannya, gua buka lebar-lebar kaki Evan dan gua sodok selayaknya gua menyodok vagina Gadis. Gua melihat ekspresi wajah Evan yang tampak kesakitan, apakah penis gua terlalu besar sampai-sampai dia merintih begitu, karena gua merasa ukuran penis gua biasa aja.

Ditengah kegiatan sodok menyodok Evan menarik badan gua dan mencium gua. Gua menciumnya dengan pantat gua yang terus maju mundur menerobos lobang kenikmatan Evan. gua mencupang lehernya, lalu menciumnya lagi, dan terus begitu. Sementara Evan meraba setiap bagian tubuh gua yang bisa diraba. Ia meremas-remas pantat gua, punggung gua, otot lengan gua dengan penuh nafsu. Aaaaah... aaaahhh... rasanya sangat nikmat!

Gua memegang kedua kaki Evan dan merem-melek sambil terus menyodok pantat Evan. sedangkan Evan mulai meremas-remas sprei putih kasur kita dengan wajah menahan sakit.

Tidak lama kemudian Evan menarik badan gua, ia bersusah payah untuk menghisap puting dada gua. Ia menghisapnya sekuat tenaga dan penuh nafsu sehingga menimbulkan perpaduan antara geli dan nikmat. Satu puting selesai, maka ia berpindah ke puting selanjutnya

“Enak, Raff?” tanya Evan sambil menatap mata gua.

Gua menangguk-angguk sambil tersenyum. “Sakit ya, Van?” gua balas bertanya.

“Sakit... tapi nggak apa-apa. Enak kok lama-lama...” kata Evan.

Dan gua merunduk dan mencium bibir Evan. saling melumat penuh gairah. Tangan Evan mulai mengocok-ngocok penisnya sendiri sementara gua terus melakukan gerakan maju mundur sambil sesekali menonton film bokep di TV.

Lima menit berlalu ketika mendadak rintihan Evan berubah menjadi erangan dan kocokan penisnya semakin intens. Lalu berikutnya... cairan putih hangat melesat keluar dari penis Evan, dia mengerang hebat.

“Aaaaaahhhhh... aaaaahhhhh....!!!” Evan mengerang hebat, dia sedang menikmati detik-detik puncak kenikmatannya.

Gua juga merasakan lobang pantatnya berdenyut-denyut seiring dengan ritme orgasme Evan. Hal itu malah membuat sensasi luar biasa nikmat yang akhirnya membawa gua kepada puncak kenikmatan. Gua pun mulai mendesah-desah dan hal yang sama terjadi pada diri gua. Sperma gua melesat keluar dari lubang penis didalam lubang pantat Evan, namun gua terus menyodok-nyodoknya.

“Aaaah... AAAAAHHH... Aaaahhhh....!!!”

Mata gua merem melek, gua mendesah, gua gemetar hebat sampai semua usai. Sensasi surga gua rasakan selama beberapa saat sebelum rasa lemas kemudian merasuk kedalam.

Kelahan, gua terjatuh dipelukan Evan. Dengan nafas tidak beraturan dan penis gua masuk didalam lobang pantat Evan. walaupun puncak dingin, tapi itu tidak dapat mencegah keringat membasahi tubuh kita berdua, dua pria telanjang yang sedang kelelahan setelah bercinta.

Walaupun sebenarnya kita kelelahan namun Evan tidak ingin kita tertidur dalam keadaan berantakan dan kotor begini, maka dengan memaksakan diri kita berdua beranjak ke kamar mandi dan saling membersihkan diri. Lalu setelah mandi dan handukan, tanpa perlu berpakaian kita naik keatas tempat tidur, menarik selimut dan tidur. Namun sebelumnya,

“Thanks...” kata Evan setelah mengecup bibir gua.

“Sama-sama.” Kata gua.

Dan kitapun tidur...


http://verterusvoso.blogspot.com/


Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui jendela yang sudah terbuka. Tubuh telanjang gua masih tertutup selimut sampai kepinggang ketika gua menyadari Evan sudah tidak ada disamping gua. Sejenak memori gua membawa gua kedalam kejadian kemarin malam. Gua mendadak merasa yang terjadi semalam itu kenyataan atau hanya mimpi? Sebuah peristiwa yang gak akan pernah bisa gua lupain seumur hidup gua, untuk pertama kalinya gua ngentot sama cowok. Pertama kalinya penis gua memasuki lobang pantat cowok. Untuk pertama kalinya gua bercinta seperti suami istri dengan seorang cowok, dan tiduk telanjang berdua dalam satu kasur.

Jika ini mimpi, tapi kenapa gua bisa ingat semua yang terjadi kemarin malam? Sesuatu yang dahulu gua anggap menjijikan, namun sekarang gua menikmatinya. Apa yang terjadi pada diri gua? apakah sekarang gua sudah berubah jadi gay? Apakah gua sekarang sudah suka cowok? Mengingat sudah beberapa kali gua dan Evan berciuman, sampai akhirnya kita berdua melakukan hubungan intim. Jika benar gua berubah jadi gay apakah gua harus menerima ini? Karena sedari kecil gak pernah sekalipun gua berhubungan dengan hal-hal homo semacam ini sampai gua menginjak SMA dan bangku kuliah. Gua dibesarkan di keluarga yang baik-baik dan tumbuh menjadi anak normal seperti cowok-cowok normal lainnya. Suka sama cewek, nonton bokep straight, ngintipin cewek mandi waktu studi tour ke bandung, pacaran sama cewek, ngentot sama cewek. Kalaupun jalan di mall gua gak pernah ngelirik-lirik cowok, yang gua lirik selalu dan otomatis cewek.

Hidup gua normal-normal saja sampai Evan datang kedalam hidup gua, dan segalanya berputar. Dunia baru masuk, karena gua mengizinkannya, dan segala yang dulu tak pernah gua pikirkan akan terjadi pada diri gua, kini terjadi. Gua melihatnya dan mengalaminya betul-betul.

Pemikiran-pemikiran tersebut terus bergelut dalam kepala gua selama beberapa menit, dan ketika gua kembali menyadari bahwa Evan tidak ada disamping gua, realita menarik gua ke alam sadar.

Gua bangun, mengenakan celana boxer gua dan keluar dari kamar. Tujuan pertama gua yaitu dapur, cari makanan. Nyatanya disana sudah ada Evan yang sedang masak indomie. Dia juga hanya bercelana dalam saja.

“Udah bangun lo ternyata.” Kata Evan ketika menyadari kehadiran gua. “Tadinya gua mau bangunin elu pas kelar bikin sarapan.”

Gua Cuma tertawa kecil aja sambil duduk di kursi meja makan. “Masak apaan lo, Van?”

“Indomie. Dingin-dingin gini enaknya makan indomie, hyung.” Kata Evan. “Punya lo spesial tuh gua bikin doble, telornya dua pula, sama kaya telor lo, hahaha...”

“Hahaha, konyol lo.” Gua kembali tertawa malas. “Telor elo kan juga dua.”

“Hahahaha...” Kita berdua tertawa.

Indomie gua dan Evan sudah jadi, kita berdua kemudian makan di meja makan. Tidak ada pembicaraan selama sarapan, kita berdua fokus untuk sarapan sambil nonton TV. Setelah selesai makan, naluri babu Evan langsung mengambil piring gua yang sudah kotor dan diletakan ditempat cucian. Melihat Evan mendadak gua teringat sesuatu. Gila! Kemaren kan si Evan ulang tahun, dan gua belum sempet ngucapin selamat sama ngasih kado yang udah gua siapin. Mengingat itu gua langsung buru-buru ke kamar dan mengambil kado dari tas gua.

“Abis ngapain lo?” tanya Evan yang duduk di sofa ketika gua kembali dari kamar.

“Van, gua baru inget kalo elo kemaren ulang tahun. Hehehe, maap yak.” Kata gua sambil cengar-cengir cengegesan.

“Hahaha... gapapa.” Kata Evan sambil tertawa manis.

Lalu gua berdiri dihadapan Evan dengan kedua tangan mengumpat dibelakang.

“Jadiiii... happy birthday ya Evaaaaan...” kata gua. “Semoga panjang umur, sehat selalu, murah rejeki, enteng jodoh, tambah baik, tambah ganteng, tambah penurut, gak males lagi, terus...”

“Iya-iya-iya, amin-amin-amin, makasih Raff.” Kata Evan buru-buru. “Bisa panjang banget nanti doa lo buat gua.”

“Hahaha...” Gua ikut tertawa. “Lalu ini kado buat lo.” Gua menyodorkan tangan kanan gua, memberikan sekotak kado kepada Evan.

“Asiiiiik...” Evan menerima kado gua, lalu membukanya secara membabi-buta. Ckckck... kasian gua ngeliat kado gua. Setelah terlihat isinya, dia pun terdiam sejenak. Sebuah jam Swiss Army yang baru untuk dia. Dengan model dan warna cokelat kesukaan dia. “Raff, keren banget jamnya.” Evan terkesima.

“Ini untuk mengganti jam lo yang dulu itu.” Kata gua agak kaku, takut mengingat peristiwa perang dingin jaman dulu itu.

“Makasih ya, hyung.” Evan berkata sambil tersenyum tulus.
“Ada lagi kadonya.” Kata gua, dan gua memberikan bungkusan dari tangan gua yang lain. Evan menerimanya dan lagi-lagi dengan membabi-buta ia membuka bungkusan kadonya. Dua buah gelang tali. Begitu terlihat gua mengambilnya dari tangan Evan, lalu memasangkan di lengan kanannya. “Yang satu ini buat elo.” Lalu gua memasangkan gelang satunya lagi di lengan gua. “Dan yang ini buat gua.”

“Ini maksudnya apaan?”

“Gelang ini sebagai simbol pertemanan kita.” Kata gua.

“Asik dah si hyung, romantis amat dah lu, wuakakakakak...” kata Evan berusaha untuk melucu, padahal gua bisa melihat matanya berkaca-kaca karena haru dan bahagia.

“Elo suka?”

“Suka banget, hyung!” Seru Evan.

“Baguslah.” Gua merasa lega.

“Kado yang lain gak dikasih?” Tanya Evan beberapa saat kemudian.

“Hah, kado yang lain? Kado yang gua kasih Cuma dua, Van.” Kata gua bingung, kado yang mana lagi. “Udah abis, Van, kadonya.”

“Aaaaahhh, ada lagi kado yang ketiga.” Kata Evan.

“Apaan?”

“Ini didepan gua.” kata Evan, tangannya lantas memegang penis gua yang tertutup boxer dan memijit-mijitnya. “Nih kado yang ketiga, dan yang paling nikmat.”

Melihat apa yang dilakukan Evan gua Cuma bisa diam saja. Kalo dulu ada cowok yang berani-beraninya megang kontol gua kaya gini bakalan gua tinju. Tapi sekarang, Evan dengan sesuka hatinya memegang dan memijit-mijit kontol gua, dan gua Cuma bisa diam saja.

Lalu kedua tangan Evan menurunkan boxer gua secara perlahan, memperlihatkan penis gua yang sudah setengah menegang. Dia menatap penis gua selama beberapa saat.

“Ah entar aja deh pas dikolam renang.” Kata Evan sambil kembali menaikan boxer gua. “Kita berenang yuk.”

“Ayo.” Kata gua.

Gua dan Evan lantas bergerak menuju kolam renang lalu kita berdua menanggalkan celana dalam kita dan terjun ke kolam renang. Menyegarkan diri dengan dinginnya air kolam renang, namun untungnya matahari sedang bersinar hangat. Lima belas menit berenang gua merasa agak lelah, sehingga gua naik ketepian dan duduk.

Evan masih berenang-renang dengan gayanya yang berubah-ubah setiap beberapa saat. Tidak ada kekonsistenan dalam metode berenangnya. Lalu setelah itu ia mendekat kearah gua dan memperhatian tubuh telanjang gua.

“Gila ya, setengah tahun yang lalu badan lo masih ceking, tapi sekarang udah keren banget.” Evan berkata sambil mendekati dan menatap gua, tangannya kemudian memegang biceps gua. “Lengan lo sekarang udah berotot, dada lo juga udah bidang dan berotot.” Ia kemudian meraba-raba perut gua. “Perut lo sekarang six packnya udah keliatan banget. Elo udah gak ceking lagi, hyung, tapi udah seksi banget.” Kata Evan, dari perut kemudian kedua tangannya meraba-raba paha gua. “Tapi tetep aja yang paling seksi yang ditengah dan berbulu ini, hyung.” Katanya.

Gua Cuma tersenyum dan agak sedikit bangga dibilang begitu. Emang bener, dulu badan gua ceking tapi sekarang gua udah bertransformasi. Keuntungan dari keringnya badan gua dari lemak memudahkan gua untuk membentuk otot-otot yang tajam. Ditambah berat badan gua yang bertambah sehingga gua tidak ceking lagi.

Evan kini memain-mainkan penis gua, dan semenit kemudian penis gua sudah hilang didalam mulutnya. Ia menghisap penis gua, dialam terbuka gini. Cukup beberapa menit saja untuk membangunkan adik kecil gua ini dari tidurnya, karena permainan mulut Evan. Sejurus kemudian desahan mulai keluar dari mulut gua. Mata gua mulai merem-melek menikmati sensasi hisapan luar biasa Evan.

Gua merebahkan badan gua ditepian kolam karena tidak sanggup melawan nikmatannya hisapan Evan dalam posisi duduk.

“Aaaahhh... ahhhh... aaaahhhh...” gua terus mendesah-desah karena merasa keenakan. Evan tanpa henti terus menghisap penis gua.

Selang sepuluh menit berikutnya gua merasakan gejala akan orgasme. Dan selama 10 menit itu penis gua terus menerus didalam mulut Evan. gua merasakan kejang-kejang dan aaaaahhhh... cairan surga itu keluar. Gua menggelinjang hebat disertai erangan kenikmatan. Gak peduli kedengeran orang atau enggak yang jelas gua mau menikmati sensasi surga ini. Cairan sperma gua terus menerus keluar dari penis gua, menembak kedalam mulut Evan.

Lalu beberapa detik kemudian gua terdiam lemas. Nafas ngos-ngosan namun merasa senang. Evan naik dan menimpa tubuh gua.

“Lah peju gua lo buang kemana?” tanya gua ketika mendapati Evan sudah menimpa gua.

“Gua telen, hyung.”

“HAHK!” gua berseru antara terkejut dan tidak percaya. “Lo telen!”

Evan mengangguk-angguk. Ia kemudian hendak mencium gua namun gua buru-buru menghindar dan nyebur ke kolam. “Enggak-enggak-enggak, jijik gua.” kata gua.

“Yak elah, lebay amat sih lo, hyung.” Kata Evan.

“Nggak ah, jijik banget cipokan tapi mulut lu belepotan peju gitu, hiiii.”

“Eh goblok, ini peju elu ya, gak ada salahnya. Yang dimulut gua ini tuh peju elu bukan peju gua, jadi gak perlu elu jijik gitu. Emang Gadis gak pernah apa nyium elu setelah elu buang sperma elu dimulutnya?”

Gua gak mau menjawab karena males ngejawabnya. “Udaah ah, gua mau mandi.” Kata gua mengalihkan topik.

“Dasaaaaar... hahahaha...” Evan kembali nyebur ke kolam dan berenang.


http://verterusvoso.blogspot.com/


Bisa dibilang selama dipuncak ini gua dan Evan mengalami kemajuan signifikan dalam soal masalah seks. Kemarin malam, gua udah ngentot sama Evan, tadi pagi penis gua udah diservis sama Evan, dan yang berikutnya adalah siang ini.

Pukul setengah 3 siang gua sama Evan jalan-jalan naik motor keliling-keliling puncak. Lalu menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu distro. Kita memilih-milih kaos dan celana jeans. Lalu kemudian mencari kamar pas untuk mencobanya, kamar pasnya ada 3 namun dua sudah terisi jadi kita berdua masuk bersamaan ke kamar pas yang tersisa. Didalam kita langsung mencoba-cobain semua pakaian yang kita bawa kedalam. Lepas kaos pake yang baru, lepasin celana pake celana jeans. Setelah selesai lepasin lagi semuanya terus pake yang lain lagi. Setelah itu saling menilai apakah bagus atau enggak. Setelah semua dicoba kita kembali melepaskan semuanya. Sebelum hendak mengenakan pakaian semula kita saling berpose dulu didepan kaca seukuran tubuh ini. Tubuh gua yang seksi atletis dan tubuh Evan yang atletis namun lebih kering dari gua. Namun mendadak gua mendengar suara-suara dari blik sebelah. Gua menempelkan kuping gua dan mendengar suara wanita mendesah pelan-pelan. OMG ada yang lagi ML didalam kamar bilik, wuakakakakak... gua tanpa suara menyuruh Evan ikut menguping dan mendengar. Sudah jelas banget kalo bilik sebelah ini ada orang yang lagi ML, kedengeran dari suara desahan cewek. Suaranya agak terdistrosi oleh suara musik didalam distro namun kalo gua tempelin kuping gua maka suara desahanya jadi lebih jelas.

Gua dan Evan ketawa tanpa suara, lalu kemudian... Evan mendadak melumat bibir gua. Kalo udah gini ya gua pasrah aja dah. Sepertinya dipuncak ini Evan benar-benar melampiaskan hasrat seksnya yang sudah lama dia pendam. Kita berdua hanya bercelana dalam dan bermesraan didalam bilik kamar ganti. Gua diam saja karena sebenernya gua juga horny mengetahui ada sepasang cewek cowok lagi ngentot tepat disebelah kita. Jadi begitu Evan mulai mencium dan meraba-raba gua, ya gua nikmatin aja.

Ciumannya kini berubah jadi kecupun ditubuh. Leher, turun ke dada, turun ke perut sampai akhirnya tiba giliran penis gua menerima servis spesial lagi dari Evan. Evan menurunkan celana dalam gua dan kembali menghisap penis gua. Kini dua dari tiga kamar ganti di distro tersebut diisi oleh orang-orang yang sedang berzinah. Hahaha...

Evan terus menghisap penis gua, mengocoknya, menjilatnya, memainkan kedua bola gua, lalu menghisapnya, lalu menghisap penis gua lagi, menjilatnya lagi seperti es krim, lalu mengocoknya. Pas ketika gua menuju saat-saat orgasme, mendadak Evan menghentikannya.

“Kok berenti, Van?” gua berbisik ketika Evan mulai mengenakan pakaiannya lagi.

“Entar aja buat entar malem.” Kata Evan. “Pake gih bajunya.”

Gua menurut aja dan ikut berpakaian. Lalu setelah dirasa rapih dan tidak menimbulkan kecurigaan, kita keluar dari kamar ganti dan menyerahkan barang-barang yang sudah kita coba untuk kita bayar. Orang dibilik sebelah masih belum juga keluar.
Setelah selesai membayar kita meninggalkan distro tersebut untuk jalan-jalan ke tempat yang lain lagi.


http://verterusvoso.blogspot.com/


Evan sedang memasak makan malam, sementara gua beres-beres tempat tidur. Lalu gua mendengar hape gua berbunyi. Gua diam sebentar menyadari bahwa dari dua hari yang lalu hape gua gak pernah bunyi, sehingga gua sempat berpikir apa kartu telepon gua yang rusak atau emang gak ada yang mau nelpon gua. Kasian amat gua kalo gitu. Namun akhirnya gua mendekat, sejenak gua berharap Gadis lah yang menelepon gua saat itu, karena sumpah mati gua kangen banget sama dia. Namun begitu gua melihat si penelepon, ternyata bukan Gadis, tapi orang lain. Bahkan nomornya pun asing.

“Halo...?” gua menjawab agak ragu.

“Woy Rapa...!!! apa kabar lo!” suara yang tidak asing menyapa gua dari seberang.

“WOOOOOY...!!! Anjrit lo, apa kabar lo nyet!” Seru gua tampak riang gembira. Orang yang menelepon gua ini diluar ekspetasi dan harapan gua, namun gua begitu bahagia dia menelepon gua setelah sekian lama.

“Baik gua, nyet. Elo sendiri gimana kabarnya?”

“Baik gua. Lo ganti nomor ya?”

“Iya, nomor yang lama udah banyak masalah, gua pake nomor baru akhirnya!”

“Jiaaaah, hidup lo mah emang gak pernah jauh-jauh dari masalah kayanya, wuahahahah...”

“Tai lo.” tanya orang diseberang tersebut. “Gimana kuliah lo? Lancar gak?”

“Lancar jaya aja lah, elu sendiri gimana kerjaan elo di amerika? Udah dapet cewek sono belom?” tanya gua.

“Kerjaan gua mah baek-baek aja. Ya dapet lah gua cewek sono. Cantik banget, Raff. Elu pasti bakalan terkesima dah sama cewek gua. Gimana si Gadis? Kapan lo nikahin tuh anak?”

“Hahaha, ada-ada aja lo. Masih lama lah gua nikah sama dia. Elu dimana sih? Kok ribut amat?”

“Gua lagi otw ke apartermen gua, di pinggir jalan nih, emang ribut sih. Elu lagi dimana?”

“Gua lagi di puncak nih, liburan.”

“Asik dah lu, liburan ke puncak. Nyewa jablay gak lo disana?”

“Kagak lah, hahaha...”

“Eh, gua ada kabar nih buat elu, minggu depan gua balik ke Indonesia!”

“What?!” Gua berseruh antara terkejut dan senang. “Elu ke Jakarta!”

“Iya, gua cuti dulu dari kerjaan sekalian nyari tempat kerja di Jakarta. Homesick banget gua dia Amerika. Kan gua kangen elu, nyet.”

“Hahaha... sama gua juga kangen sama elu nyet. Ya bagus deh. Gua dukung lo kerja di Indonesia.”

“Ya udah-ya udah, nanti pas gua mau balik ke Jakarta gua kabarin elu, biar elu jemput gua. okay!”

“Okay, bang! Gak sabar gua main smack down lagi sama elu, hahaha...” kata gua riang gembira.

Dan percakapan kitapun berakhir dengan bahagia. Gua cengar-cengir terus karena mendapati kenyataan bahwa abang gua bakalan kembali ke Indonesia setelah 4 tahun tinggal di New York. Terus-terusan gua senyum-senyum sendiri sampai Evan masuk ke kamar gua.

“Eh, makan malam udah siap tuh, yuk makan. Elu udah kelar rapiin tempat tidurnya?”

“Udah nih. Ya udah yuk.” Kata gua.

Kita berdua meninggalkan kamar bersama.

“Betewe, tadi elu abis teleponan sama siapa?” tanya Evan seraya mendekati meja makan.

“Sama abang gua.”


http://verterusvoso.blogspot.com/


Gua lagi berendam dengan air hangat di bathube. Menikmati kehangatan, ketenangan dan kenyamanan gua saat ini. Lalu mendadak Evan muncul dengan telanjang dan ikutan masuk ke bathube. Pengganggu.

“Aaaaah, enak banget.” Kata Evan begitu seluruh badannya terendam air hangat.

“Elu ganggu orang aja lu.” Kata gua.

“Yeeee... harusnya elu seneng, gua temenin mandi. Elu gimana sih, hyung.” Kata Evan.

“Elu ganggu kenyamanan dan kesenengan gua, soalnya.” Kata gua.

“Seneng kenapa lo? Si Gadis nelepon?”

“Bukaaaan, ya tadi itu lo, abang gua. Dia nelepon, dia bilang minggu depan dia mau balik ke Jakarta.” Kata gua.

“Abang kandung lo?” tanya Evan.

“Iya.”

“Siapa namanya?”

“Alex.”

“Oooooh, untuk alasan apa dia balik ke Jakarta?”

“Katanya mau cuti, sekalian mau cari tempat kerja di Jakarta.”

“Ooooh...”

Lalu kita diam sejenak sampai Evan kembali membuka pembicaraan dengan topik baru.

“Gimana elu sama Gadis? Dia udah nelepon elo?”

“Belom.” Gua menjawab dengan agak malas.

“Elo udah nelepon dia?”

“Belom.”

“Hahaha... udah putus aja dah kalian berdua. Gak jelas gini hubungan kalian.” Kata Evan.

Gua tampak diam sejenak, disatu sisi gua merasa jalan yang terbaik untuk semua ini adalah memutuskan hubungan dengan Gadis, namun disatu sisi gua masih sayang sama Gadis dan gua merasa diapun begitu. Jadi gua gak bisa mutusin dia.

“Bagaimana perasaan elo sama gua, hyung?” tanya Evan tiba-tiba.

“Hah?”

“Perasaan elo sama gua gimana?”

“Sama aja kaya kemaren-kemaren.”

“Maksudnya?”

“Ya gua sayang sama lo.”

“Owh, oke. Sekarang, gimana perasaan elo setelah pernah having sex sama gua?”

“Hmmm... pertanyaan yang sulit.”

“Elu suka?”

Gua diam sebentar menatap Evan yang tampak manis didepan gua. Gua gak bisa menyangkal kalo gua emang menyayangi Evan sebagai teman gua. Gua juga gak menyangkal dibalik rasa bersalah gua karena telah bercinta dengan orang lain ditambah orang lain itu adalah pria, gua menikmatinya. Namun untuk dibilang gua menyukainya... ceritanya belum sampe situ.

“Belum.” Jawab gua mencoba bijaksana.

Evan tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepala. Lalu dia beranjak dari bathube dan mengeringkan diri, lalu keluar dari kamar mandi. Meninggalkan gua kembali sendirian.

Gua masih berendam selama kira-kira 10 menit sebelum akhirnya memutuskan untuk keluar dari bathube dan mengeringkan diri. Begitu keluar kamar mandi, gua mendapati Evan tiduran telanjang di kasur, dan langsung menoleh ke gua begitu gua keluar dari kamar mandi.

“Katanya belum suka kan.” Evan berkata.

Gua hanya diam saja tidak bereaksi apa-apa.

“Kita coba lagi aja, siapa tahu nanti mulai suka.” Evan menatap gua sambil tersenyum dan tangan kanannya memegang sebungkus kondom. “Naik lu!”

Gua melepaskan handuk gua dan berjalan telanjang menaiki kasur. Mencoba menikmati kembali sensasi seks yang tidak biasa bagi gua ini. Merasakan sensasi dihisap, dijilat, dicupang, dicium dan mengagahi. Menyaksikan Evan memasang kondom ke penis gua yang sudah tegang, lalu gua secara perlahan tapi pasti memasukan penis gua kedalam lobang pantat Evan. Menyaksikan teman gua itu merasakan perih namun kemudian mulai menikmati. Merasakan desiran adrenalin, lembab keringat yang membasahi kulit.

Gua dan Evan kembali bercinta malam ini.


http://verterusvoso.blogspot.com/


Gua baru saja mandi, sementara Evan baru saja dari rumah penjaga vila ini untuk mengurus urusan mengenai vila ini. Ia kembali tidak lama kemudian dan langsung mandi begitu tiba.
Liburan gua dan Evan nambah sehari, yang seharusnya kemaren kita baliknya, jadi hari senin siang ini. Gua dan Evan sepakat untuk pulang hari ini karena besok kita ada kelas 2 mata kuliah, jadi rugi rasanya kalo sampai nggak masuk. Begitu tiba di vila Evan langsung menanggalkan pakaiannya di kamar secara sembarangan dan mandi tanpa menutup pintu. Mungkin dia berharap gua akan tergoda melihat ketelanjangannya dan ikut masuk kedalam dan mandi lagi bersamanya, namun kali ini dengan seks. Sayangnya itu tidak akan terjadi, karena tadi pagi Evan sudah menghisap penis gua beberapa saat begitu mata gua melek dari tidur. Yang awalnya gua agak keget, namun lama-kelamaan gua menikmatinya. Cukup 15 menit yang diperlukan sampai sperma gua berpindah dari dalam penis gua kedalam mulut Evan. Dan dia menelannya, ew, jijik banget ih. Apa enaknya sih?

Gua juga gak mau ngeberesin pakaian-pakaian bekas dia pake, biarin aja dia nanti yang mungutin sendiri tuh baju-bajunya. Gua pergi ke ruang tamu untuk menonton TV. Menikmati tayangan berita siang hari.

Lagi tenang-tenangnya gua nonton tiba-tiba ponsel gua berbunyi. Ada sebuah panggilan, dan begitu gua melihat siapa yang nelpon gua, jantung gua rasanya berdebar-debar. Gadis yang nelpon.

“Halo...” Gua akhirnya menjawab setelah beberapa saat gua mengatur nafas dulu supaya suara gua terdengar cool dan tenang.

“Kapan kamu ada waktu. Kita harus bicara.” Kata Gadis yang juga sama tenangnya dengan gua. Jangan-jangan dia juga ngatur nafas dulu kalo sebelum nelpon gua, hihihi...

“Bicara soal apa?”

“Soal hubungan kita.”

Dada gua terasa seperti ditonjok ketika Gadis mengatakan itu. Hubungan ini akan benar-benar ditentukan bagaimana akhirnya.

“Oh... hari rabu. Jam 3 sore.”

“Oke, aku bisa. Nanti aku akan kabarin dimana kita ketemunya.”

“Oke.”

Gadis langsung menutup teleponnya tanpa mengucapkan kata perpisahan seperti “Bye” atau “Love you.”

Gua terdiam, mulai galau. Apa benar hubungan gua dan Gadis akan segera berakhir. Apa yang nanti bakalan kita omongin besok adalah soal mengakhiri hubungan? Semua ini bener-bener membuat gua galau. Wanita yang gua sayangi sejak gua SMA kini mulai menjauh dan terancam akan berpisah dari dari gua. Gua berada dalam dilema besar. Disatu sisi gua sangat menyayangi Gadis, namun disisi lain akhir-akhir ini hubungan gua dengan Gadis mulai renggang. Kita lebih sering berantem daripada ketawa. Gua merasa pasrah. Jika Gadis masih akan tetap mempertahankan hubungan ini, maka gua akan bersyukur terhadapnya, namun jika Gadis memutuskan untuk mengakhirinya, maka gua tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menerimanya. Ah, gua galau jadinya.

Evan keluar dari kamar dalam keadaan sudah rapi. Gua bangkit dari kursi untuk melihat kedalam kamar.

“Apa, lo kira gua bakalan biarin tuh baju disitu selamanya. Ya enggak lah.” Kata Evan, ketika gua melihat ke dalam kamar yang sudah rapih. Pakaian tadinya yang dia buang sembarangan kini sudah lenyap, entah pindah ke tong sampah atau ke tasnya si Evan, tapi sepertinya sih ke tasnya si Evan.

“Hahaha,” gua ketawa maksa. “Gua kirain bakalan lo tinggalin disitu, hahaha...”

“Nggak lah.” Kata Evan. “Ya udah yuk, kita berangkat. Mau makan siang dimana nih?”

“Gampang lah, kita cari aja yang dipinggir jalan.” Kata gua sembari memimpin keluar dari vila.

Kita menaiki motor Satria F gua dan melaju meninggalkan vila tersebut. Meninggalkan nikmatnya puncak, meninggalkan pengalaman yang luar biasa baru bagi gua. Berada di puncak adalah saat-saat dimana gua dan Evan berada di’puncak’ hubungan gua sebagai teman ataupun lebih. Motor gua terus melaju disiang yang sejuk ini. Dan kembali, selama perjalanan, si Evan ngomoooong terus.



Bersambung ke Chapter 14

Saturday, October 15, 2011

R A F F A + E V A N : Chapter 12



Chapter 12

Sebentar Lagi Evan Ulang Tahun




“Raff, mulai sekarang elu gua kasih nama panggilan khusus dari gua ya...” kata Evan ketika pada suatu kebetulan yang kesekian kali gua dan Evan melek bersama jam setengah 5 pagi. Evan baru mulai rutinitas lari paginya jam 5 pagi, jadi sambil nunggu waktunya si Evan untuk berlarian di jalan Jakarta, kita berdua ngobrol bersama.

“Apaan?” tanya gua yang tiduran di kasur seberang.

“Hyung...”

“Hah? Apaan tuh? Papa?” tanya gua nggak ngerti.

“Yeee, blo’on, Hyung itu artinya kakak laki-laki. Itu tuh bahasa korea. Elu tuh udah lama jadi fans artis-artis korea masa masih nggak tau juga Hyung artinya apaan.”

“Lah trus untuk apa lo bikin-bikin nama panggilan segala buat gua?”

Evan kini merubah posisinya dari tiduran jadi duduk di kasurnya. “Gini loh, pertama karena umur gua satu tahun lebih mudah dari elu. Itu menjelaskan kenapa gua lebih imut dan lebih manis dari elo.”

“Kalimat pertama gua setuju. Kalo kalimat keduanya sangat tidak sesuai dengan kenyataan, dan tidak ada hubungannya!”

“Mata lo buta, kalo gitu.” Kata Evan yang langsung kecut, namun ia terus melanjutkan. “Alasan kedua karena itukan biasanya panggilan sayang, hehehe... jadi ini panggilan sayang gua buat elu, Raff.”

“Hiih, ada-ada aja lo.”

“Yeee, Raffa, elu harus bangga gua panggil Hyung, itu artinya gua menganggap elu kakak gua, yang paling gua sayang malah. Jarang-jarang loh ada cowok yang gua panggil Hyung. Harusnya bagi lo ini bisa disebut sebagai suatu pencapaian luar biasa.”

“Hahk?” gua melongo kaya orang bego. Pencapaian luar biasa? Luar biasa dari mananya?

“Itu juga sebagai panggilan sayang buat Raffaku yang malas ini.” Evan cengar-cengir.

“Hih, enggak dah. Mendingan elu panggil gua pake nama aja.”

“Yeee... si Hyung ini.”

“Udah lu sana siap-siap sana, ntar lagi elu kan mau lari pagi. Siap-siap dah lo sana. Gua mau lanjut tidur.”

“Hyuuuung...”

“Oh ya, jangan lupa nasi uduknya, okay! Gua tidur dulu, dadaaaa...!”

“Hyung!” Evan berseru memanggil gua dengan nama baru gua.

Ih gua males banget dah dipanggil-panggil begituan. Males ah gua jawab.

“Hyung!”

“......” gua diemin aja terus.

“Hyuuuung....” suara Evan kini berubah menjadi memelas semi anak manja.

Aduuuuuh, malesin banget sih dipanggil begituan.

“Hyuuuuung...”

“......”

“Hyuuuung... jawab kek kalo dipanggil. Nggak sopan nih.”

Gua masih terus fokus untuk pura-pura tidur. Namun Evan terus menerus memanggil gua dengan nama Hyung berkali-kali. Sampai akhirnya gua merasa dia nggak bakalan berenti sampai gua menyahut.

“Hyuuung...” kali ini panggilannya sudah sampai level super memelas full anak manja.

“Apaaa.” Gua akhirnya menjawab, biar diem tuh anak. Capek gua dengerin dia meong mulu kaya kucing.

“Nah gitu dong dijawab kalo dipanggil. Makin sayang deh gua sama lo, Raff.” Kata Evan kembali ceria.

“Van, kalo begitu gua juga punya panggilan sayang buat elu.” Gua berkata dengan mata masih tertutup. Kali ini mencoba fokus untuk tidur beneran.

“Ih yang bener, Hyung! Asik-asik-asik... Hyung emang the best lah.” Evan tampak kegirangan mengetahui gua punya panggilan sayang buat dia. “Apa panggilan sayang buat gua?”

“Omma.”

Bantal mendarat di muka gua. “Bangsat!”

Gua tersenyum sambil memeluk tidur bantal hasil lemparannya si Evan.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Memasuki bulan april cuaca Jakarta tampak panas memanggang. Gua dan Evan tidak henti-hentinya saling berkomentar mengenai panasnya kota Jakarta dan sumpeknya hidup di Jakarta selama perjalanan menuju kampus di siang hari.

Bersyukur begitu masuk kelas suasana langsung berubah jadi sejuk. AC kampus emang kayanya lagi bagus-bagusnya nih. Mata kuliah teori komunikasi tampak membosankan jika diajarkan oleh dosen yang satu itu. Ngejelasin kaya orang ngelamun bikin yang denger jadi ngantuk. Makannya selama dia ngajar gua sama Evan malah main gaplek dibelakang berempat sama Margo dan Misca. Nggak bakalan ketahuan orang tuh kelas penuh banget dan kita duduk paling belakang.

Setelah selesai kuliah jam 1 siang, gua, Evan—maksud gua omma, Margo dan Misca berkumpul di kantin kampus bersama Nanda. Kita bersama-sama makan siang. Biasalah abis makan siang kita ngobrol-ngobrol sembari nunggu makanan turun dan sembari merokok.

“Eh UTS mulai tanggal berapa sih?” tanya si Margo sambil menyalakan Class Mild-nya.

“Katanya sih mulai tanggal 20 gitu deh. Gila ya, cepet banget udah mau UTS aja.” Kata Nanda. “Kita walaupun beda fakultas, tanggal ujiannya samaan kan?”

“Iya, sama, kita juga mulai UTS tanggal 20 juga.” Kata si Misca.

“Gila berarti dua minggu lagi dong.” Kata gua sambil menghembuskan asap rokok dengan penuh kenikmatan.

“Iya dua minggu lagi, abis UTS, terus UAS deh, gila cepet amat dah nih tahun.” Kata si Misca.

“Betewe jangan lupa ya... sabtu besok ada orang ganteng yang ulang tahun.” Evan tiba-tiba angkat bicara dan langsung mengalihkan topik, walaupun ada kaitannya beberapa persen, cuma tetep aja.

“Hah? Ulang tahun? Gua mah ulang tahunnya bukan sabtu besok.” Kata Margo.

“Iya, gua juga ulang tahunnya masih lama. Siapa yang ulang tahun?” Kata gua.

“Ngehe lo berdua. Yang gua maksud itu orang ganteng ya, bukan orang-orang sawah.” Kata si Evan.

“Elu sabtu besok ulang tahun, Van?” tanya si Nanda.

Evan langsung memasang wajah paling manis kepada Nanda. “Iiiiih, Nanda pinter deh.” Kata Evan semanis madu.

“Oh sabtu besok elo ulang tahun, Van. Yak ampuuuun... asik dong, kita makan-makan.” Kata Margo.

“Asik-asik-asik... Sushi Tei dong, Van.” Kata Misca. “Kalo nggak Chiken Story aja, gapapa deh.”

“Tenang-tenang-tenang...” kata Evan sok kalem. “Kalian nanti bakalan gua traktir... Mie Pangsit.”

“YEEEEEEEEE...!” Kita serentak bersorak nggak terima.

“Nggak elit banget sih elu Van traktirannya.” Kata si Nanda. “Lo kira kita karyawan pabrik Cuma dikasih Mie Pangsit.”

“Lah lagi kalian minta traktir nggak kira-kira. Lo kira gua berak duit apa.” Kata Evan.

“Tapi traktir dong, Van. Orang ganteng tuh nggak boleh pelit.” Kata Misca.

“Ntar gua traktir pokoknya kalian. Tapi nggak di Sushi Tei dan nggak juga di Chiken Story.”

“Nggak juga Mie Pangsit kan.” Kata gua.

“Nggak, Hyung, tenang aja.” Kata Evan sok kalem.

“Hyung?” Misca mengulangi. “Sejak kapan lo dipanggil Hyung, Raff?”

“Sejak seminggu yang lalu. Nih si kacrut ini yang nyiptain.” Jawab gua sambil menunjuk si Evan yang kini senyum-senyum cacingan.

“Set dah, udah ada panggilan sayang nih ceritanya dari Evan.” kata si Margo.

“Hahahaha... tambah mesra aja nih kalian berdua.” Sambung si Misca. “Kapan ke Belanda?”

“Apaan sih lo pada. Lo kira kita pasangan gay.” Kata gua.

“Eh kok jadi alih topik gini, ini masih soal ulang tahun gua yang harus diperingati secara penuh hikmat.” Kata Evan. “Pokoknya kalian semua harus ngasih gua kado! Ngerti!”

“Tenang, Van. Ntar lo gua kasih kado. Stok sempak di kamar gua masih banyak.” Kata si Margo.

“Ah ngehe lo. Gua juga banyak kancut, nggak perlu lagi lo kasih-kasih.” Kata si Evan.

“Tapi beneran ya, Van, nanti kita di traktir.” Kata Nanda.

“Beneeer.”

“Ya udah deh, nanti gua kasih kado buat elo Van.” Kata Nanda. “Eh gua mau masuk kelas dulu nih, sekalian mau ngadem, panas banget disini.”

“Sama, disini emang panas banget, gua juga mau ngadem ke kelas dulu ah. Masuk yuk.” Kata si Margo.

Dan kita pun beranjak dari kantin. Nanda menuju ke gedung yang berbeda dengan kita karena beda fakultas. Sementara kita masuk ke gedung dan langsung melesat ke lantai 9 dengan lift. Begitu keluar lift kita langsung masuk ke kelas dan duduk. Merasakan sejuknya AC meresap ketubuh.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gua dan Gadis saat ini semakin berjarak saja. Walaupun statusnya masih pacaran namun gua dan dia sudah mulai jarang berkomunikasi. Mungkin karena pertengkaran waktu di rumah Gadis kemaren-kemaren, sehingga secara nggak langsung membuat kita berdua untuk berjauhan dulu untuk sementara waktu. Untuk saling instropeksi diri. Komunikasi terakhir terjadi kira-kira beberapa hari yang lalu. Saat itu Gadis Cuma mau memberitahukan bahwa dia akan pergi bersama keluarganya ke Bandung untuk 2 hari, dan setelah memberitahu itu komunikasipun selesai.

Gua akui gua kangen banget sama Gadis. Semenjak pertengkaran itu kita berdua sudah tidak pernah bertemu lagi, karena sejauh ini hanya komunikasi via hape saja. Gua kangen have lagi kaya dulu, kangen jalan dan makan bareng dan nonton bareng dan karokean bareng. Hal-hal seperti itu bahkan sudah lebih dari dua bulan nggak kita lakukan karena kesibukan masing-masing ditambah peristiwa kemaren.

Semoga gencatan senjata ini tidak berlangsung lama. Karena gua nggak pengen kelamaan jauh-jauh dari si Gadis. Masa gua tiap hari ngeliatnya si Evan mulu, kan bosen. Bangun tidur yang gua liat si Evan. Mau tidur yang terakhir gua liat si Evan. Pulang kuliah seringnya barang Evan, berangkat kuliah juga bareng Evan. Makan bareng Evan. Ngobrol bareng Evan. Main Gaplek ada Evan juga ikutan. Nongkrong bareng Evan juga. Kapan ama gadisnyaaaa? Aduuuuuuuh.... Gadiiis, aku kangen kamu beb! Huhuhuhu...


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gua lagi fotokopi catetan temen gua besok sorenya, karena pada dasarnya gua males nyatet. Untung tukang fotokopian lagi sepi, jadi gua nggak perlu ngantri lama-lama. Cuma ada satu cowok yang lagi dilayanin jadi gua Cuma nungguin dia aja. Sambil nunggu gua membuka-buka catetan temen gua dan tanpa sadar cowok itu memperhatikan catetan temen gua ini.

“Bos, itu catetan Dasar-Dasar Fotografi ya?” tanya tuh cowok.

“Iya.” Jawab gua.

“Mau lo fotokopi?”

“Iya.”

“Gua ikutan dong, gua juga lagi nyari catetan dasfot.” Kata cowok tersebut.

“Oh ya udah, kalo gitu nanti dirangkap dua aja.” Kata gua.

Setelah cowok itu selesai fotokopi kini giliran gua, yang fotokopi. Yang tadinya Cuma fotokopi satu kini jadi fotokopi dua.

“Dosen fotografi lo siapa?” tanya gua, mengajak ngobrol sambil nunggu fotokopian.

“Pak Teguh.”

“Lah, sama dong. Kok gua nggak pernah ngeliat elo?”

“Elo kelas yang jam berapa? Gua yang jam 8 pagi.” Jawab si cowok tersebut.

“Ooooh, gua kelas yang jam satu siang. Pantesan nggak pernah ketemu, hahaha...” kata gua sambil nyengir kuda. “Dosennya ngebosenin ya, hehehe...”

“Setuju, cuy. Emang ngebosenin tuh dosen. Mana kalo kuliah on time mulu masuk ama keluar kelasnya.”

“Hahaha... iya-iya-iya.” Kata gua.

Fotokopian selesai dan begitu gua hendak membayar tuh cowok menahan gua, karena dia mau sekalian bayarin gua. Ya gua diem aja, lumayan tiga ribu buat beli batagor.

“Betewe nama lo siapa bos?” Tanya gua sambil bersama-sama meninggalkan fotokopian.

“Nama gua Aiga, tapi panggilnya Iga aja.” Kata cowok tersebut. “Kalo lo?”

“Gua Raffael.”

Si Iga itu agak terkejut begitu mendengar nama gua.

“Raffael?” tanyanya. “Nama lo Raffael?”

“Iya... kenapa?”

“Kaya nama temen gua, persis banget malah.” Kata si Iga.

“Oooooh, yang lo maksud itu mungkin si Rafael satu ‘f’ kali.” Kata gua mencoba membetulkan keadaan. “Kalo nama gua ‘f’nya ada dua.”

“Ooooh...” si Iga meng-o saja. “Tapi lo bilang lo tau Rafael yang satunya lagi. Maksud lo elo pernah ketemua dia, cuy?”

“Iya, udah lama juga sih. Malem-malem, dia pas mau kelas.”

“Dia sendirian apa bareng orang lain?” tanya si Iga.

“Sendirian.”

“Gemuk apa kurus banget orangnya?”

“Eeee... biasa aja.” Kata gua yang agak aneh ditanya-tanya serius begitu.

“Ooooh. Temen gua tuh. Dulu sempet akrab.” Kata si Iga.

“Ooooh... terus sekarang?”

“Udah mulai jarang bareng. Sempet ada slek gitu deh dulu.” Kata si Iga.

“Oooh...” gua Cuma bisa meng-o aja, abis mau gimana lagi.

“Udah punya pacar nggak dia sekarang?”

“Wah gua nggak tau tuh bos.” Kata gua emang nggak tau dan untuk apa pula gua harus tau. Cowok gitu loh, kalo cewek baru gua perlu tau dia udah punya pacar apa blom.

“Oh ya udah nggak apa-apa.” Jawab si Iga.

Dari kejauhan gua udah melihat Evan lagi duduk dibawah pohon sambil ngerokok dan ketawa-ketawa sama temen kampus gua yang lain. Tadi pas gua tinggalin di bawah pohon masih sendirian disitu, kenapa pas gua balik sepuluh menit kemudian dia udah ketawa-ketiwi sama orang?

“Bos, gua balik duluan ya, temen gua udah nungguin.” Kata gua.

“Oh ya udah, makasih ya.” Kata si Iga.

Dan gua pun berpisah sama si Iga, dia pergi entah kemana gua gak peduli. Begitu gua kembali ke pohon si Evan langsung pamit sama temennya dan nyamperin gua.

“Udah fotokopinya? Apa yang lo fotokopi, lama amat ampe mau setengah jam?” tanya si Evan sambil kita berdua jalan keluar kampus.

“Lebay lo, gak ada lima belas menit juga. Nah elu, gua tinggal bentar aja udah nemplok satu orang sama elu. Gimana gua tinggal satu hari, udah bikin sekte jangan-jangan lo.”

“Sekte orang ganteng pastinya, ya.” Kata Evan sambil cengengesan.

“Najis...”

"Enggak, tuh orang tiba-tiba nyamperin gua, yang udah deh gua ajak ngobrol." Evan mencoba memberi penjelasan.

"Ooooh... ngobrol apaan sama dia?"

"Itu... dia mau nanya, gimana caranya biar bisa masuk jadi anggota sekte orang ganteng bikinan gua."

"Najis..."

"Hahahah..."

Kita berdua terus berjalan kembali ke kosan.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gua baru aja pulang dari dinner di warteg. Begitu masuk kamar gua langsung tiduran di kasur. Sementara Evan dia ambil handuk dan pergi ke kamar mandi untuk bersihin muka dan sikat gigi. Begitu balik lagi lima menit kemudian dia pun tiduran di kasur seberang. Wah sepertinya malam ini gua pisah ranjang sama di Evan. Kemaren udah tidur pelukan sih, hahaha...

Inget-inget soal si Evan gua jadi inget soal ultahnya. Evan kayanya maksa amat buat dikasih kado dan gua bingung mau ngasih kado apaan ke Evan. Gua kasih kaos aja ya? Atau celana? Atau... berhubung Evan itu gay, apa gua kasih dildo aja? Hihihihi... tapi beli dimana, nggak mungkin pasar jualan dildo, wuakakakak... Apa gua beliin jam tangan, aaaahhh... iya jam tangan, jam tangan Evan kan udah gak ada lagi gara-gara digadain buat bayar taksi waktu dulu. Huhuhu, inget-inget itu jadi inget masa-masa gua lagi perang dingin sama Evan. wuakakakak... ya udah lah, gua beliin jam tangan aja. Pasti seneng dah tuh Evan gua beliin jam tangan, gua udah tau banget model jam tangan kesukaannya si Evan.

“Hyung, elu hari sabtu ama minggu ada acara nggak?” Tiba-tiba Evan bertanya dari kasur seberang.

“Nggak ada. Palingan di rumah aja.” Jawab gua.

“Bagus kalo gitu.” Kata Evan tampak gembira mengetahui gua nggak ada acara. “Ikut gua yuk ke puncak. Gua baru minjem kunci villa bokap dari abang gua. Kebetulan keluarga gua ada villa kecil-kecilan gitu dah di deket puncak pas.”

“Wah, asik dong.” Kata gua ikutan semangat, asik sabtu minggu gua nggak jadi bengong aja di rumah. “Kesana naek apaan?”

“Naik motor aja sih, elu di rumah ada motor kan?”

“Ada. Tapi gila aja dari Jakarta ke puncak naik motor. Jauh gila kan tuh.”

“Makannya kita ngobrol pas di jalan. Jangan diem aja. Kalo sambil ngobrol nggak bakalan terasa tuh perjalanan. Lagian elu lebay amat, banyak kok orang mudik dari Jakarta ke Jawa Timur naik motor. Mereka fine-fine aja tuh.”

“Ya udah, kalo gitu nanti kita naik motor.”

“Soal makanan dan minuman dan kebutuhan disana, tenang, gua yang ngurus. Tugas elu Cuma bawa motor aja, sama have fun disana. Okay, Hyung.”

“Sip kalo gitu.” Kata gua. “Trus, siapa aja yang ikut?”

“Cuma kita berdua doang.” Jawab Evan.

Zzeebbb!!!

“Apa, kita berdua doang?!” gua sedikit terkejut mendengar jawaban Evan. Berdua doang! Buset!

“Lah iya.”

“Nggak ngajak yang laen-laen. Siapa gitu, si Margo, Misca, Nanda.”

“Yeeee, gua niatnya ke puncak Cuma ngajak elu doang.”

“Buset dah, niat amat.”

“Yaaaa... itung-itung sebagai hadiah ultah gua lah. Pokoknya elu harus bisa ya. Oke, Hyung!”

"Iya, tapi..."

"Eeeeh, udah diem. Lo harusnya bersyukur udah gua ajak kepuncak gratisan, cuma bawa motor aja. Gua udah nyediain villa sama makan minum disana. Nggak usah banyak komentar!"

“Ya udah deh.” Kata gua menyerah.

“Okay, kalo gitu sudah kelar semuanya. Sekarang mari kita tidur.” Evan menutup pembicaraan secara sepihak dan langsung molor.

Sementara gua masih diam temenung. Buset dah, gua mau ke Puncak berdua doang sama Evan. Naik motor. Niat amat tuh anak pengen ke puncak. Kalo ke puncak rame-rame baru asik bisa seru-seruan, bakar-bakar jagung. Nah ini Cuma berdua doang, mau ngapain doang disana kalo Cuma berdua doang. Buset dah. Apa jangan-jangan disana kita bakalan.... eeearrrghhhh... anjriiiiittt!!! Lagi-lagi pengalaman baru!




Bersambug ke Chapter 13

R A F F A + E V A N : Chapter 11



Chapter 11

Kamu Tidak Sendiri





Gua dan Evan berkaroke ria berdua di kosan pada jam 11 malam. Dari jam 9 malam kita udah mulai nyanyi-nyanyi didalam kamar. Nggak perlu khawatir ada yang gedor pintu kosan kita karena ribut karena 85% penghuni kosan ini pada balik ke rumah masing-masing. Iya, ini hari sabtu dan gua serta Evan memutuskan untuk nggak pulang ke rumah masing-masing sabtu ini. Kamar-kamar disebelah itu pada kosong karena yang punya pulang ke rumahnya dimanapun rumah itu berada. Jadi kita bebas teriak-teriakan malem-malem.

Lagu yang dinyanyiin rata-rata lagu yang lagi ngetop sekarang. Gua dan Evan adalah pecinta musik easy listening, kita berdua nggak terpaku pada aliran musik tertentu. Selama lagu itu enak didenger ya kita bakalan suka nggak peduli yang nyanyi cowok, atau cewek, group band atau boyband. Kalo boyband gua lagi suka sama boyband-boyband korea. Kaya Super Junior, 2PM, MBLAQ, B2ST. Gua suka boyband korea itupun karena diracunin sama si Evan. Dia seneng banget muterin lagunya Super Junior yang judulnya “Sorry-Sorry”, bahkan dia sampe hafal dancenya. Jadi kalo lagu itu diputer terkadang si Evan suka ikutan joget pas reff-nya muncul.

Gua awalnya geli denger lagu-lagu begituan. Belum lagi dipikiran gua image boyband itu identik banget sama gay/biseks. Itupun diyakinkan lagi sama si Evan yang tiba-tiba menggosip disela-sela lagu “Sorry-Sorry”

“Lo tau nggak, Raff. Siwon Super Junior kan doan cowok juga.” Kata Evan tiba-tiba.

“Hah? Emang dia siapa?”

“Nih, anggota nih boyband yang nyanyiin nih lagu.”

“Ooooh...”

“Cakep loh!”

Gua tidak berkomentar lagi, karena antara males ngebahas dan bete juga. Kenapa setiap cowok lain si Evan dengan mudahnya bilang mereka ganteng, cakep atau imut. Sementara gua yang hampir tiap detik bareng mulu sama dia, nggak pernah sekalipun gua denger si Evan bilang gua ganteng. Menyebalkan!

Namun seiring dengan waktu, ditambah intensnya Evan muterin lagu-lagu korea, gua akhirnya perlahan-lahan mulai menyukai. Lagu “Sorry-Sorry” itu enak juga ternyata, lagunya 2PM yang “Hands Up” enak lo buat ajeb-ajeb, lagunya Wonder Girls yang “Nobody” seru juga buat lucu-lucuan. Maka semenjak itulah referensi musik gua mulai merambah ke negara korea. Gua sekarang malah hafal gerakan tarian Super Junior itu, tentu saja setelah dimentori oleh siapa lagi kalo bukan sama Kak-Evan-Yang-Enerjik-Sekali-Itu.

Dan malam ini setelah baru saja menyelesaikan lagunya 2NE1 – Lonely kita mendadak banting stir menyanyikan lagunya Hesty Damara – Menunggu.

“Sekian lamaaaa... aku menungguuuu... untuuuuk... kedatanganmu. Datanglaaaaaah.... kedatanganmu kutunggu...” Evan bersenandung penuh penghayatan dan kelebayan.

Setelah lagu dangdut kita beralih ke lagu pop. Sempurna-nya Andra and The Backbone kita nyanyikan berdua. Gua bermain gitar sementara Evan remes-remes botol aqua karena terlampau semangat nyanyi. Nyanyinya dia penuh penghayatan banget dan sambil natap-natap gua begitu, seolah dia lagi nyanyi buat gua. Ya biar sempurna sekalian gua ikutan aja nyanyi buat si Evan juga, wuakakakakak...

Sayangnya duet kita berdua terpaksa berhenti ketika gua menatap ponsel gua dikejauhan yang menyala-nyala dan bergetar. Ketika gua meraihnya dan melihat Caller ID-nya, ternyata Gadis yang menelepon. Namun sebelum gua jawab sudah dimatiin sama si Gadis, dan secara naluriah gua menelepon balik.

“Halo beb, kamu tadi nelepon ya?”

“Kenapa kamu nggak bales SMS aku?” Suara jutek Gadis menjawab telepon gua. Hati gua langsung jadi suram.

“Nggak tau.” Gua menjawab dengan lugu.

“EMANG HAPE KAMU TARUH MANA?!” Mendadak Gadis jadi meledak-ledak.

“Dikasur beb, Cuma aku bikin getar aja, aku lupa bikin normal lagi, tadi siang aku bikin getar pas mau nonton.”

“EMANG KALO BERGETAR AJA NGGAK ADA BUNYI GETARNYA? EMANG LAMPUNYA NGGAK NYALA-NYALA? OTAK KAMU DIMANA SIH?”

“Ya aku minta maaf deh beb, aku beneran nggak ngeh kalo hape aku tadi getar. Maaf ya.”

“Terus kamu udah baca sms aku?” suara Gadis mulai menurun perlahan.

“Emmmm... beeeluuuummm...”

“TUH KAN!!!” Bom Atom kini menghancurkan Nagasaki. “UNTUK APA KAMU TELEPON AKU NANYA-NANYA KENAPA SEMENTARA AKU UDAH SMS KAMU TAPI KAMU NGGAK BACA!”

“Aku tadi mau jawab telepon kamu tapi kamu udah keburu matiin, jadinya aku langsung cepet-cepet telepon balik, smsnya blum sempet aku baca.”

Evan tampak diam melongo melihat gua.

“GAK USAH DIBACA! APUS AJA TUH SMS, PERCUMA AKU SMS KAMU. DIBACA JUGA KAGAK.”

“Kamu kenapa sih marah-marah mulu. Nggak capek apa?”

“GIMANA AKU NGGAK MARAH, AKU DUA KALI SMS KAMU TAPI KAMU NGGAK BALES, AKU DUA KALI MISSCALL KAMU TAPI KAMU NGGAK JAWAB. SUPER SIBUK EMANG LO!”

“Aku tadi nggak tau, beb. Kalo tau pun aku pasti langsung bales, aku pasti langsung jawab.”

“AH ALESAN MULU LO, CAPEK GUA NGOMONG AMA LO!” telepon diputus.

Gua terdiam sejenak, kenapa akhir-akhir ini Gadis sering banget marah-marah, Cuma lupa bales sms aja gua langsung dimarahin. Jangan-jangan di bali dia di perkosa leak kali. Gua kemudian membuka sms yang masuk. Ada dua sms masuk dan itu dari Gadis.


Dari : Bebeb
Pukul : 22.02
Beb, bsk aku pulang
Jngan lupa ya jmput aku di bandara jam 4 sore.
Aku bwa oleh2 bwt kmu.

SMS berikutnya

Dari : Bebeb
Pukul : 22.14
Kmu kok gk bls sms aku sih?!!
Kmu bs gk jmput aku bsk?
Klo sibuk biar aku naik taksi aja : (


“Kenapa? Si nyonya marah-marah lagi?” tanya Evan.

“Iya,” gua menjawab sambil mengangguk lemah. “Marah-marah muluh tuh orang.”

“Lagi dapet kali.”

“Haha... bisa aja lo.” Kata gua sambil tertawa garing. “Ya udah, udah malem nih, tidur yuk.”

“Oh, Oke.”

Maka gua dan Evan pun berpisah ke kasur masing-masing. Mencoba melupakan galaunya malah ini dengan tidur dan menenangkan diri.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Hari Minggu adalah hari mencuci, dan hari ini giliran si Evan yang mencuci pakaian, dan kali ini gua nggak akan memberikan kelonggaran lagi buat dia. Udah 3 kali giliran dia yang gua gantiin. Alesannya ada aja. Sekarang, tidak ada ampun lagi. Tuh anak harus giliran nyuci baju gua. Minggu siang ini gua bisa dengan damai menikmati semilir angin di lantai 2 kosan sementara Evan menderita di kamar mandi... yang membuat orang lain menderita juga. Pasalnya, ruang cucinya lagi dibenerin dan mau nggak mau Evan terpaksa menjajah kamar mandi buat dijadikan lokasi cuci baju. Membuat orang-orang yang pengen make kamar mandi terpaksa pindah ke lantai bawah. Tuh anak dimana-mana selalu nyiksa orang, bikin orang ribet.

Sekarang masih pukul 12 siang, dan jam 2 nanti gua harus udah cabut buat jemput si Gadis. Dia minta di jemput jam 4 sore di bandara. Jadi saat ini gua masih bisa santai-santai sambil dengerin musik dan nikmati angin siang.

“Eh, Raff, tuh pacar lo bilangin dong, kalo nyuci itu jangan ngejajah kamar mandi. Gua mau boker jadi susah nih.” Si Misca ngomel-ngomel didepan pintu kamar gua.

“Wuakakakakak... elu pake kamar mandi bawah aja, sih...”

“Dibawah lagi ada yang make dodooool... aduh, sakit banget nih perut gua, bedebah emang si Evan itu. Bule gilaaaa...!!!” seru si Misca sambil meninggalkan kamar kos gua, sementara gua cekikikan.

10 Menit kemudian.

“Raff, elu yang nyuruh si Evan nyuci di kamar mandi ya?” tanya si Margo.

“Enggak, dia inisiatif sendiri.”

“Ah ngehe banget dah ah, gua pengen pipis jadi susah nih.”

“Ya elah, pipis aja ribet amat sih lo, elu keluar aja sana, cari pohon!”

“Bangsat, elu kira gua elu.”

“Wuakakakakak... ya udah sih, elu pake aja WCnya.”

“Ah males ah, ada si Evan.”

“Lah emang kenapa? Kan sama-sama cowok.”

“Kontol gua Cuma bisa dilihat sama istri gua nanti. Selain itu nggak boleh ada yang liat.”

“Najeeeees.... so eksklusif banget sih kontol lo!”

“Ah bawel lu, suruh cepetan si Evan tuh. Kesana lo!” perintah si Margo.

“Ya udah-ya udah, gua kesana.” gua menurut dan beranjak dari kamar gua.

Gua pun pergi ke kamar mandi yang terletak diujung lantai ini. Disana terlihat Evan lagi jongkok sambil ngucek-ngucek pakaian. Persis banget kaya pembantu, wuakakakak...

“IJAAAAAHHHH...!!! udah selesai blum nyucinya? Lama amat sih kamu nyuci, gak becus banget jadi pembantu.” Kata gua berlagak kaya majikan.

“Anjing lu.” Kata si Evan. “Elo sengaja ya naruh kaen kotor banyak-banyak. Gua itung-itung banyakan kain elo nih. Capek gua nyucinya.”

“Hahahaha... enggak kok, Van. Emang kebetulan aja lagi banyak baju kotor gua.” kata gua berbohong sambil cengengesan, gua menyelip ke WCnya untuk buang air kecil. “Jangan ngintip yaaaa... awaaaasss...”

Gua menurunkan celana gua dan mengeluarkan penis gua. Yakin 100% Evan pasti menatap kearah penis gua setidaknya sekali. Setelah itu gua kembali menyelip keluar dari kamar mandi.

“Abis nyuci kamu jangan lupa ngepel, masak sama benerin genteng, ya ijah!” kata gua sambil berjalan menjauh. “Jangan lama-lama di kamar mandi, majikan yang lain juga pengen make tuh kamar mandi. Ngerti!”

“ANJING LO RAFFAAAAAA...!!!” seru Evan dari dalam kamar mandi.

Gua tertawa terbahak-bahak sambil kembali ke kamar.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Evan dengan muka kelelahan akhirnya ke kembali ke kamar dan langsung rebahan di kasurnya.

“Hah, akhirnya kelar juga gua nyuci.”

“Gimana? Capek? Hahaha...”

“Ya capek lah.”

“Hahahah... emang enak, tuh biar rasa lo tuh. Kemaren-kemaren gua mulu yang nyuci baju lo. Hahahah...”

“Badan gua jadi pegel gini nih.” Kata Evan kelelahan.

“Wuakakakakak... emang enak, sukuriiiin...”

“Pijitin gua lu!”

“Hah?!” Kebahagian gua secara mendadak dirampas hilang oleh kata-kata Evan barusan. “Enggak! Enak aja lo.”

“Heh kunyuk, lo udah janji ya. Dulu elo udah janji bakalan mijitan gua sebagai balas jasa gua udah mau nemenin elo di kosan pas si Gadis dateng. Lo lupa?”

Secara cepat pikiran gua ber flash back ke masa-masa dimana gua pernah berjanji seperti itu, dan tidak diduga hari itu akhirnya datang juga. Evan menuntut janji gua. Tidaaaakkk...!!!! kenapa lagi-lagi gua yang harus sengsara.

“Sekarang... lo... pijit... gua.” Evan berkata dengan mata tajam menatap gua.

Shit!


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


“Van, nggak mesti bugil juga kali.” Kata gua ketika baru saja menutup dan mengunci pintu kamar kos dan melihat Evan sudah tiduran bugil di kasurnya.

“Yeeee, dimana-mana juga begini.” Evan sudah tidur tengkurap di kasurnya. “Udah cepetan pijit gua. Pegel nih badan.”

Gua pun mendekati Evan sambil membawa minyak.

“Gini nih, yang bikin cucian gua jadi banyak kaya tadi. Elu ngapain sih ngotor-ngotorin baju aja.” Kata Evan sambil menatap gua yang masih berpakaian lengkap. Celana pendek dan kaos. “Lepas tuh celana sama kaos!”

“Yaaaa...” kata gua mengiyakan.

Gua pun menanggalkan celana dan kaosnya sehingga menyisakan boxer saja. Dan berikutnya gua mulai memijat Evan. Dimulai dari punggung lalu ke leher, lalu ke pundak. Lalu kepunggung lagi, lalu kepinggang.

“Aaaaah... enak Raff. Manteb dah pijitan lo.” Kata Evan.

Gua tersenyum, sedikit bangga, ada bakat juga gua jadi tukang pijit, hahaha... bagian pantat gua skip, karena menurut gua tidak perlu, gua langsung loncat ke bagian paha dan betis, lalu paha lagi, lalu betis lagi. Sampai kemudian mendadak si Evan berkomentar.

“Woy pantat gua jangan lo lewatin! Itu juga pegel tuh.”

Akhirnya mau nggak mau gua memijit bongkahan pantat Evan yang padat tersebut. Nggak lama-lama karena gua males. Lalu gua kembali memijit punggung dan pundak sampai mendadak Evan membalikan badan. Dan gua kaget.

“Set, Van, lo konak ih!” kata gua geli.

“Itu wajar Raff. Udah biasa cowok kalo pijit konak. Ah elu ketahuan banget nih nggak pernah ke panti pijat.”

“Berarti elu udah sering banget dong ke panti pijat?” tanya gua.

“Nggak sering lah, Cuma beberapa kali. Dan itu emang untuk-mijat-saja! Nggak ada macem-macem.” Kata Evan.

“Kenapa nggak minta plus-plus?”

“Kalo yang mijat cewek, elo udah tau kan alasannya kenapa. Kalo yang mijat cowok, rata-rata tampangnya standar semua. Jadi gua nggak ada minat. Ya udah, lanjutin lagi gih mijitnya.”

Disinilah gua mulai risih. Dimulai dari mijit dada bidang Evan yang putih kecokelatan, lalu berpindah ke perut, langsung turun ke bagian paha. Namun mau nggak mau gua akhirnya memperhatikan penis Evan yang konak tersebut. Nggak disunat sama seperti gua, berwarna cekelat dan panjangnya, hmmm... lumayan lah sekitar 16 cm-an. Beda satu senti sama gua, hahaha... bulu jembutnya ada namun tidak berantakan. Kedua bijinya besar-besar. Udah, sampe disitu aja gua bisa deskripsiin.

Setelah bagian depan selesai gua pun menyudahi dan mulai merapihkan peralatan.

“Raff, nggak dapet plus-plus nih?” tanya Evan.

“Ah najis lo, nggak ada.”

“Ya elah, tanggung amat. Udah konak nih.” Kata Evan.

“Nggak ada-nggak ada-nggak ada!” kata gua.

“Cuma dikocoking doang deh. Kasian nih, udah bangun tapi nggak dilayanin.”

“Ya lo kocok aja sendiri.”

“Raff... sama temen sendiri nggak boleh pelit lah. Itu-itung sekalian. Elu tuh udah gua cuciin baju lo ya, yang banyak banget itu. Lo nggak kasian apa sama gua.” Evan berkata sambil tangannya bermain-main di penisnya. Kelewatan nih anak.

“Nggak ada hubungannya, Van.”

“Raff...”

“Enggak!”

“Raaaff...”

“Enggaaaak...!”

“Ayolaaaah...”

“Nggak-nggak-nggak...!”

Gua bersikukuh merapihkan semuanya peralatan memijat dan hendak mengenakan kaos. Namun Evan terus berusaha.

“Raffaaa... Pleaseeeee....” Evan menunjukan muka memelasnya. Hahaha... lucu banget. Karena gua tau sifat Gadis, gua yakin Gadis ketika liat muka memelasnya Evan bakalan nyerbu Evan dan nyubitin pipinya si Evan sangkin gemesnya. “Yang mijat kan sebagai pembayaran janji lo. Nah yang ini sebagai upah gua udah nyuci semua baju kotor lo yang segudang itu.”

“Enggak ah, Van.”

“Raaaaff... please-please-pleaseeeee...” Evan lagi-lagi menampilkan muka memelasnya yang bener-bener bikin gua nggak tega.

“Haaaah, ya udah.” kata gua akhirnya menyerah pada muka memelasnya si Evan. “Yang cepet ya!”

“Asiiiiiik...”

Gua akhirnya kembali duduk didekat Evan dan untuk pertama kalinya gua memegang penis Evan dalam keadaan tegang. Keras! Lalu gua mulai mengocok penis Evan. Evan tampak menikmatinya. Kedua tangannya ia letakan di bawah kepala dan matanya tertutup dengan mulut mendesah-desah. Gua sejenak memperhatikan posisi Evan seperti itu dengan segala kelebihan fisik yang ia punya. Wajah tampan, kulit bersih, tubuh atletis, penis lumayan, jika Evan straight gua yakin 1000% nggak ada cewek yang bakalan nolak cowok macam si Evan ini. Apa lagi dengan keadaan Evan yang sekarang ini, cewek bakalan rela deh diapain aja. Namun sayangnya Evan gay, sehingga sangat kecil kemungkinan Evan untuk tertarik baik secara seksual maupun perasaan kepada wanita.

Padahal gua udah bilang cepetan, tapi ternyata butuh 10 menit buat Evan supaya dia bisa mengeluarkan spermanya. Begitu spermanya hendak keluar Evan tiba-tiba mengejak dan tertembaklah cairan putih itu ke udara. Sebagian luber ke tangan gua, yang membuat gua jijik seketika. Yeaaakks... peju orang ih. Begitu dirasa selesai buru-buru lah gua ngambil tisu yang banyak dan membersihkan tumpahan spermanya Evan.

“Raff, bagi tissu dong.”

Gua memberikan beberapa helai tisu ke Evan, Evan langsung membersihkan sperma-sperma yang berceceran. Setelah itu ia langsung memakai celana pendeknya. Sementara gua keluar dari kamar kosan dan menuju kamar mandi.

Begitu gua balik rupaya Evan sudah tidur. Gila, cepet amat tidurnya, perasaan gua Cuma 5 menitan di kamar mandi.
Evan tidur dengan wajah damai, seakan gua baru saja memberikan kedamaian pada dirinya. Gua berjalan kedekat kasur Evan dan tidur tengkurap didekat kasur Evan. Mata gua menatap wajah Evan yang sedang tertidur. Gua terdiam lama menatap teman gua yang satu ini.

Kalo diperhatikan Evan manis juga ya (shit! Kenapa gua ngomong begini?), wajahnya bersih, cakep (oh my God, kenapa gua bisa bilang begitu?). Kalo tidur Evan imut banget (Kenapa? Kenapa? Kenapa gua bilang begituuuu?!) apa lagi pas memelas tadi, wajahnya lucu dan menggemaskan, bikin gua rela melakukan sebuah tindakan yang tidak pernah gua lakukan sama sekali sebelumnya. Dia menggemaskan waktu memelas tadi (Shit! Shit! Shit! Kenapa gua jadi seneng mandangin Evan beginiiii?!)

Gua harus menjauhkan pikiran–pikiran ini, ini nggak boleh dibiarin, masa gua jadi suka sama Evan sih? Ah nggak mau ah. Gua melihat jam dan sudah menunjukan pukul dua kurang lima belas menit. Lebih baik gua bersiap-siap untuk menjemput Gadis. Dua jam perjalanan dari kosan sampai Soekarno-Hatta gua rasa cukuplah. Maka gua mandi dan bersiap-siap. Setelah rapih guapun berangkat menuju bandara dengan menggunakan taksi. Meninggalkan si Evan yang manis itu sendiri di kosan (Anjrit, kenapa lagi-lagi gua bilang Evan manis?!)


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Bangsaaaat! Jakarta Macetnya gila-gilaan! Ada apa sih di Jakarta, baru 5 kilometer jalan taksi gua udah kena macet! Nih apa jangan-jangan Presiden lewat lagi. Kalo presiden lewat kan biasanya Cuma bikin sengsara pengendara aja. Sekarang udah jam setengah 4 namun taksi gua pun masih mentok di persimpangan Semanggi. Masuk tol cengkarengpun belooom! Kacau ini! Bisa marah kuadrat si Gadis pas gua sampe.

Akhirnya gua tiba di bandara jam 5.20 sore. Gila, 3 jam 20 menit perjalanan gua! Disana Gadis sudah tampak bete luar biasa. Begitu gua keluar dari taksi langsung aja gua samperin Gadis.

“Beb, kamu udah lama ya nyampenya? Sorry ya aku telat, Jakarta macet banget.” Kata gua sambil mengangkut koper Gadis dan tambahan satu tas lagi yang beratnya hampir sama dengan berat koper.

Gadis langsung saja masuk kedalam taksi tanpa menanggapi gua. Setelah meletakan tas dan koper dibagasi gua masuk kedalam taksi. Selama perjalanan kita berdua hanya diam saja.

Setibanya di rumah Gadis, setelah membayar ongkos taksi yang mahalnya gila-gilaan, gua pun harus bersusah payah membawa tas dan koper si Gadis ke dalam kamarnya yang berada dilantai. Setelah itu gua turun dan melihat Gadis di ruang tamu sedang duduk.

“Masih marah? Kamu kenapa sih marah terus?” tanya gua sambil duduk disampingnya.

“Aku tuh bingung sama kamu. Apa susahnya sih untuk datang tepat waktu?”

“Jalanan macet banget beb, kan kamu tadi liat sendiri.”

“Emang kamu nggak bisa berangkat lebih cepet? Aku tuh udah mau dua jam nungguin kamu di bandara kaya orang bego. Kenapa sih kamu nggak pernah bisa diandelin? Kalo punya otak tuh dipake!”

“AKU TUH UDAH BERANGKAT DARI JAM 2 KURANG SUPAYA PAS KAMU KELUAR PESAWAT NGGAK PERLU NUNGGU AKU LAGI. TAPI DI JALAN TADI MACET BANGET. KAMU JUGA UDAH LIAT!” Akhirnya gua meledak marah karena capek, stress dan kesal dimarah-marahin terus.

“JALANAN JAKARTA EMANG BIASANYA MACET!” Gadis jadi ikutan meledak marah.

“NENEK JUGA TAU KALO JAKARTA EMANG SELALU MACET, PAS KIAMAT DOANG JAKARTA BARU NGGAK MACET. TAPI AKU NGGAK TAU KALO MACETNYA BAKALAN SEPARAH TADI!”

“TERUS AJA KAMU CARI ALASAN!”

“AKU CAPEK SAMA KAMU, AKU SELALU BERUSAHA UNTUK BISA KAMU ANDALKAN, TAPI KAMU NGGAK PERNAH BISA MENGHARGAI USAHA AKU. KAMU NGGAK TAU BAGAIMANA AKU BERJUANG SUPAYA BISA ADA KALO KAMU BUTUH. TAPI KAMU BISANYA CUMA MARAH-MARAH AJA!” Gua udah nggak bisa lagi dimarah-marahin terus. Gua capek dan bete selalu jadi orang yang dipersalahkan. “AKU PACAR KAMU, BUKAN PEMBANTU KAMU. AKU JUGA PUNYA KEHIDUPAN DAN KEGIATAN LAIN, NGGAK CUMA SAMA KAMU AJA. TAPI AKU SELALU BERUSAHA UNTUK PRIORITASIN KAMU. TAPI KAMU NGGAK PERNAH NGERTI ITU! AKU CAPEK DIMARAHIN TERUS SAMA KAMU!”

Gadis akhirnya hanya diam saja. Dan gua juga akhirnya diam saja dan nggak mau melanjutkan marah gua. Lima menit kemudian karena males dalam situasi gencatan senjata gini dan gua juga capek dan lelah, gua akhirnya memutuskan untuk pulang.

“Aku pulang dulu. Kamu jangan lupa makan malam.” Kata gua sambil berdiri dan beranjak pergi.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gua tiba di kosan pada malam hari dan mendapati Evan tidak ada. Aduuh, kemana sih tuh orang, gua lagi pengen ditemenin sama dia, tapi dia malah ngilang. Gua telepon-telepon malah nggak diangkat-angkat. Kenapa lagi nih orang.

Lengkap dah penderitaan gua malam ini. Abis berantem sama Gadis, sekarang gua tidur sendirian di kosan. Ya udah lah kalo gitu mendingan gua tidur aja.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gua lagi online facebook ketika Evan akhirnya kembali ke kosan pada jam 9 malam. Mukanya lecek amat pas dia dateng, gua yakin pasti dia lagi ada masalah.

“Abis dari mana, Van?” tanya gua ketika Evan duduk di kasurnya dan mulai melepaskan kaos.

“Abis dari apartermen abang gua, kemaren gua disuruh kesana.” Jawab Evan sambil tidur-tiduran.

“Kok kemaren gua telepon-telepon nggak diangkat, Van?”

“Lagi males ngangkat kemaren.”

Gua mematikan laptop gua untuk bisa fokus sama Evan.

“Elu kenapa sih, Vaaan? Ada masalah? Elu bisa cerita kok sama gua.” kata gua.

“Nggak ada apa-apa kok, Raff. Nyantai aja lagi.” Jawab Evan.

“Nggap apa-apa gimana, muka lo aja lecek gitu.”

“Ini belum disetrika.”

“Ah elu Van, masih aja bercanda, hahaha... Serius dong, elu lagi ada masalah?”

Akhirnya Evan duduk menghadap gua, ia mulai bercerita.

“Gua tadi abis dari apartermen abang gua. Elu tau kenapa gua kemaren disuruh kesana? Cuma untuk diceramahin sama abang gua. Gua disuruh jadi normal lagi. Gua disuruh pacaran sama cewek. Mana gua bisa!”

“Terus elonya gimana?”

“Ya gua marah-marah... gua nggak bisa jadi normal. Gua terlahir seperti ini!”

“Trus?”

“Abang gua ngancem gua bakalan ngasih tau keadaan gua sama orang tua gua. Yang mana itu adalah salah satu ketakutan terbesar gua. Cuma gua nggak bisa berubah jadi normal. Gua gay dan gua nggak bisa menyangkal itu! Jadi gay aja udah susah, apa lagi harus maksa diri untuk berubah jadi normal!”

“Elu nggak harus berubah kok, elu bisa jadi apa yang lo inginkan.” Kata gua.

“Semua orang kayanya nggak peduli sama gua, gak peduli sama perasaan gua.”

“Nggak kok, Van. Masih ada orang yang peduli sama lo.”

“Nggak! Nggak ada yang sayang sama gua.”

“Itu nggak bener, Van!”

“Nggak bener gimana, abang gua aja nggak peduli sama perasaan gua. Dia terus maksa gua untuk berubah menjadi bukan diri gua.”

“Nggak Van, masih ada orang-orang yang peduli sama elu.”

“Nggak ada yang sayang sama gua, Raff. Nggak ada yang peduli sama gua. Udah takdir gua begini.”

Evan bangkit dan mengambil handuk untuk mandi, namun sebelum dia menuju pintu gua menarik tangannya, dan menciumnya. Menimbulkan sensasi aneh dan tidak biasa. Gua memeluk Evan dan menciumnya, membiarkan Evan terkejut, terkesima dan perlahan menikmatinya. Dan perlahan gua menghentikan ciuman dan menatap Evan sambil tersenyum menatap Evan yang masih terpaku akan tindakan gua.

“Udah liat kan, masih ada orang yang peduli dan sayang sama lo.”

Senyum pun perlahan muncul di wajah Evan. Kita berdua sama-sama tersenyum dalam pelukan. Dan berikutnya kita pun kembali berciuman. Membiarkan bibir kita saling beradu, membiarkan lidah kita saling beradu. Membiarkan kenikmatan menyelimuti kita berdua. Kita berdua terus berciuman... berciuman... dan berciuman.

“Elo sayang sama gua, Raff?” Tanya Evan setelah sekian lama kita berdua berciuman.

“Iya, gua sayang sama lo, Van.”

Dan kitapun kembali berciuman sambil perlahan-lahan bergerak menuju ke salah satu kasur. Evan melepaskan kaos gua dan ia melepaskan celana jeansnya, gua menurunkan celana pendek gua, sehingga kita hanya bercelana dalam saja.
Gua memutar badan dan kini gantian menimpa Evan, bibir kita masih terus melumat dan kita terus berpelukan. Lidah kita dengan aktiv bermain-main.

“Gua mandi dulu ya, Raff.” Kata Evan setelah akhirnya menghentikan ciuman.

“Oke... mandi yang bersih ya.” Kata gua sambil nyengir.

Evan bangkit berdiri sementara gua masih tidur-tiduran di kasur Evan. Evan sudah mengambil handuk dan hendak menuju pintu, namun ia berbalik lagi mendatangi gua, lalu kembali mencium gua. Seakan dia tidak percaya dan masih belum puas akan kenyataan bahwa kita berdua sudah lebih dari 5 menit terus berciuman.

Akhirnya setelah dua menit tambahan ciuman Evan akhirnya berhenti dan pergi ke kamar mandi untuk mandi. Biasanya sih Evan kalo mandi kira-kira 15 menit, namun kali ini ia sudah balik lagi ke kamar kurang dari 10 menit. Dia cukup terkejut juga ketika melihat gua masih tiduran di kasurnya.

Gua menepuk-nepuk bantal sambil tersenyum mengajak Evan untuk tidur disebelah gua. Evan melepaskan handuknya dan hanya bercelana dalam saja ia menghampiri gua. Bisa gua lihat dengan jelas raut wajah kebahagiaan pada Evan. Dia terus tersenyum bahagia. Dan begitu tiba Evan lagi-lagi langsung melumat bibir gua. Gua menanggapinya dengan lumatan yang sama sambil memeluknya.

Malam ini kita tidur bersama dalam pelukan... dan sepertinya ini akan sering terjadi di malam-malam berikutnya.



Bersambung ke Chapter 12

Wednesday, October 12, 2011

R A F F A + E V A N : Chapter 10



Chapter 10

Ah... Gua Sudah Mulai Gila!




Gua sedang menikmati ketelanjangan gua bersama Gadis. Gadis mendesah-desah dengan sesekali merintih kesakitan. Kita berdua bermandikan keringat namun itu tidak mengurangi semangat kita berdua untuk terus bercinta. Sodokan demi sodokan terus terjadi sampai tiba-tiba semuanya berubah menjadi gelap. Sedetik kemudian gua tercebur kedalam air dan sulit bernafas.

Aneh rasanya kenapa gua yang bisa berenang kini bisa tenggelam di laut dan mengalami kesulitan bernafas. Lalu alam sadar membawa gua kembali ke dunia nyata. Menyadari bahwa muka gua ditutupin bantal.

“WOOOOOYYY... BANGUUUUUNNN...!!!” teriak Evan sambil menutup muka gua pake bantal.

“Eh bego, lo mau bikin gua mati apa?” kata gua agak kesal. Seperti biasa gua suka bete kalo dibangunin pas tidur.

“Lah elu, dari tadi gua bangunin nggak bangun-bangun.”

Berikutnya gua merasakan muka gua lembah basah.

“Muka gua kenapa beraer gini. Lo kencingin ya?” tanya gua sambil mengelap muka gua pake kain terdekat.

“Pengennya, Cuma gua gak tega. Ya udah gua siram air aqua, hahahah... nih sarapan lo.” Kata Evan. Ia memberikan sepiring nasi uduk yang pastinya gua tinggal makan dan nggak perlu lagi capek-capek buka bungkus, ambil piring dan sendok. Evan sendiri sudah kembali dalam ritual lari paginya, terlihat dari dirinya yang berkeringat serta pakaiannya yang terdiri dari celana pendek dan kaos yang sudah penuh dengan keringat.

“Lo tau nggak, tadi pas gua beli nasi uduk, ibu penjual nasi uduknya mau ngejodohin gua sama anaknya, wuahahahahah.... aya-aya wae dah.” Kata Evan sambil duduk di dekat gua.

“Cakep nggak anaknya?” tanya gua yang secara perlahan tapi pasti mulai hilang kebeteannya.

“Cakep cuy, elo makannya ikutan lari pagi ama gua biar liat anaknya kaya gimana. Bening banget, Raff!”

“Terus kenapa nggak lo caplok aja?”

Evan menghela nafas yang menyiratkan kata : Cape deeeeh... kemana aja lu?

“Raff, lo kan tau gua, sukanya Cuma ama batangan.”

“Oh iya ya, hehehe...” dan gua menambahkan dengan begonya. “Ya udah, ntar lo tambahin batangannya aja, kan jadi sempurna deh.”

“Manusia bodoooooooh....” Evan menjitak kepala gua.

“Hahahaha....” gua pun tertawa dengan bodohnya. “Betewe, Van, gua aus nih ambilin minum dong.” Gua masih yakin untuk saat ini naluri pembantunya Evan belum ilang. Dan benar saja, si Evan beranjak dari samping gua dan menyiapkan dua gelas air minum buat kita berdua.

“Duh, baiknya kau Evaaaaan... tambah sayang deh gua sama lo, hahaha...” Kata gua sambil mengambil gelas tersebut dan meminumnya.

Berikutnya setelah selesai makan gua meletakan begitu saja piringnya karena naluri pembantunya Evan akan dengan penuh ketulusan mengambilnya dari hadapan gua. Entah kenapa setiap pagi gua selalu berasa kaya raja dibikin si Evan. Gua lantas menyalakan laptop gua dan langsung online sementara Evan mengambil handuk lalu mandi. 15 menit kemudian Evan kembali ke kamar dalam keadaan segar dan wangi sabun. Ia melepaskan handuknya dan bertelanjang memilih pakaian. sejenak gua memperhatikan tubuh Evan. ini entah karena sakit atau dia emang kerajinan kardio sehingga kondisi badan kita sekarang terbalik. Badan Evan walaupun berotot namun sekarang terlihat ramping dan kering. Definisi otot-ototnya semakin jelas terlihat. Memang sih tidak membuat dia tampak kurus ceking... ini lebih ke ramping dan lebih kering. Berbeda sama gua yang sekarang berbadan lebih gemuk dari Evan, seperti foto profil gua. Padahal enam bulan yang lalu badan gua kurus kering, berbeda sama sekarang.

“Van, badan lo kok tambah kurus aja sih. Jangan kurus-kurus lah, nggak enak gua nih. Jadi kebalik gini badan kita.” Kata Gua.

“Tau nih, gua juga nggak terlalu suka badan terlalu kering begini. Apa faktor sakit kemaren ya?” Evan mengenakan celana dalam calvin klein nya dan kemudian mengenakan celana pendek sepaha.

Oh ya, gua pernah cerita belum kalo kita memiliki selera celana dalam yang berbeda. Celana dalam gua adalah model celana boxer, karena biar burung gua nggak sesak napas didalam, hahaha... kalo nggak celana boxer ya model boxer brief. Sementara Evan celana dalamnya adalah model konvesional pada umumnya, model brief atau spandex gitu. Dan asal tau aja, Evan punya loh celana dalam model G-string yang warnanya hitam, hahahaha... itu aja gua baru tau dua hari yang lalu. Sayangnya gua belum pernah melihat Evan mengenakannya, soalnya emang belum pernah dipake sama sekali. Kayanya bakalan lucu banget dah tuh.

Setelah berpakaian, emmm, lebih tepatnya setelah bercelana saja, Evan lantas duduk disebelah gua sambil menyalakan laptopnya, situs pertama yang dia buka biasanya facebook. Kemudian kini dia mulai berani membuka forum gay-nya terang-terangan. Dari samping gua bisa ngeliat gambar-gambar cowok telanjang terpampang jelas dilayar laptop Evan.

“Raff, nih cowok ganteng ya, penisnya gede lagi.” Kata Evan. “Menurut lo gimana?”

“Lah, ngapain nanya gua.” gua tidak peduli, dan terus menyeriuskan diri bermain ninja saga gua.

“Iiiih, yang ini cute banget cowoknya... kok mau ya bugil didepan kamera gitu.” Evan terus berkomentar setiap melihat foto-foto cowok bugil tersebut. “Gantengnya ngalahin lo semua, Raff.”

Oke, kalo udah membandingkan dengan gua udah mulai bete gua. “Eeeeh, gantengan gua kemana-mana tauuuk... seksian gua lagi.” Kata gua yang nggak terima dibilang nggak lebih ganteng dari cowok-cowok sialan yang lagi bugil itu.

“Enggak ah, kalo kata gua elo kalah ganteng.” Kata Evan tampak tidak acuh dan merendahkan martabat gua sebagai cowok ganteng.

Gua lantas beranjak dari kasur dan berdiri lalu berpose ala binaraga.

“Nih, liat nih, kerenan mana gua sama tu cowok-cowok?” tanya gua.

“Mereka.” Lalu Evan menambahkan, “Mereka bugil sih, makannya kerenan.”

Langsung saja gua menanggalkan celana boxer gua lalu kembali berpose ala binaraga. Mata Evan langsung menatap badan gua, tentunya penis gua, tajam-tajam. Lalu pandangannya naik turun dari kepala ke kaki balik lagi ke kepala.

“Gimana, kerenan gua kan?” tanya gua sambil senyum dan menaik-naikan alis.

“Mereka kontolnya pada keras semua, jadi keren deh ngeliatnya.” Evan masih sok jual mahal.

“Aaah, nyerah gua.” gua mengenakan kembali boxer gua dan duduk disamping Evan sambil melanjutkan permainan ninja saga gua. “Elu kenapa sih, nggak pernah muji gua. heran.”

“Uuuuuh, ngambek ya, beb. Sini-sini aku cium dulu...” seketika itupula bibir Evan langsung nyosor ke pipi gua. “Muuuuach...”

“Aaaahhh...! Dasar gay, seneng banget nyosor kalo ada cowok ganteng duduk disebelah, hahaha...”

“Hahaha...”


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Evan bersedia menjadi model dari tugas fotografi kelompok kita. Itupun setelah diiming-imingi bakalan dibeliin pizza ukuran large. Seminggu kemudian kita berempat memutuskan untuk mulai mengerjakan tugas fotografi tersebut. Jadilah selama sesi foto Evan Cuma bercelana jeans aja. Model foto yang diinginkan Margo adalah model semi siluet gitu, jadi badan Evan nanti akan tampak hitam putih dan ada sedikit nuansa siluetnya. Sehingga walaupun fokus utamanya adalah badan, dalam hal ini seksinya badan atletis cowok, namun tidak menghilangkan unsur seni dan elegannya.

“Halo, beb.” Gua langsung menjawab telepon begitu dering pertama setelah gua sadar dan kaget kalo Gadis sudah berkali-kali misscall.

“Kenapa sih dari tadi ngga diangkat-angkat?” tanya Gadis dengan suara antara gemas dan kesal.

“Maaf beb, aku lagi di studio foto ngerjain tugas, hapenya aku Cuma bikin getar aja.” Gua meminta maaf.

“Kamu dimana? Jadi nganter aku ke gambir nggak?”

“Hah? Loh, kok sekarang? Bukannya besok ya?”

“Kamu ini gimana sih, kan dua hari yang lalu aku udah SMS kalo berangkatnya dipercepat satu hari. Kamu dimana?”

“Ya beb, aku masih di Jakarta. Dan lagi aku ngerjain tugasnya masih lama... keretanya berangkatnya sama jamnya kan? Jam 9 malem. Nanti aku jemput kamu jam 7 deh di rumah.”

“Sekarang pun udah jam berapa? Sekarang udah jam setengah 6, kamu mau nyampe rumah aku jam berapa emangnya?! Emang keburu apa dari sana kesini satu setengah jam?”

“Aku naik motor deh biar cepet, masalahnya tugas aku masih belum selesai nih.”

“Kalo ngomong pake otak ya, aku tuh bawa koper. Kamu pikir koper segede itu mau ditaro dimana kalo naek motor. Di kepala?” Gadis tambah emosi.

“Ya udah deh beb, kamu naik taksi aja, nanti aku tungguin di gambir deh. Aku masih belum selesai nih tugasnya.”

“Emang nggak bisa ditinggal apa? Emangnya Cuma kamu doang yang ngerjain tugasnya? Lagian kamu ini, udah ribuan kali aku telepon nggak diangkat-angkat, bisa emosi aja.”

“Maaf, beb. Beneran deh, aku nggak tau. Kalo tau kamu nelepon pasti langsung aku angkat deh.” Gua berkata dengan penuh pemohonan.

“Udah-udah-udah... kamu nggak usah jemput aku! Biarin aku naik taksi aja.”

“Laaaah, kan tadi juga aku udah nyuruh kamu naik taksi. Ntar aku tungguin di gambir.”

“Nggak usah nungguin aku di gambir! Urus aja tugas kamu itu! Jadi cowok kok nggak bisa diandelin sih, bikin setress aja.”

“Ya beb, jangan gitu doooong... aku minta maaf deh... ya udah aku...” Gadis mengakhiri pembicaraan secara sepihak. Jelas banget kalo kali ini cewek gua lagi super bete. Aduuuuh, jadi bingung dah gua.

Si Gadis akan pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri pesta kawinan sodaranya. Rencananya dia bakalan di Yogyakarta selama 4 hari, sebelum berlanjut ke Bali selama 3 hari buat menghadiri kondangan teman dekatnya. Gadis terpaksa izin 3 hari dari total seminggu perjalanan karena kebetulan sekolahnya juga ada libur tiga hari dari senin sampai rabu.

“Kenapa, Raff?” tanya Evan.

“Si Gadis marah-marah, gua lupa jemput dia sekarang buat nganterin dia ke Stasiun Gambir.” Kata gua.

“Ya udah lo jemput aja. Pinjem motornya Margo.”

“Nggak keburu, Van, lagi pula kan si Gadis bawa koper. Mau ditaruh dimana tuh kopernya kalo gua bawa motor.”

“Ya terus gimana dong?”

“Ya gua tunggu di gambir aja ntar. Abis dari sini gua langsung naek busway ke Stasiun Gambir.” Kata gua. “Ya udah lanjut lagi yuk.”

Evan diam saja dan mengikuti gua kembali kedalam studio untuk melanjutkan mengerjakan tugas yang sudah hampir selesai tersebut.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gadis terlihat dari kejauhan. Sekarang sudah pukul delapan lewat lima belas menit semenjak gua tiba di stasiun jam tujuh kurang tadi. Secara otomatis gua mendekati Gadis yang langsung masang muka mutung begitu mendeteksi keberadaan gua.

“Beb, maaf ya aku nggak bisa jemput kamu.”

“Nggak usah banyak omong, angkat tuh koper.” Kata Gadis sambil keluar taksi dan membuka dompet berniat membayar.

“Nggak usah-nggak usah, aku aja yang bayar.” Gua secepat kilat mengeluarkan uang seratus lima puluh ribu dan memberikannya kepada supir taksi, yang tidak menunjukan tanda-tanda akan memberikan kembalian, padahal di argo gua intip tertulis angka seratus tiga puluh lima ribuan. Kemudian gua langsung mengangkut koper Gadis yang diluar dugaan beratnya ampun-ampunan dan menyeretnya mengikuti Gadis. “Beb, jangan marah mulu doooong, betah amat sih marah sama aku.”

Gadis diam saja dan terus berjalan cepat kedalalam stasiun. Setibanya di peron Gadis duduk dan langsung sibuk dengan ponselnya. Gua dikacangin.

“Beb, udahan dong marahnya... aku minta maaaaaf... beribu-ribu maaaf, berjuta-juta maaf, bermilyar-milyar maaf.”

“Kamu tahu kan aku udah sms kamu kalo berangkatnya jadinya hari ini?” Gadis akhirnya menghentikan kegiatan berhapenya dan menatap gua.

Gua mengangguk.

“Kamu tau kan aku udah bilang kamu dari jauh-jauh hari?”

Gua mengangguk lagi.

“Terus sekarang kamu nggak bisa jemput aku, kamu nggak tau apa, aku susah payah bawa-bawa tuh koper dari rumah ke taksi.”

Dalam hati sebenarnya agak bete juga, lagian siapa suruh bawa koper isinya berat amat. Itu didalam koper isinya baju apa kompor.

“Maaf, beb, aku beneran lupa.”

“Udah ah, capek aku ngomong sama kamu. Mendingan diem aja.”

Gua nurut, akhirnya kita berdua diam-diam saja.

Kereta akhirnya tiba, Gadis memilih naik kereta eksekutif paling bagus dengan alasan demi keamanan dan kenyamanan. Gua mengikuti Gadis masuk kedalam gerbong dan meletakan tas kopernya ditempat mana aja yang muat. Tas koper Gadis memang berukuran kecil namun beratnya luar binasa.

Setelah bersusah payah meletakan tas koper Gadis, gua duduk di kursi disebelahnya. Berharap bisa meluluhkan si Gadis sebelum kita berpisah.

“Aku nggak dapet goodbye kiss nih. Kan seminggu kamu perginya nanti.”

Gadis diem aja.

“Masih marah yaaa? Kamu jelek loh kalo lagi marah.”

“Udah ah, keluar sana, keretanya mau berangkat.”

“Tapi jangan marah lagi dooong...”

“Udah ah, keluar-keluar, sana!” Gadis mendorong-dorong badan gua.

Gua akhirnya beranjak keluar lalu berdiri tepat di jendelanya Gadis. Gua mengetok-ngetok jendelanya namun dia tidak merespon.

“Gadiiiis... i lop yu!” seru gua, berharap si Gadis mendengarnya. Namun ternyata dia tidak merespon. Kemudian gua melukiskan gambar hati di jendela yang berdebu tersebut, dengan sebuah senyuman didalamnya dan tulisan “sorry” yang gua buat terbalik agar Gadis nggak perlu bingung bacanya. Lalu gua mengetok jendela Gadis kenceng-kenceng sampai Gadis menengok dan menunjukan gambar ini ke dia. Kereta mulai bergerak, namun Gadis masih menatap gambar tersebut. Dan sekilas gua melihat senyuman kecil dari Gadis sebelum laju kereta samakin cepat meninggalkan Stasiun Gambir.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Selasa sore gua sedang fitnes bareng-bareng Evan. Sudah tiga hari Gadis masih belum mau membalas sms ataupun menerima telepon gua. Padahal ribuan jurus gombal udah gua lancarkan demi meluluhkan hati si Gadis. Namun tetep aja masih gagal, coba lagi besok.

Untuk fitnes kali ini gua dan Evan akan melatih dada. Jadi kita seringnya bermain di benchpress. Ganti-gantian kita bermain alat dan saling membantu, sampai kira-kira dua jam berlatih dan kita memutuskan untuk selesai.

Setelah fitnes gua dan Evan termotivasi untuk saunaan, karena udah lama juga kita nggak saunaan. Begitu masuk cukup bersyukur karena salah satu ruangan sauna yang kita masuki Cuma berisi satu orang. Seorang cowok bertampang manis dengan badan ateltis duduk dengan mata tertutup handuk. Ia hanya mengenakan celana pendek sama seperti kita berdua.

Awalnya kita berdua tenang-tenang aja sampai tiba-tiba Evan menyenggol gua sambil tangannya menunjuk-nunjuk kearah celana cowok didepan kita. Mulanya gua nggak ngeh dengan apa yang dimaksud Evan sebelum akhirnya sadar dan geli sendiri. Kepala penis si cowok tersebut mengintip keluar. Hahaha... gua dan Evan hanya Cuma bisa menahan tawa sementara Evan berlama-lama melihatnya dengan dalih nggak boleh nolak rejeki. Selain itu posisi si cowok tersebut juga menyadarkan gua, karena gua juga Cuma make boxer aja dan dalam posisi duduk begini ujung boxer gua semakin memendek, gua bisa aja mengalami hal yang dialami cowok diseberang gua, makanya gua membenarkan posisi gua. Hihihihi...

Sepulang dari tempat fitnes Evan cerita kalo dia udah beberapa kali mengalami kontak seksual di tempat sauna. Udah beberapa kali ada orang yang meraba-raba tubuh Evan lalu berusaha menciumnya. Lalu ada yang dengan berani memeloroti celana dalam Evan ketika sedang sauna dan berusaha menghisap penis Evan. Biasanya Evan menolak melakukan itu dengan alasan tidak berminat atau bukan tipenya atau sedang malas.

Namun pernah sekali dia cerita kalo dia pernah kejadian juga sama salah satu member fitnes disana. Pas dikasih tau cowoknya yang mana, gua akui emang selera Evan tinggi. Cowoknya emang ganteng dan keren. Makannya nggak heran kalo Evan nggak nolak ketika mereka berdua sedang kebetulan sauna bareng dan cowok itu mendekat dan meraba-raba Evan, kemudian berlanjut pada tuh cowok menghisap penis dan Evan, dan berlanjut lagi di apartermen tuh cowok.

Setelah kejadian itu hubungan mereka biasa saja, sama seperti sebelumnya dan mereka juga jarang lagi ketemuan karena memang dari dulu mereka jarang fitnes pada hari yang sama.

Aslinya tingkah laku Evan emang bener-bener straight look banget. Nggak ada sedikit pun perilaku Evan yang menunjukan kefeminiman atau setidaknya ke-gay-annya. Dia bener-bener berperilaku layaknya cowok macho yang straight. Makanya gua yakin orang bakalan syok begitu mengetahui kenyataan yang sesungguhnya, karena emang hampir nggak ada sedikitpun baik dari penampilan maupun perilakunya yang menunjukan kalo dia itu gay, kecuali satu. Evan pernah bilang kalo matanya akan selalu sadar akan keberadaan cowok-cowok ganteng disekitarnya, hahahah... dasar Evan.


-  http://www.verterusvoso.blogspot.com  -


Gua dan Evan baru tiba di kamar kos setelah seharian berada di kampus. Begitu tiba rasa gerah membuat kita langsung melepas kaos dan celana jeans kita sekalian untuk siap-siap bergiliran mandi. Namun sebelum mandi gua mengecek hape gua dulu siapa tau ada balasan dari Gadis, dan ternyata iya. Ada satu sms yang memberitahu dia lagi di rumah saudaranya siap-siap untuk makan malam di daerah malioboro sebelum packing ntar malamnya.

“Cie-cieeee, yang akhirnya dapet balesan dari Gadis, hahaha...” kata Evan sambil duduk disebelah gua.

“Hahaa, iya dong seneng.” Kata gua.

“Udah nggak marah lag dia?” tanya Evan.

“Nggak tau lah, dia masih marah apa kagak, tapi udah bales sms gua aja udah seneng gua, hahaha...”

“Emang seberapa sayang lo sama Gadis?” tanya Evan.

“Sayang banget, Van. Sayang banget-banget!” gua menjawab dengan sejujur hati.

“Ooooh, bagus kalo begitu.”

Gua mengisi baterei hape gua dan meletakannya diatas tempat tidur.

“Kalo ama gua, elo sayang nggak?” tanya Evan tiba-tiba.

“Ah elu, mau tauuuuu, aja.” Jawab gua, gantian membalas karena selama ini dia nggak pernah bilang gua ganteng.

“Ah tai lo. Jangan bikin penasaran napa.” Kata Evan.

“Yeee... ya lo pikir aja sendiri, hahaha...”

“Apaan, Raff?”

“Emmm... kasih tau nggak ya?” kata gua pura-pura sok imut. “Ah enggak ah...”

“Ah elu.”

Lalu kita berdua diam, namun tiba-tiba Evan menonjok pelan pipi gua sambil tersenyum.

“Napa lo nonjok-nonjok pipi gua?”

Lagi-lagi si Evan menonjok pelan pipi gua masih sambil tersenyum. Ya udah, gua bales nonjok aja pipinya dengan pelan. Eh si Evan bales lagi.

“Wah ngajak berantem nih.” Kata gua, dan berikutnya serangan datang, gua dan Evan adu gulat.

Kita berdua berusaha saling mengunci gerakan lawan masing-masing, lalu saling mengalahkan lawan masing-masing. Gerakan Evan terkunci oleh gua.

“Ampun, nggak?”

“Kagak!” Kata Evan dengan lantang.

Evan berontak lalu memberikan serangan balasan. Namun lagi-lagi gua yang berhasil mengunci gerakan gulat Evan.

“Masih nggak mau ampun?”

“Nggak bakal!”

Evan kembali berontak dan kini kita bergulat dengan lebih semangat karena sepertinya Evan berniat memberikan serangan yang sesungguhnya melawan gua. Kita berdua guling-gulingan dikasur, saling bergulat, berusaha mengunci gerakan lawan. Dengan posisi yang aneh-aneh. Mulai dari leher diapit kaki, kedua tangan dan kaki disatukan, lutut sama kepala nempel, dan lain-lain.

Pada suatu ketika Evan akhirnya bisa mengunci gerakan gua dan kuncian gerakannya bener-bener sakit sehingga mau nggak mau gua terpaksa mengaku kalah. Lalu Evan melepaskan kunciannya dan kitapun kembali bergulat namun kali ini hanya main-main saja.

Namun suatu gerakan yang begitu kebetulan membuat kita berdua akhirnya berhenti dalam posisi itu. Gua terlentang di kasur dengan kedua tangan diatas kepala, sementara Evan menindih gua dengan satu tangan menahan kedua tangan gua dan tangan yang lain mendarat di dada gua. Kita berdua saling berpandangan dan tertawa dengan wajah saling berdekatan. Lalu tawapun mulai menghilang dan berganti dengan senyuman, sementara mata kita saling menatap.

Berikutnya gua hanya bisa terdiam begitu Evan mendekatkan wajahnya dengan senyumannya...

Gua masih terdiam begitu gua merasakan bibir Evan menyentuh bibir gua dan matanya mulai memejam. Gua merasakan lidahnya menyelip masuk kedalam mulut gua...

Dan pada akhirnya... gua pun larut didalamnya. Gua membalas ciuman Evan. Menutup mata dan tenggelam dalam ciuman yang sedang gua rasakan sekarang. Gua membuka mulut gua dan membiarkan lidah Evan dan lidah gua saling beradu. Kedua bibir kita saling menempel dan mengecup. Kita berdua tenggelam dalam ciuman tersebut.
Namun berikutnya kesadaran menarik gua kembali ke dunia nyata. Mata gua terbuka dan gua berhenti. Begitupun dengan Evan, ia juga menghentikan itu semua dan perlahan menjauh, walau kedua mata kita masih saling menatap. Tatapan ketidakpercayaan bahwa kita sudah melakukan sebuah ciuman.

Evan duduk dan begitupun dengan gua. Untuk beberapa saat kita saling diam sebentar.

“Sorry...” kata Evan perlahan.

“Ya...” jawab gua juga pelan dan kini diselimuti rasa salah tingkah.

“Gua mandi duluan.” Kata Evan, yang tanpa menunggu tanggapan dari gua langsung mengambil handuk dan pergi meninggalkan kamar. Meninggalkan gua terdiam sendiri di kamar tersebut.

Gua masih mematung diatas kasur dengan pikiran yang dipenuhi kejadian tadi. Jari gua menyentuh bibir gua yang baru saja dicium oleh seorang pria. Ini bukan ciuman lucu-lucuan yang pernah dilakukan Evan sebelumnya, dimana waktu itu hanya dua buah bibir yang saling menempel. Ciuman kali ini jauh berbeda, tidak hanya bibir yang bertemu, tapi lidah bermain. Tidak hanya gua yang tidak syok, tapi juga gua menikmatinya. Sebuah ciuman yang membuat jantung gua berdebar hebat saat itu namun gua menikmatinya. Untuk pertama kalinya gua sadar telah dicium oleh seorang pria. Untuk pertama kalinya gua tidak menolak. Dan untuk pertama kalinya gua menikmatinya...

Aaaahhhh... gua sudah mulai gila....





Bersambung ke Chapter 11